"Kinara," ucap Arka lirih, sembari membalik tubuh Kinara menghadapnya. Namun, seketika pintu dengan cepat terbuka, membuat Kinara dan Arka terkejut, nampak Risa yang tengah tergopoh-gopoh hendak menghampiri Kinara."Maaf, Mbak Kinara, tadi saya harus ...." Ucapan Risa terhenti begitu melihat Arka yang telah berada di ruangannya, yang kini telah berdiri berhadapan dengan Kinara.'Astaga! Pak Arka, sudah ada di sini. Apa yang harus ku lakukan?' batin Risa dengan raut kecemasan terpampang di wajahnya."Ma-maaf jika saya mengganggu, silakan dilanjutkan!" Risa dengan cepat kembali menutup pintu dan berlari menjauh, melihat tatapan Arka yang begitu nyalang terhadapnya, membuat bulu kuduknya seketika berdiri tegak."Eh? Mbak Risa! Tunggu dulu, ini tidak seperti bayanganmu," teriak Kinara ketika Risa dengan cepat kembali menutup pintu ruangan pribadi milik Arka."Sudahlah, biarkan saja dia berimajinasi dengan pikirannya sendiri. Ini! Aku membeli popok bayi dan makanan instan, sebenarnya mau m
Kinara begitu antusias ketika Arka menyetujui permintaannya untuk pergi ke food court hari ini. Dirinya tidak bisa membayangkan apa saja yang akan di belinya nanti. Kinara benar-benar berencana untuk membuat dompet calon suaminya jebol."Astaga, antusias sekali, ya sudah, ayo!" Arka mengacak rambut Kinara, membuat Kinara mengerucutkan bibirnya."Tck! Arka! Katanya mau pergi? Kalau begini aku harus merapikannya lagi," keluh Kinara, membenarkan posisi rambutnya yang berantakan."Udah, tidak perlu, begitu juga sudah cantik kok." Arka menggendong Nathan untuk memasukkannya ke dalam stroller, setelah itu dengan cepat menarik lengan Kinara agar segera mengikutinya. Arka memasuki mobilnya, di ikuti Kinara yang masih sibuk membenahi posisi rambutnya dengan sisir kecil."Astaga, Kinara, itu sudah rapi," ucap Arka frustasi dengan wajah Kinara yang semakin cemberut. Namun Kinara yang merasa kesal tidak berniat sedikit pun untuk menyahut ucapan Arka. Dirinya diam membisu di sebelah Arka yang tela
"Apakah itu benar-benar Intan? Tapi kenapa dengan wajahnya?" Kinara mencoba berpikir keras, mengingat wanita yang baru saja menabraknya terlihat seperti sosok Intan yang tengah menjadi buronan polisi, namun dengan wajah yang hampir penuh dengan bekas luka sayatan benda tajam."Kinara! Kenapa lama sekali? Aku khawatir kamu kenapa-napa," ucap Arka dengan begitu cemas, menghampiri Kinara di depan toilet umum."Arka, aku sepertinya melihat Intan," ucap Kinara setengah berbisik. Membuat Arka seketika terkejut dengan hal itu."Benarkah? Di mana? Jika memang benar, aku akan segera menelfon polisi." Arka begitu antusias dengan ucapannya. Tangannya dengan cepat merogoh ponsel dari saku celananya, namun Kinara dengan cepat menghentikannya."Tunggu dulu! Sebenarnya aku masih kurang yakin dengan hal itu, tapi wanita itu wajahnya mirip sekali dengan Intan, meskipun ada beberapa bekas luka sayatan di bagian wajahnya," jelas Kinara, membuat Arka terdiam.Sementara itu, wanita yang baru saja tidak se
Sementara itu, Kinara memutuskan untuk melupakan kejadian di depan toilet umum tadi, dirinya merasa tidak mungkin menemukan Intan di keramaian seperti ini. Intan adalah seorang buronan polisi saat ini, tidak mungkin jika dirinya berani muncul dalam keramaian, dan luka bekas sayatan itu, sepertinya memang bukan Intan."Sudahlah, Arka, mungkin aku salah mengenali orang. Tidak mungkin Intan yang tengah menjadi buronan bisa muncul di keramaian seperti ini," ucap Kinara merasa ragu dengan tebakannya sendiri."Benarkah? Jika menurutmu memang seperti itu, ya sudah, lupakan saja.""Ayo makan takoyaki!" Kinara terlihat begitu antusias ketika kembali mengingat takoyaki yang baru saja dibelikan oleh Arka. Kinara dengan cepat menarik lengan Arka menuju tempat duduknya yang semula. Kinara begitu antusias membuka satu persatu kotak takoyaki dan mulai mencicipinya."Arka, ayo makan! Kenapa diam saja?" ucap Kinara ketika mendapati Arka yang masih termenung di depannya, seperti tengah memikirkan sesua
