Sean ada-ada aja dahhhh
Sean seperti baru sadar setelah mendapat bentakan dari sang istri. Apalagi Zie memasang muka masam dengan bibir yang sudah maju dua senti. Pria itu kicep, bingung tak bisa berkata-kata lagi. "Haruskah aku dulu mengabadikan TKP agar kamu percaya?" Sewot Zie. "Kamu itu amnesia di saat yang tidak tepat tahu, kita bahkan sudah melakukan itu lagi untuk yang ke dua kali?""Melakukan itu? Kapan?" Tanya Sean dengan bodohnya. "Kamu amnesia jadi tidak ingat, dasar!" Zie frustrasi, dia bahkan ingin menangis dan tertawa di saat yang bersamaan karena tingkah Sean dan perdebatan ini. Andai rasa cintanya tak sedalam samudra dan seluas dunia, Zie pasti sudah membeli panci seperti Marsha dan menggetok kepala suaminya ini, siapa tahu memori Sean yang hilang langsung kembali. "Sudahlah jangan membahas masa lalu, lagipula semua juga sudah lewat.""Tapi kenapa kamu membenciku hanya karena pikiran bodoh seperti itu?" Zie membentak sampai pria itu menjauhkan wajah karena kaget. "Karena, itu.... "Sean
"Hah... Apa? Apa Mama bilang?" Aaera tak bisa membalas Mauren, dia meletakkan baju yang baru saja dia beli ke ranjang. Setelah diusir oleh Gia kemarin, dia pergi ke mall dan melampiaskan kekesalannya dengan berbelanja. "Jauhi Sean! Dia itu suami orang," tegas Mauren. "Tidak, Mama tidak bisa melarangku mendekati Sean."Aaera membuang muka, dia bahkan mendekat ke pintu kamar dan membukanya lebar-lebar untuk meminta Mauren pergi dari sana. "Mama lebih baik pergi dari pada kita harus bertengkar."Mauren tak percaya putrinya bisa memiliki sifat jahat seperti ini. Ia pun menghubungi Daniel, mencoba meminta pria itu itu membawa Sean ke luar negeri untuk menjauhkannya dari Aaera. ☘️☘️"Mauren bilang dia juga tidak bisa menasihati Aaera dan malah memintaku untuk membawa Sean ke luar negeri dengan alasan berobat."Siang itu, Daniel sengaja datang ke kantor besannya. Di sana Gia dan Ghea pun ikut datang karena ingin membicarakan masalah putra putri mereka. "Apa Sean mau? Apa kamu yakin di
“Aaera ini tempat umum meski kita di ruangan terpisah dari yang lain, tapi melakukan perbuatan seperti itu aku rasa sangat memalukan. Aku juga heran kenapa kamu terlihat seperti sudah terbiasa datang ke sini.”Aaera menyambar gelas kristal di meja dan menenggaknya. Ia pikir Sean akan berubah dan mudah dipengaruhi setelah kehilangan ingatan, tapi nyatanya sama. Pria ini masih saja seperti anak mami yang tidak boleh melanggar ini itu dan banyak pertimbangan .“Kamu sama saja," ketus Aaera. Di tempat lain, Zie bertemu dengan Emma. Ia sengaja meminta gadis itu datang ke sebuah restoran mewah dengan alasan ingin mentraktirnya makan sebelum pemilihan wali kota.Emma yang tidak curiga pun memenuhi undangan Zie, dia merasa ini hanya undangan makan biasa. Namun, tak disangka adalah sebuah jebakan yang disiapkan oleh Zie, Bagus dan Marsha.Emma menyisir sekeliling, dia nampaknya senang karena bisa datang ke sebuah resto mewah yang hanya orang tertentu yang bisa makan di sana. Bahkan dia menden
Namun, Zie salah karena Emma malah mengancam dengan berkata akan melaporkan bahwa dirinya sudah melakukan tindakan pembulian, dan pengancaman. Marsha dan Bagus yang mendengar cukup terkejut, mereka memandangi Zie yang tak nampak menunjukkan gurat ketakutan.“Lakukan dan mari kita lihat siapa yang akan lebih hancur,” ucap Zie sambil menarik satu sudut bibir. “Kamu pikir sedang berhadapan dengan siapa? ucapanmu tidak akan ada yang mempercayai, apalagi pemilihan tinggal hitungan hari.”Marsha seketika merinding, dia tak pernah melihat Zie bicara sesombong ini. Ia pun melirik Emma yang tak berkutik. Gadis itu takut dan menelan ludahnya sesekali.“Jadi selama aku masih baik, katakan siapa orang yang memintamu berbuat jahat padaku!“I..i..itu.”Emma akhirnya mengatakan siapa dalang di balik perbuatannya. Ia pun memohon ke Zie untuk tidak membocorkan bahwa dia lah yang mengatakan kebenaran ini. Zie yang sudah menduga pun nampak dingin menyikapi, hingga dia menerima pesan suara dari Marsha da
