Julian tak terlihat peduli sama sekali, Jemima tak menyerah, dia melanjutkan penjelasannya agar pria itu mengerti. “Oh ya, tapi asal Kamu tahu, meskipun dia gagal jadi ibu tiriku, dia tetap menganggapku seperti putrinya. Banyak uang yang dia berikan untukku, banyak uang juga yang dia berikan untuk ayahku, padahal itu uang hasil jerih payahnya seumur hidup.” Sambung Jemima. “Baiklah, maaf. Aku pikir… hanya aku yang dekat denganmu, tak menyangka masih ada orang lain.” Balas Julian. “Tentu saja, lagipula kita tidak saling kenal dari kecil. Butuh penyesuaian untuk kita saling berbagi cerita.” Jawab Jemima. “Lalu, apa pekerjaanmu disana?” “Menjaga orang tua.” “Oh ya? Kamu suka dengan pekerjaan itu?” Jemima mengangguk. “Kalau Kamu bisa jadi karyawan tetap di hotel ini, apa bisa kamu batalkan pekerjaan disana?” tanya Julian, masih belum pantang menyerah dan berharap kalau Jemima tergiur dengan tawarannya. Jemima menggeleng. “Hah? Kenapa?” Jemima menatap lekat wajah Julian, dia har
Jemima masih melamun sambil mengkhayalkan Julian, dia menyesal karena pria yang dirasa miliknya itu, karena dia yang telah memungutnya dari jalanan, kini disukai orang lain seperti Victor. Seseorang yang jelas tak bisa disainginya. (Pantas Victor rela memberikan apapun padanya, lihat, betapa tampannya pria yang dipungut dari jalanan ini.) Batin Jemima saat Julian berada tepat di depannya. “Hump! ada apa?” tanya Julian karena Jemima mematung menatapnya. “Ah tidak, ayo duduk.” Jawab Jemima. Keduanya duduk bersamaan, seseorang datang sambil membawa sebotol anggur. “Maaf, saya akan menuangkan anggur Anda.” Kata orang tersebut, jelas jika dia seorang pelayan. Julian dan Jemima mengangkat gelasnya, namun Julian sangat terkejut karena pelayan yang kini melayaninya itu adalah Steve. “Steve__” Perkataannya terpotong karena Jemima memandangnya, tampak heran. “Ah, tidak.” Kata Julian lagi. Steve sekilas tampak mengedipkan matanya, pria itu berpura-pura tak kenal dengan Julian, begitupu
Cih! dasar pria kaku, tak peka!) (Kenapa pake bilang mau makan malam denganku segala? Mau pamer?) (Aduh, lihat dia makan? Senangnya… ditraktir kekasih super kaya, dasar mata duitan.) (Bentar, bentar. Katanya dia pria normal, normal apanya? Dasar munafik.)Batin Jemima dipenuhi dengan umpatan untuk Julian. Yang diumpat malah lahap memakan semua makan malamnya. “Hey, kenapa?” tanya Julian disela mengunyahnya. “Apa? tidak enak, Kamu aja yang makan.” Balas Jemima, terlihat kesal. Julian menunduk, berpura-pura makan padahal sedang menyembunyikan tawanya. Dia benar-benar gemas dengan sikap Jemima malam ini, wanita itu terlihat tanpa sadar meminum semua anggurnya. “Nih, habiskan juga punyaku.” Katanya sambil menyodorkan piring isi jatah makan malamnya “Tidak, aku kenyang.” Tolak Julian. “Cih!
