Dante mengusap lembut pipi Viona, gadis itu tampak tersipu apalagi Dante memperlakukannya dengan sangat lembut. Awalnya dia berniat memberikan service terbaiknya, tapi kini malah sebaliknya, saat tubuhnya berada di bawah tubuh pria tampan itu, situasi telah berubah.
“Ah__” Viona mendesah saat Dante menjamahnya, tubuhnya terasa hangat dan hatinya berbunga-bunga.“Ah__” Viona kembali mendesah cukup keras saat tubuh kekar di atasnya benar-benar menyatu bersama, kini diantara mereka berdua tak ada tembok pembatas seperti pertama kali mereka bertemu.“Kamu menyukainya, Sayang?” bisik Danta, Viona mengangguk hingga tak bisa berkata-kata.“Maaf, aku ingin melakukannya perlahan, tapi entah kenapa sesuatu terasa mendorong adrenalinku untuk menjamahmu segera.” Bisik Dante lagi, sesekali mengusap rambut kepaka gadis yang kini sedang ditindihnya itu, lalu mengecup keningnya.“Lakukan sesukamu, fuck me!” desah Viona.“Sial! apa yang Kau lakukan, Viona?” tanya Rocky yang tak percaya dengan apa yang dilihatnya itu.“Aku tak menyuruhmu melayani tuan Dante! berani sekali Kau, Viona!” teriak Rocky, andai Dante tak menyuruhnya menggeser atau melakukan apapun, dia pasti sudah membuat jera wanita itu.“Lihatlah, apa yang akan Kau terima setelah semua ini selesai!” ancam Rocky dengan napas tersengal-sengal karena menahan amarah.Dante hanya terduduk pasrah, bersandar sambil memejamkan kedua matanya. Tentu saja itu dilakukannya untuk melawan hasrat birahinya yang sangat tak terkendali itu, dia tak mau nantinya malah menerkam Rocky dan berbuat mesum pada pria itu, dalam keadaan begini, siapapun akan terlihat menggairahkan dan tidak mau dicap pria tak bermoral.“Ada apa, Tuan___” Victor datang terburu-buru, tapi pertanyaannya tak berlanjut karena melihat situasi Dante yang berantakan.Victor melihat sekeliling, ada wanita di ats kasur yan
Dante membuka kedua matanya dan menatap ke arah Viona, saat nama ‘Sarah’ keluar lagi dari bibir wanita itu. “Bukankah wanita itu juga pelacur dan masih berkeliaran__” “JANGAN! BIARKAN DIA BICARA!” potong Dante saat melihat Rocky mendekat ke arah Viona dan bersiap memukul wanita itu. Rocky mundur, Victor yang akan ikut memberikan pelajaran juga segera terdiam dan memperbaiki posisi duduknya. “Kenapa diam? tak Kau lanjutkan?” tanya Dante. Viona tampak ketakutan tapi wanita itu seakan berada diujung tanduk antara hidup dan mati hingga memiliki keberanian untuk berbicara. “Aku pikir… Anda akan menyukaiku, tapi saat pertama kita bertemu, rupanya… Anda membenciku.” Kata Viona. “Lalu kesempatan kedua datang padaku, aku ingin memperbaikinya, tapi… Anda masih tak mau menerimaku.” Lanjutnya. Dante mendengus bingung, karena sepertinya Viona sudah salah arti dengannya. “Aku tidak membencimu, Viona. Aku hanya tak suka caramu, aku juga tak suka karena Kau terus mengungkit nama Sarah, Kau t
Victor mengangkat satu alisnya saat dahinya mengernyit karena sedikit terkejut, tak menyangka musuhnya itu akan bersikap sejauh ini dan tahu keberadaan Dante saat ini. “Apa yang dia janjikan sampai Kau mau berbuat sebodoh ini, Viona?” tanya Victor, sedangkan Dante tampak kembali duduk setelah mendengar nama Hector. Viona menggeleng, “lalu kenapa Kau mau melakukannya?” tanya Victor lagi, “apa Kau merasa percaya diri bisa memiliki tuan Dante?” lanjutnya. Viona tampak mengangguk, “cih! wanita jalang yang bodoh!” cibir Victor. Viona melirik benci ke arah Victor meskipun pria itu tampak tak peduli dengan tatapannya tersebut. “Bagaimana ini, apa kita akan lanjut melaporkan?” tanya Victor pada Dante. “Lupakan saja, kita tak harus kembali ke tempat ini lagi.” Jawab Dante. Ada kelegaan di wajah Viona dan Rocky saat mendengar jawaban itu. “Apa kali ini juga Kau akan meloloskannya? bukankah sebaiknya kita beri pelajaran wanita ini juga pesuruhnya?” desak Victor yang tak terima dengan jaw
