Dua orang di lantai bawah itu masih berbicara selama sekitar lima menit, hingga Jack kemudian turun untukmendapatkannya. Namun sayang, demi mendengar suara langkah orang lain di tangga atas, dua orang itu keluar dari pintu darurat lebih cepat dari kemunculan Jack. Dikejarnya hingga keluar pintu, namun tak menemukan jejak keduanya. Jack berjalan-jalan di lantai tiga yang merupakan ruang rawat pasien umum. Agak sedikit mustahil baginya memasuki begitu saja semua kamar rawat dan mengganggu pasien tak dikenal. Jadi, dicobanya membuka kamar terdekat dan berpura-pura salah masuk. Dia tak menemukan kanehan maupun Pamela dan pria yang berbicara dengannya. “Apakah itu tadi Pamela?” pikir Jack. Kemudian panggilan telepon dari Hunter, masuk. “Bos, kakek Anda sudah selesai cuci darah. Apakah---“ “Tunggu di sana, aku segera kembali!” balas Jack cepat. Setelah meyakini di sekitar tak ada hal yang mencurigakan, dia menuju lift untuk kembali ke tempat perawatan kakeknya. “Ke mana dua orang itu m
Tiga hari tersisa sebelum cuti, dimanfaatkan Jack untuk mengumpulkan informasi tentang Gold Finger di Maroko. Hunter mengirim bawahannya ke Maroko untuk mencari keberadaan Gold Finger. “Jack, bisakah Kau ke rumah melihat ayah?” tanya Brianna di pesan siang itu. Jack menimbang sejenak permintaan itu. Namun, mengingat dia akan cuti selama dua minggu, maka ini adalah kesempatan terakhirnya untuk datang menampakkan diri pada mertuanya. “Tentu saja. Kau bisa kirim jemputan untukku,” balasnya. “Terima kasih, Jack. Akan kukirimkan helikopter sore nanti,” balas Brianna cepat. “Aku sedang ada di luar kota. Jadi, mungkin aku tak bisa menemanimu,” lapor Brianna lagi. “Oke. Berhati-hatilah,” balas Jack kemudian. Setelahnya, Jack kembali fokus pada pekerjaannya hingga sore hari. Dia mengabarkan pada Tuan Fredd kalau tidak akan pulang karena ingin menjenguk ayah Brianna. “Baik, Jack. Jangan khawatirkan kami,” balas Tuan Fredd. “Mari kita pergi,” ujar Jack pada pilot helikopter. Heli itu lan
Mobil Brianna dan One berada di barisan paling depan. Mereka beriringan menuju kediaman Clavin Fisher di kompleks perumahan elit di atas sebuah bukit. Meski mereka melintas beriringan tapi karena Brianna melarang mereka berteriak sepanjang jalan, maka semua anggota Kelompok Bawah Tanah kota Philadelphia itu berhasil melintasi kota dengan aman tanpa kecurigaan polisi.Dalam setengah jam, mereka telah tiba di depan gerbang besi tinggi hunian Calvin Fisher yang super mewah. Semua mobil akhirnya berhenti di depan pintu masuk kediaman dan memenuhi jalan yang cukup sepi di situ. Area kediaman Calvin adalah yang paling luas di kompleks perumahan elit tersebut.Para penjaga di rumah itu seketika bersiaga melihat begitu ramainya orang asing yang berteriak-teriak menuntut balas dan meminta agar Calvin keluar dan mempertanggung jawabkan perbuatannya!“Apa yang mereka inginkan?” tanya Calvin yang baru saja pulang dari rumah sakit.Mereka minta pertanggung jawaban atas tewasnya orang-orang mereka
Dengan kaca mata khusus, mereka bisa melihat menembus kepulan asap dan memeriksa setiap kamar. Hingga seluruh kamar yang berjumlah lima buah di lantai dua telah mereka periksa. Tak ada seorang jua pun yang terlihat. Brianna menggeram marah dalam hatinya.“Bakar lantai ini!” perintahnya dengan suara sedingin es.Meskipun terkejut melihat kekejaman gadis cantik itu, tapi One tetap mengikuti. Tak ada dalam kamusnya membantah perintah atasan. “Baik!” katanya. Dengan cepat pria itu mengeluarkan pemantik dan membakar gorden ruangan di berbagai tempat.Tak lama, asap hitam mengepul keluar dari ventilasi jendela lantai dua. Para penjaga di bawah terkejut meliat asap hitam mengepul dengan pekatnya dari berbagai tempat. Itu berbeda dengan asap dari peluru asap yang ditembakkan. Yang sekarang terjadi adalah, “Kebakaran!”Beberapa penjaga yang cepat menyadari keadaan segera berteriak memperingatkan. Sebagian mereka masuk ke dalam rumah untuk memadamkan api agar tak merembet ke mana-mana.Melihat