Zie membasuh tubuhnya di dalam kamar mandi, dia berdiri tepat di bawah shower mencoba mendinginkan pikirannya yang carut marut sejak pagi. Kini dia harus memikirkan rencana bagaimana membuat Joni mendapatkan balasan yang setimpal atas perbuatannya. Dan satu-satunya cara memang dia harus menjadi wali kota dan menekan pria itu dari sisi siapa yang paling berkuasa.Rambut Zie sudah basah sepenuhnya, dia memandangi perutnya yang terlihat membuncit dan bahkan bergerak-gerak beberapa kali. Meski hatinya begitu kacau tapi dia masih bisa tersenyum seolah bercanda dengan anaknya yang ada di kandungan.“Apa kamu kedinginan? Tenang saja! setelah ini Mama akan membuatkanmu cokelat hangat dan roti panggang, terdengar enak bukan?” Zie mengusap muka. Ia seperti tertampar realita, tak boleh terlalu berharap pada manusia. Terutama Sean yang dia pikir cintanya tak sedalam seperti dirinya.“Dia bahkan melupakan malam itu, malam saat kami bercinta sebagai pasangan suami istri yang sah, apa yang kamu hara
Hari pemilihan pun tiba, Zie ditemani Airlangga dan juga Gia ikut memberikan suaranya. Semua orang berharap dirinya menang agar bisa membawa perubahan. Setelah selesai Zie pun melakukan syukuran kecil-kecilan di kantor tim suksesnya, dengan memanggil beberapa pedagang kaki lima untuk menyajikan hidangan ke para pendukung yang datang.Surya nampak senang, dia dan Zie kini sedang berbincang dan mereka pun saling melempar candaan.“Aku yakin kamu pasti menang, segala berita miring tentangmu tak membuat orang-orang kehilangan antusias untuk tetap memilihmu.”“Jikapun aku menang, semua ini karena dukunganmu dan orang-orang, jadi aku harus berterima kasih,” jawab Zie dengan senyuman lebar.Sementara itu, Sean duduk di sofa ruang kerjanya sambil menatap televisi. Ia memandangi wajah Zie yang nampak semringah saat melakukan wawancara dengan beberapa wartawan. Sean mencoba mengingat-ingat kembali kenangan yang mungkin saja dia lupakan tentang wanita itu, hingga lagi-lagi kepalanya terasa seper
“Sean bagaimana kalau menghabiskan malam bersama?”Aaera membujuk, dia menghidu aroma tubuh pria yang merupakan suami orang itu dari belakang sampai membuat Sean merinding.“Menghabiskan malam bagaimana maksudmu?”Sean memutar badan, dia ingin menjaga jarak dari Aaera tapi gadis itu lebih dulu melingkarkan tangan ke pinggangnya lagi dan bergelayut manja.“Apa kamu tidak ingin bercumbu denganku?”Sean memasang wajah datar, ucapan Raiga seketika berputar kembali di kepala. Ia hanya kehilangan ingatan, tapi tidak bodoh dalam menentukan serta menilai mana yang benar dan mana yang salah. Jika apa yang dikatakan Aaera semua benar, lantas kenapa Zie cuek dan tak berupaya untuk membuatnya ingat. Malah terkesan Aaera yang ingin mempengaruhinya. Bukankah ada pepatah yang mengatakan bahwa tidak perlu menjelaskan siapa dirimu ke orang lain, karena yang membenci akan tetap membenci. Namun, Aaera berbeda, dia seolah ingin mempengaruhi dirinya yang memang kehilangan semua ingatan tentang sang istri
Hanya Marsha yang berani mengorek informasi dari sang sepupu. Zie hanya menjadi pendengar, dia tidak ingin salah bicara dan berakibat membuat Sean semakin berpikir buruk tentangnya.“Dari bekerja,” jawab Sean singkat, dia kembali dingin. Sedingin gelato yang Zie makan tadi.Mereka sangat menikmati, hingga lupa waktu sudah hampir menunjukkan jam sebelas malam. Zie mengantar Marsha ke depan, dua sahabat itu berbincang di teras sambil balas memegang perut satu sama lain.“Apaan sih, Sya?”“Lha … kamu sendiri apaan?” sembur Marsha.“Aku gemas melihat perutmu sebesar itu.”“Kamu seperti papanya, setiap malam dia pasti akan mengusap-usap perutku sampai tertidur, kalau belum terlelap dia tidak akan berhenti.” Marsha mencebik lalu memasang muka marah ke suaminya yang baru saja menidurkan Sera di kursi belakang.Mereka pun pamit, tapi sebelum itu Marsha sempat bertanya apakah Zie baik-baik saja. Ia memang tidak bisa menanyakan ini di depan Airlangga dan Gia tadi, apalagi ada Gani juga.“Aku