Jemima tak menjawab, wanita itu berbalik, lalu menatap wajah Julian dengan matanya yang sayu dan seakan mengajak bercumbu itu. Bibir Jemima mendekat dan kembali mencium Julian hingga tubuh keduanya terjatuh ke atas tempat tidur. Sekarang, Julian tak bisa berpura-pura menolak lagi ketika tubuh cantik itu berada tepat di bawahnya. Julian membuka semua pakaiannya hingga berserakan, lalu mulai menciumi tubuh polos Jemima dari leher, dada, perut, paha hingga ujung kakinya. Tubuh Jemima menggeliat, apalagi saat bibir Julian melumat puting gunung kembarnya yang tampak masih belum dijamah itu. Bagaimanapun juga, Julian tak ingin membuat Jemima kaget atau kesakitan, dia ingin melakukannya dengan pelan karena sepertinya hanya dia yang menikmatinya, wanita itu mabuk berat, belum tentu sadar akan kenikmatan yang akan dirasakannya. Bibir Julian kembali menelusur, Jemima terdengar mendesah saat lidah nakal Julian mulai bermain di area intimnya. Hanya beberapa jilatan, sedikit gigitan dan lumatan
Julian tertegun bingung, ruangan itu terasa sepi tanpa kehadiran Jemima. Dia bertanya-tanya akan kesalahannya, hingga membuat wanita itu pergi tanpa pamit dulu padanya.Beberapa saat terdiam, namun Julian segera bangkit karena dia berpikir mungkin saja wanita itu sedang keluar mencari makanan. Namun, sebuah notifikasi pesan terdengar dari ponselnya, Julian segera melihatnya, berharap itu dari Jemima dan benar sekali tebakannya.Julian tampak senang, sebelum membaca dengan serius pesan panjang dari Jemima.Jemima : Siang Julian, maaf aku harus segera pergi ke kota redapple, aku tak mau membangunkanmu yang tampak sangat nyenyak.Jemima : Julian, maafkan juga atas kejadian semalam, aku benar-benar mabuk.Jemima : Julian, aku pasti sudah gila. Aku bahkan sangat malu jika berbicara langsung mengenai kejadian semalam.Julian tersenyum lembut saat membaca tiga pesan itu, dia juga ingin membalasnya
Jemima sampai di depan pintu kamar nyonya Valencia, dia mengetuk pintu, lalu masuk setelah dari dalam ada seseorang yang menyuruhnya masuk.“Jemima sayang, saya lihat pagi sekali kamu datang? bukankah mulai kerja besok?” tanya Nyonya Valencia, hanya melirik sebentar lalu kembali fokus menyirami tumbuhan yang ada di dalam kamar tersebut.“Iya, Nek. Lagi apa, Nek? Butuh bantuan?” balas Jemima sambil berjalan mendekat.“Ah, tidak perlu. Sudah hampir selesai, sebaiknya kita keluar untuk makan siang.” Ajak nyonya Valencia.Jemima mengangguk, dia masih tampak sungkan. Mereka berdua keluar dari kamar menuju ruang makan, beberapa orang koki terlihat sudah mengatur jatah makan para lansia kaya raya tersebut, nyonya Valencia tak suka berbicara dan terlihat fokus makan saat makanan sudah ada di depannya, Jemima pun ikut diam meskipun memperhatikan.Setelah selesai, dia langsung pergi keluar dan memilih duduk di teras sambil melihat pemandangan, lansia lain tampak sangat menghormatinya.Jemima ta
Jemima menyangkal dengan berbagai cara, masalahnya tidak mungkin, intinya Julian dan cucu wanita ini ibarat bumi dan langit.“Hm, baiklah. Jadi apa karena dia? hingga membuatmu tidak bisa tinggal disini bersama Alma?” tanya nyonya Valencia.Jemima tampak berpikir untuk sejenak, “bisa iya, bisa juga tidak, Nek. Soalnya aku masih ada urusan dengan keluargaku disana.” Jelasnya.Nyonya Valencia tampak mengerti, hanya saja dia tidak mau terlalu kepo dengan urusan gadis itu disaat dia memiliki sosok Alma yang sudah seperti ibu kandung bagi gadis tersebut.“Baiklah, Nek. Ayo lanjutkan ceritakanlah tentang cucu Nenek itu lagi.” Pinta Jemima karena selain ingin lebih mengenal nyonya Valencia, dia juga ingin menjadi pendengar yang baik disaat wanita itu terlihat antusias mengenang cucu nakalnya.Keduanya terlihat intens, sesekali tertawa, menangis hingga merenung bersama, obrolan keduanya tampak menarik.***Hotel Vascos, Kota Spring Brooks.“Masih menolak untuk bertemu tuan Maxim?” tanya Victo
Tak lama kemudian Sang manajer tadi datang dengan menggandeng dua gadis cantik.“Keduanya yang terbaik, selamat bersenang-senang.” Ujarnya penuh kebanggaan.Dua gadis itu tampak sudah tahu posisinya masing-masing, sepertinya Sang manajer sudah memberinya bocoran tentang siapa saja kedua tamu tersebut. Victor terlihat bersemangat, seperti kucing yang diberi makan ikan, tak mau menunggu untuk segera menyantapnya. Dia dan pasangannya segera pergi ke ruangan yang lebih privasi, sementara Dante ditinggalkan dengan gadis pendampingnya.Dante tampak datar saat gadis di sampingnya mulai duduk merapat kepadanya, dirasa Dante diam saja, gadis itu pun mulai ingin melanjutkan aksinya.“Lama tidak datang, tuan Dante.” Kata gadis itu sambil duduk di pangkuan Dante, lalu mengambilkan minuman dan meminumkannya ke mulut Dante dengan sangat lembut, bergairah dan profesional.“Hump, your name?” balas Dante setelah meneguk satu tegukan minumannya dan mendorong agar gelas itu segera disingkirkan dari depa