Suasana di markas Kelompok Bawah Tanah lebih ramai dari biasanya. Beberapa anggota yang bekerja sebagai dokter dan memiliki kemampuan medis , dipanggil datang untung menolong begitu banyak korban yang terluka oleh senjata tajam bahkan peluru. Semua bekerja keras untuk menyelmatkan sebanyak mungkin anggota yang sebelumnya ikut dalam pertarungan.Brianna dan One bukannya tidak mengalami luka, namun mereka berdua bisa mengobati sendiri luka-luka yang mereka dapatkan.“Sebaiknya Anda kembali ke kediaman dan mencari dokter. Luka-luka itu perlu penanganan tepat agar sembuh tanpa bekas!” saran One.“Aku ingin mengawasi perkembangan di sini lebih dulu,” tolak Brianna.“Bos, jika Tuan Deska mengetahui hal ini, Anda mungkin bisa ....”One tak melanjutkan ucpannya setelah melihat mata Brianna yang tanjam, mendelik dengan tak senang.“Bukankah ayah sendiri yang menyerahkan kepemimpinan kelompok padaku. Dia tak perlu lagi mengurusi hal ini. Biarkan istirahat saja!” tegas Brianna.One mengangguk. “
Hari masih pagi benar kala Jack, Wolf dan dua orang bawahan Lion berangkat. Mereka pergi ke Newark, dimana salah satu bawahan Lion yang menguntit Pamela sejak kemarin sore. Newark tidak terlalu jauh, juga tidak terlalu dekat dengan kediaman Hamilton. Jack merasa, jika mereka datang saat pagi, kemungkinan besar bisa mengejutkan wanita itu.Dua mobil meluncur ke tempat yang disebutkan oleh bawahan Lion. Wolf mengemudi dengan kecepatan sedikit di atas rata-rata. Jalanan belum terlalu padat, sehingga tak sampai satu jam, mereka sudah sampai di tempat pertemuan.“Bagaimana?” tanya Jack.“Dia masuk ke dalam sana sejak pukul satu dini hari dan belum keluar lagi hingga pagi ini, Jenderal,” jawab orang itu cepat.“Siapa saja yang bersamanya?” tanya Jack lagi.Diambilnya teropong untuk ikut mengawasi rumah di seberang jalan. Jack bisa memastikan bahwa penghuni rumah belum lagi terbangun dari tidurnya.“Ada seorang pria paruh baya yang selalu bersama dengannya, sejak aku pertama kali melihat,” j
Jack memperhatikan perubahan ekspresi kakeknya saat melihat foto dua pria di ponselnya. Ada ekspresi marah, lalu berubah sedih.“Kakek mengenal mereka?” tanya Jack. Dia jelas sangat penasaran dengan rahasia pria tua di depannya ini.Edward Hamilton menghela napas panjang dengan susah payah. Seperti menahan rasa sakit yang teramat sangat. Dan Jack bisa melihat, rasa sakit itu disebabkan oleh foto dua pria tadi.Melihat kakeknya tak juga membuka mulut, Jack mendesak. “Kakek harus mengatakan yang sebenarnya. Agar tidak terjadi kesalah pahaman di sini. Apakah ini dendam lama atau---““Yah ... ini dendam lama.” Edward Hamilton mengangguk. Kembali pria tua itu menghela napas panjang, seakan sedang membuang beban berat di hatinya.“Dulu ...dia sahabat baikku. Kami sudah dekat sejak kuliah. Lalu, berbisnis bersama, termasuk dalam mendirikan perusahaan pertama Hamilton. Dia sangat cerdas dan banyak membantu. Saat itu kepemilikan saham perusahaan dibagi dua antara kami. Tak ada yang memiliki le
Hudson terkejut mendengarnya. Belum pernah sekalipun Edward Hamilton bersikap aneh seperti itu. Dia datang mendekat.“Tuan, tolong ... jangan bersikap seperti ini. Anda harus merelakan Nyonya. Hiduplah dengan optimis dan bahagia. Sekarang Tuan Muda Jack sudah kembali, maka habiskanlah cukup banyak kesempatan bersama untuk mengganti waktu yang terbuang selama ini. Itu hutang Anda padanya.” Hudson berkata dengan tegas.Edward Hamilton diam sambil memandangi salju dari balik pintu kaca besar. Kemudian dia mengangguk. “Kau benar, aku punya hutang itu padanya. Aku akan berusaha kuat untuknya.”“Nah ... sudah seharusnya Anda seperti itu. Tuan Muda butuh dukungan untuk menyelesaikan misinya mencari pembunuh orang tuanya!” Pelayan itu tersenyum senang.Edward masih menoleh sekali lagi ke halaman luar, sebelum Hudson mendorongnya masuk ke ruang tengah yang jauh lebih hangat.***Jack sedang mendiskusikan informasi yang didapatnya dari Brianna.“New Meksiko cukup jauh dari sini. Akan lebih cepa