“Jelaskan alasannya pada Ayah sekarang juga.” Su Li mengembuskan napasnya berat. Jika Ayahnya sudah berbicara serius seperti itu, akan sangat sulit untuk mengelak. Wanita itu kemudian beranjak dan mendatangi sang Ayah. “Sejak malam penobatan itu, aku tinggal di apartemen lamaku.” Su Liang bergeming, memberikan waktu untuk Su Li menjelaskan. Melihat respon sang Ayah, Su Li berani untuk melanjutkan. “Karena banyak yang aku kerjakan, bolak-balik ke rumah itu memakan waktu, Ayah. Jadi aku meminta ijin dengan Ziang Wu untuk tidak pulang sementara waktu.” “Ayah, aku harus menyusun agenda untuk mengadakan rapat umum pemegang saham.” Su Li mencoba mengalihkan topik pembicaraan. Mengenai hubungannya dan Ziang Wu itu bisa dipikirkan belakangan. Masalah pergantian jajaran direksi menjadi fokus utamanya saat ini. “Bisakah Ayah memberikanku nasihat? Siapa yang harus aku pertahankan dan siapa yang harus aku singkirkan.” Tatapan Su Liang perlahan melembut. “Kau sudah melihat laporan kinerja me
Deru pembersih udara di pojok ruangan membuat Ziang Wu terbangun dari tidurnya. Entah pukul berapa ia terlelap. Lehernya terasa kaku karena tertidur dalam posisi yang tidak pas. Langit yang masih terlihat gelap di balik tirai yang sedikit tersibak membuat Ziang Wu melihat jam tangannya. Waktu masih menunjukkan pukul lima pagi. Kemudian ia menyadari bahwa posisi tidur Su Li telah berubah. Istrinya ternyata tidur menghadap dirinya. Sebuah lengkung senyum terbit di bibir pemuda itu. Ziang Wu kemudian bangkit untuk memperbaiki posisi tidur Su Li dan juga selimut yang melorot. “Ziang Wu.” Seruan lirih dari Su Li membuat Ziang Wu menepuk-nepuk pelan pundak Su Li. “Tidak apa-apa, aku di sini. Tidurlah lagi,” bisiknya yang membuat Su Li kembali terlelap. Setelah memastikan Su Li kembali terlelap, Ziang Wu kemudian beranjak menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Tak lupa ia mengecek ponselnya, ternyata Huo Yan tidak ada menghubungi. Rekan satu timnya itu memegang teguh janjinya untuk tidak
“Apa yang kau kenakan?’ Su Li diam tidak menggubris pertanyaan Ziang Wu. Ia tetap melangkah dengan percaya diri di balik balutan bodycon tali spaghetti yang berwarna merah marun kontras dengan kulit putihnya. Mini dress itu membentuk lekuk tubuhnya dengan sempurna. Ziang Wu sama sekali tidak dapat mengalihkan pandangannya, waktu seakan melambat kala Su Li perlahan mendekatinya. “Aku memasakkan makan malam untukmu,” ucap Su Li sambil meletakkan sepiring tenderloin steak yang susah payah ia siapkan sejak pagi dengan Nona Lin. “Jadi ini kejutan yang kamu maksud?” tanya Ziang Wu setelah Su Li mengenyakkan bokong pada kursi di seberang meja, berhadapan dengannya. Su Li mengangguk. “Apa kau menyukainya?” Tentu saja Ziang Wu mengangguk dengan senyum puas. Walau sempat sedikit terkejut saat melihat penampilan memukau dari Su Li, Ziang Wu cepat menyadarkan dirinya. Mencoba fokus dengan apa yang terhidang di atas meja, walau ia diam-diam melirik Su Li yang tampak begitu tenang. “Tentu
“Paman Liu!” Pria paruh baya itu berhenti. Maniknya membulat saat ia melihat Su Li mendekat. Kemudian ia berbalik arah berusaha untuk menghindar. Namun belum sempat ia menghindar jauh, langkahnya terhenti tepat saat Su Li berhasil menahan jaketnya. “Apa yang kau inginkan!?” hardik Liu Yan dan menarik kasar jaket yang ia kenakan. “Aku tidak ada hubungan apapun dengan kematian ibumu.” Manik itu menatap Su Li nanar. Mendengar penuturan Liu Yan, membuat Su Li terkejut. Pasalnya ia belum ada mengatakan apapun. “Kematian wanita itu tidak ada hubungannya denganku. Aku hanya melakukannya sesuai perintah.” Tatapan nanar itu berubah menjadi ketakutan. Wajah yang penuh keriput itu kemudian dipenuhi dengan kabut penyesalan. “Aku tidak membunuhnya, Nona Su,” ucapnya dengan suara yang bergetar. Ziang Wu yang menghampiri mereka bingung dengan apa yang sedang terjadi. Belum lagi saat melihat ekspresi Su Li yang terlihat syok. Pria paruh baya yang berada di depan istrinya sedang terisak. “Tuan L