Sementara itu, Intan yang begitu tersiksa dengan perasaan rindunya yang begitu menggebu, akhirnya memutuskan untuk pergi menemui Bayu di kediamannya.Namun Intan begitu terkejut ketika sampai di sana, rumah itu nampak telah lama tak berpenghuni. Dedaunan kering nampak berhamburan di seluruh penjuru halaman rumah, dengan penampakan mobil Bayu yang telah tertutup debu tebal. Rumah Bayu juga nampak gelap gulita di malam hari, seperti tidak berpenghuni untuk waktu yang lama. Apa yang sebenarnya terjadi selama dirinya pergi? Dalam otak Intan terdapat tanda tanya besar.Ketika masih terdiam di depan rumah milik Bayu, Intan tidak sengaja terlihat oleh seorang ibu paruh baya yang tinggal di sekitar sana."Cari siapa, Nak?" tanya ibu paruh baya itu yang merupakan salah satu tetangga Bayu, menghampirinya yang masih membeku di tempat semula. Intan dengan cepat kembali memakai masker dan topi hitam miliknya, khawatir orang lain akan mengenalinya dan melaporkannya ke polisi."Maaf, Bu, kemana oran
Intan meringkuk ketakutan, bersembunyi di balik tembok pagar rumah orang. Dirinya benar-benar tidak menyangka akan bertemu dengan Kinara untuk yang kedua kalinya. Nafasnya menderu hebat, sesekali matanya melirik ke arah toko yang sebelumnya dia tempati untuk tidur. Terlihat Kinara yang tengah menaiki motor, berboncengan dengan seorang pria yang wajahnya tertutupi oleh helm berwarna hijau."Siapa pria itu? Apakah pacar baru Kinara? Kenapa dia cepat sekali mendapatkan seorang pacar? Sementara dirinya baru saja bercerai dari, Mas Bayu," gumamnya dari balik tembok pagar."Tidak bisa begini, aku harus menanyakan langsung pada Kinara," tekadnya."Tunggu-tunggu, jika aku nekat menemui Kinara, apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah Kinara akan menelfon polisi untuk menangkapku? Tidak! Tidak boleh, aku akan mengintipnya dari sini saja," gumamnya, Intan kembali mencari tempat persembunyian di balik tembok tua di samping toko kue Kinara. Dirinya bersender di sana, menunggu hingga Kinara kemba
"Jangan salah faham dengan ucapanku," lanjut Kinara dengan membalikkan tubuh Arka menghadapnya."Aku hanya tidak ingin tinggal bersama orang yang bukan bagian dari keluargaku, karena hal itu akan menimbulkan fitnah," lanjutnya, membuat Arka seketika terdiam. Sebenarnya apa yang dikatakan Kinara ada benarnya juga. Dirinya merupakan orang luar yang tidak seharusnya memaksa Kinara untuk tinggal satu atap bersamanya, meski niatnya baik, untuk melindungi Kinara dan buah hatinya, yang telah dia anggap seperti anaknya sendiri."Makanya, cepatlah menikah denganku! Agar aku bisa melindungimu dari bahaya apa pun di luar sana!" ucap Arka dengan lantang, dirinya benar-benar tidak bisa menunggu lagi, dia takut jika Kinara akan kembali mengingkari janji untuk menunggunya selama empat bulan, Arka benar-benar takut jika hal serupa terulang kembali, ketika Kinara meninggalkannya untuk menikahi pria pilihan ibunya."Arka, tunggu aku empat bulan lagi, aku janji, saat waktu itu telah tiba, aku akan berse
Arka terbelalak, namun Kinara segera menggeleng dengan cepat."Ti-tidak, bukan begitu, aku hanya tidak ingin terjadi apapun denganmu," dalihnya, Kinara tidak ingin jika Arka mengetahui hati nuraninya yang masih merasa iba jika melihat sang mantan suami terkapar lemas di atas lantai.Arka menghempaskan kuat kera kemeja Bayu. Tubuhnya dituntun menjauh oleh Kinara dengan nafas yang masih memburu. Tatapan matanya tidak bisa membohongi Bayu, seolah tengah mengancam nyawa yang masih terkapar di lantai dengan darah yang masih mengucur deras.Bukan tidak mampu untuk melawan, tapi tubuhnya seketika lemas hanya dengan mendengar suara Kinara yang memanggil Arka dengan sebutan sayang. Bahkan lidahnya pun terasa keluh, ingin rasanya berteriak, namun hal itu tak mampu dia lakukan. Hanya suara isakan tangis yang terdengar lirih keluar dari mulutnya."Apa kamu masih merasa kasihan dengan orang itu?" tanya Arka lirih, namun Kinara mengetahui emosi yang mulai kembali tersulut hanya dari ucapannya yang