Pengacaraku mengajak pihak kepolisian yang terlibat dalam investigasi kematian Denis untuk berkumpul membicarakan masalah yang menimpa suamiku sehingga menjadi tersangka, lantas kami meminta mereka untuk membebaskan suamiku dari tuduhan.Cukup sulit untuk meyakinkan detektif Toni yang bersikap kritis, meski direktur mereka dengan mudah menyeru untuk membebaskan suamiku karena minimnya bukti.Sampai akhirnya ditemukan hasil lab yang mengatakan bahwa terdapat darah Bastian di ujung pisau milik Denis. Tentu saja itu membuat situasi semakin rumit, mereka menyangka bahwa sebelumnya ada perseteruan antara suamiku dan Denis.Lalu aku menjelaskan bahwa sebelumnya Denis pernah menyerang suamiku di garasi. Dari situlah darah suamiku berasal. Namun itu pun tak cukup menjadi bukti. Pukul empat sudah lewat lima menit, namun kiriman bunga dan surat catatan kematian Denis yang kami rencanakan belum juga datang. Aku harus mencari cara untuk mengulur waktu agar mereka tak langsung menangkap suamiku.
Aku bergegas meninggalkan restoran. Tapi, saat melewati tong sampah di dekat dapur, aku merasa ada yang janggal. Setelah kupikir-pikir, ternyata surat kiriman paket kopi hilang. Aku ingat, setelah merobeknya, lalu membuangnya ke tong sampah itu. Kemudian, Bang Rozi datang. Baiklah, aku tahu apa yang harus kulakukan sekarang.Pertama, aku pulang ke rumah. Mengambil anggur beracun yang kusembunyikan di dalam pot bunga. Kemudian, meneteskan anggur itu kepada sebuah permen. Aku menyiapkan beberapa buah permen, dan hanya salah satunya saja yang akan kugunakan nantinya.aku semakin marah, ini adalah pilihan yang kubuat. Bagaimana pun hanya ada satu jawaban. Orang yang telah merebut benda berhargaku, aku tidak akan memakai perasaan untuk melenyapkannya!Hanya dengan dua miligram racun ADTX ini, orang yang memakannya dalam 12 jam, akan meninggal dengan gagal organ. Aku ingin menggunakan racun yang mereka rencakan padaku, lalu mengambil kembali 10 miliarku.Aku menyiapkan beberapa makanan untu
Baiklah kalau kalian ingin bermain denganku. Dengan senang hati aku meladeninya. Tujuan pertamaku adalah sekolah Sheza. Sebelumnya aku sudah membelikannya sepaket mainan anak perempuan. Lengkap dengan boneka dan rumah-rumahannya.Kuhentikan mobil di depan gerbang sekolah, tak lama kemudian gadis kecil itu keluar sambil cemberut karena tak ada yang menjemput."Sheza!!!" Aku memanggilnya sambil melambaikan tangan."Tante Elena..." gadis kecil berseragam SD dan memakai tas berwarna pink itu berlari menghampiriku dengan raut wajah gembira."Kenapa? Kamu pasti kaget ya, tante jemput kamu?" Aku membungkuk menatap wajahnya yang berubah ceria.Aku lantas mengeluarkan mainan yang kubeli tadi."Ta..da... kamu harus menyukai ini," ucapku bangga."Waaah.. aku suka banget, Tante. Tapi kenapa Tante tiba-tiba memberiku hadiah?" Raut wajah Sheza berubah bingung."Karena ketika Tente keluar dari rumah sakit, kamu yang paling bersemangat menyambut tante, iya kan?" Untung saja aku sudah menyiapkan al
"Anak saya.. Sheza. Dimana dia?" Ucapnya lirih."Kamu bertanya dia dimana? Hahaha.. kenapa Abang mendadak bicara formal begitu.." aku terkekeh mendengar Bang Rozi berbicara formal sambil berlutut, apalagi nada bicaranya sedikit gemetar.Pria berkemeja lusuh itu semakin memelas, seakan putus asa begitu mendalam."Ah, kenapa dengan ekspresimu itu, Bang? Kamu hanya menghadapi ibu rumah tangga biasa, loh.. kamu sungguh rela berlutut seperti itu.. hahahaha," aku tertawa terbahak-bahak. Benar-benar lucu sekali melihat ekspresi Bang Rozi yang ketakutan.Bukannya dia bilang aku hanya ibu rumah tangga biasa dan tak mampu mengalahkannya? "Dimana Sheza???!!!" Dia berteriak penuh emosi. Wajahnya memerah. Aku baru kali ini melihat pria yang suka cengengesan itu marah seperti ini."Ups... sabar.. sabar! Baiklah, uangnya mana? Aku mau lihat dulu uang itu," ucapku setelah tawaku reda.Bastian dan Bang Rozi tergesa-gesa memperlihatkan uang dalam tas yang mereka pegang masing-masing."Ini.. lihat! Se