“Ini lebih besar dari yang aku kira.” Ziang Wu mengangguk setuju. Seperti Liang Tech yang beroperasi di bidang teknologi perangkat lunak, Cosmo Tech juga beroperasi di bidang yang sama. Sudah menjadi rahasia umum bahwa di antara keduanya terdapat persaingan yang sangat ketat. Usia perusahaan yang terpaut tidak jauh itu selalu bersaing dengan caranya masing-masing. “Liang Tech yang bertambah pesat memang sempat menggemparkan Tiongkok. Saat itu, Cosmo Tech seperti dilucuti semua kebanggaannya saat Liang Tech berhasil memenangkan tender bersama pemerintah. Padahal mereka sudah secara terang-terangan berbicara kepada media bahwa akan memenangkan tender tersebut.” Ziang Wu memberikan tabletnya kepada Su Li, membiarkan istrinya membaca sebuah artikel berita yang dikeluarkan dua tahun yang lalu. Walau media selalu mengatakan bahwa persaingan di antara kedua perusahaan itu sehat, nyatanya ada beberapa praktik kecurangan yang dilakukan Cosmo Tech yang bertujuan untuk menyabotase keberhasila
Lobi Liang Tech sudah terlihat lengang. Hanya terlihat beberapa pegawai yang berlalu lalang, sebagian besar tujuan mereka adalah pulang. Jam pulang kantor memang sudah berakhir beberapa jam yang lalu, bahkan meja resepsionis juga sudah kosong.Beberapa pegawai yang lembur terlihat kembali dari kantin sambil membawa cangkir kopi dan juga kudapan malam. Kantin memang akan buka sampai tengah malam, menemani pegawai yang sedang lembur mengejar target.Ziang Wu menunggu di salah satu sofa yang berada di ruang tunggu sesuai permintaan Su Li. Istrinya mengatakan bahwa meeting sudah selesai dan memintanya untuk menunggu di lobi saja.Untuk membunuh waktu, Ziang Wu mengambil beberapa majalah bisnis yang ada di atas meja. Bacaannya terhenti saat kedua matanya tertutupi oleh dua tangan yang terulur dari belakangnya. Aroma ceri yang menguar membuatnya tersenyum dan menurunkan kedua tangan itu. Ia kemudian berbalik dan melihat Su Li yang berdiri di belakangnya dengan wajah bersalah.“Maaf, ternyat
Fuyunghai, udang cabai garam, dan mapo tofu sudah terhidang di atas meja. Membuat Su Li takjub dengan kemampuan masak yang dimiliki oleh suaminya tersebut. Tidak hanya penampilannya yang menggiurkan, manik Su Li melebar saat ia mencicipi rasanya yang ternyata tidak kalah dengan visualnya.“Ini semuanya enak,” ucapnya dengan manik yang berbinar bahagia. Membuat senyum puas terbit dari wajah tampan Ziang Wu. Untung saja mereka dapat menyelesaikan sesi belanja yang sedikit panjang itu tepat waktu. Pemuda itu kemudian tersenyum saat mengingat tatapan penuh kecemburuan yang Su Li layangkan untuknya.Ziang Wu sama sekali tidak menyangka bahwa Su Li bisa merasa cemburu. Satu kemajuan besar bagi hubungan mereka. Ziang Wu merasa semakin optimis jika kontrak di antara mereka bisa dibatalkan.“Kau tidak makan?” tanya Su Li saat melihat Ziang Wu hanya menyiapkan satu mangkuk nasi. Suaminya itu mengangguk.“Tadi aku sudah makan dengan Ayah setelah mengantarnya check up.”“Bagaimana keadaan Ayah?”
Su Li membuka matanya perlahan. Menatap wajah tampan suaminya yang tertidur. Karena perasaan canggung setelah akhirnya mereka kembali bersatu dalam keadaan sadar, Su Li memutuskan untuk pura-pura tertidur. Tangan Su Li terangkat menyentuh jembatan hidung Ziang Wu perlahan, berusaha agar tidak mengusik tidur lelakinya. Jika mengingat bagaimana hubungan di antara mereka bisa terjalin, Su Li sama sekali tidak memprediksi jika akhir dari hubungan mereka akan seperti ini. Bagaimana dirinya yang tidak mempercayai sebuah hubungan dan membatasi diri dengan dinding yang kokoh, dapat luluh dengan perlakuan Ziang Wu yang tidak pernah lelah untuk terus memberinya sebuah cinta dengan wujud kepedulian dan perhatian yang tidak berkesudahan. Memberinya bukti bahwa hubungan setiap orang itu tergantung dari siapa yang terlibat. Su Li pernah membaca sebuah buku yang menyatakan, jika manusia akan mengalami tiga fase dalam jatuh cinta. Fase pertama first love yang akan memperkenalkan apa itu cinta, fase