POV BASTIAN"Apa ini, Bang?" "Gue akan membunuh wanita itu!" ucapnya geram.Aku masih bergeming, Jessica melotot disebelahku melihat foto Sheza dalamnkeadaan tersekap."Cepat bawa uang itu! Kalau gak, gue akan bunuh kalian berdua!"Tanpa pikir panjang, aku segera membongkar kembali uang yang sudah kami kubur. Jessica menarik tanganku, mencegahku agar tidak membongkar kembali uang yang sudah kami kubur."Sayang.. sayang..! Jangan! Kamu akan mengantar uang itu kesana? Itu adalah masalah mereka, kita tidak harus memberikan uang ini pada mereka!" Jessica mencengkram lenganku.Aku menatap lekat manik mata Jessica yang tampak putus asa."Maaf, aku tidak bisa melibatkan anak kecil, ini tentang keselamatan Sheza. Kalau aku tidak segera menghentikan istriku, semua orang akan dalam bahaya," ujarku lemas.Saat aku berhasil mengeluarkan tas besar berisi uang itu, Jessica merebutnya."Jangan! Aku tidak mau kehilangan ini, kita sudah susah payah mendapatkannya, tidak! Jangan!" Jessica memeluk tas
"Selamat tinggal, Elena! Istri monsterku." Aku menarik koper dan dua tas berisi uang 10 miliar itu, setelah kurebahkan tubuh Elena diatas sofa kemudian menyelimutinya.Aku segera menuju garasi, rasanya ini adalah akhir dari kisah menyeramkan dalam hidupku. Selama aku masih menjadi suaminya, aku tidak akan bisa kabur.Kuletakkan uang itu ke bagasi mobil. Bibirku melengkung menyambut kemenangan ini. Uang 10 miliar sepenuhnya akan menjadi milikku. Lalu, aku berhasil kabur dari Elena.Aku menghembuskan napas lega, "ah.. akhirnya bebas!"Tujuan pertamaku adalah ke kosan Jessica, aku ingin mengajaknya merayakan kemenangan ini. Namun, ketika aku sampai disana, sebuah taksi berhenti. Disusul dengan turunnya seorang pria yang merangkul Jessica dalam keadaan mabuk.Aku bersembunyi sambil menutupi keterkejutanku. Jessica memeluk tubuh pria itu dengan erat, mereka berciuman mesra. Aku berusaha tenang, dan mengambil kesempatan untuk mengabadikan pengkhianatan ini. Karena ternyata pria selingkuhann
"Jika surat kematian Denis itu palsu, kita berdua perlu bicara! Kami mendapatkan laporan khusus, bahwa sebelum Denis meninggal, dia bertemu seorang wanita," kata Pak Toni.Aku terdiam."Katanya, di jari manis wanita ini ada perban lukanya," imbuhnya.Aku masih terdiam, namun pikiranku langsung tertuju pada seseorang. Aku merasa apa yang dipikirkan Pak Toni juga sama.Aku mengangguk, "baiklah.. kalau begitu saya pamit pulang dulu!" Kedua detektif itu tidak menghiraukanku lagi. Mereka berdua hanya menatap kepergianku sampai aku canggung dan tersandung sebelah kakiku sendiri.*** Sampai di rumah, aku segera memasukkan mobil ke bagasi yang tadi hanya terparkir di depan rumah. Aku sangat mengkhawatirkan uang itu dari pada istriku.Saat tiba di garasi, aku langsung membuka bagasi mobil memeriksa keadaan uangnya. Ternyata masih aman. Ku keluarkan satu persatu untuk membawanya ke tempat aman.Tiba-tiba Jessica datang memeluk salah satu tas uang yang sudah ku keluarkan."Kamu sungguh hebat,
"Kenapa semuanya berubah drastis.. kamu juga.." Elena kembali bingung sambil menatapku kikuk."Kamu sungguh tidak ingat? Masalah pernikahan kita juga?" selidikku."Tentu aku ingat, kita sudah menikah. Sekarang kita adalah pasangan suami istri. Sebentar lagi pernikahan kita memasuki satu tahun, kan?" Aku mendekati Elena, "kita sudah enam tahun menikah!" ucapku dengan suara pelan sedikit berbisik.Elena mengangah, dia tempak sangat terkejut. Lalu memegang kepalanya sambil memekik kesakitan."Aww.. aku seperti hampir gila. Bagaimana bisa kamu bilang kita sudah menikah enam tahun? Apa yang sebenarnya terjadi?" Aku memutar bola mata, jengah dengan sandiwaranya."Tunggu, aku ingat masih awal pernikahan. Kamu berkata... ah, bagaimana hal ini bisa terjadi.." Elena terus meracau tak jelas.Sreekkk..Tiba-tiba pintu ruangan dibuka. Sheza menyembulkan kepalanya sambil tersenyum manis."Tante Elenaaaa...!" Sheza berlari sambil merentangkan tangannya.Aku segera neyambutnya dengan tangan terbuka