Victor dan Egan memandang ke arah Miller, seolah-olah ingin menyuruh pria itu diam, meremas rapat bibirnya yang manis itu. Pertanyaan dari Miller sungguh tak terduga, hingga membuat Victor dan Egan geram. "Iya, apakah Anda butuh obat?" balas Steve. Egan dan Victor merasa pasrah karena dua rekan baru mereka begitu ceroboh dan tidak peka. "Obat? Apakah Anda punya obat untuk ini?" tanya Dante sambil membuka penutup area intimnya dengan tatapan tajam. Steve tiba-tiba menatap ke bawah, matanya seolah-olah ingin melompat keluar. Sekarang dia paham mengapa ekspresi Egan dan Victor begitu terkejut padanya. Mereka berlima akhirnya tiba di Villa Dante, Steve dan Miller segera mencari es tanpa perintah dari Victor atau Egan. Terutama setelah mereka menyesali pertanyaan mereka pada Dante, yang jelas merupakan momen yang memalukan. Bathtub sudah terisi penuh dengan air es, Dante diizinkan untuk merendam dirinya di dalamnya, sementara keempat bawahannya duduk bersama untuk berbincang. "
Miller tampak geram saat melihat pria itu. Dia tak menyangka kalau akan melihatnya di rumah itu. “Ayo kita mendekat,” ajak Egan, lalu keduanya kembali menyelinap untuk melihat keadaan di dalam rumah. Terlihat Ian atau William Maxim sedang berbincang dengan beberapa orang. Mereka tampaknya adalah keluarga Jemima. “Aku ingin segera menikahi Jemima, bisakah dipercepat?” tanya Ian. “Tentu saja, Nak. Sesuai keinginanmu,” jawab si wanita paruh baya. Egan menduga wanita itu adalah ibu atau bibi dari Jemima. “Untung saya melihatnya saat dia datang. Kamu harus memberi saya hadiah,” sahut wanita yang tampak sebaya dengan Jemima. “Jangan lupa, aku juga,” ujar seorang pria muda. Semua tampak tertawa bersuka ria. “Tentu saja, Kak Shania dan calon adik iparku Shawn, kalian pasti mendapat hadiah.” Ian balas setelah tertawa. Egan dan Miller yang mendengar dan melihat percakapan mereka mencoba menebak siapa keluarga itu. “Di mana Jemima?” bisik Miller. “Sepertinya di ruang bawah tanah,” jaw
Mark dan istrinya saling memandang, tebakan mereka sepertinya benar bahwa Ian adalah pria yang licik. “Tapi, Jemima lebih berharga daripada hutang kami. Tolong pikirkanlah,” bujuk Mark. “Ya, tolong pikirkanlah, menantuku. Bukankah Anda sudah berjanji? Kami sudah membawa Jemima sesuai janji, sekarang kami menagih janji Anda, bukankah adil?” bujuk istri Mark, dia terdengar bijaksana. Ian terdiam, tampak berpikir karena nampaknya kedua orang tua itu tidak mudah dikelabuinya. “Baiklah. Nikahi dulu Jemima saja, uang akan segera diberikan,” kata Ian. Mark dan istrinya saling bertukar pandang, memberi isyarat bahwa mereka tidak menerima kesepakatan tersebut. “Maaf, menantuku. Jika begitu… kami tidak dapat menikahkan Jemima denganmu,” celetuk istri Mark. Kini giliran Ian yang tidak mau menerima perkataan wanita tersebut. “Nyonya Bela
Melihat ayahnya marah dan adik kesayangannya tampak tak berdaya, Shania segera memasang badan.“Biar aku saja yang melihat.” Sahut Shania sambil berjalan ke arah pintu, sebelumnya dia mengintip siapa yang datang, lalu dia segera bersembunyi di balik pintu.“Siapa?” tanya Bela, berbisik.Shania tampak senang sambil meraba dadanya yang sepertinya sedang berdebar-debar itu.“Pangeran dari mana jam segini mengetuk pintu rumahku? Apa aku harus membuka pintu?” tanyanya, berbicara sendirian sambil memintal-mintal rambut ikalnya.Melihat kelakuan putrinya yang genit tak beralasan itu, Bela tahu kalau di balik pintu rumah mereka bukan seseorang yang berbahaya, Bela langsung saja menyingkirkan tubuh anaknya yang menghalangi pintu dan membukanya segera.“Aw!” Shania meringis karena bahunya menabrak ujung sofa, sang ibu hanya membalas dengan kerlingan mata kesal.“Hey… siapa ya?” tanya Bela saat melihat wajah pria di depannya yang tadinya kesel jadi mendadak ramah.“Ekhem, maaf Nyonya. Benarkah i
Jemima terdengar ketakutan.“Tunggu saja, saya hanya memastikan bahwa Anda berada di ruangan ini dengan aman,” jawab Egan lagi, berusaha meyakinkan wanita itu.“Kami pergi dulu, sebaiknya Anda beristirahat,” lanjutnya, namun Jemima tak terdengar bersuara lagi. Hanya saja, sayup-sayup terdengar suara wanita itu menangis terisak.“Ayo Miller, aku sudah selesai,” lapor Egan sambil menekan earphonenya, mau tak mau dia harus meninggalkan wanita itu sendirian.Miller masih terdengar bertukar kata-kata, pria itu terus mencari alasan untuk menolak masuk meskipun keluarga Sullivan menyuruhnya duduk untuk sebentar saja.“Maaf, Tuan, Nyonya, dan… nona Shania. Saya tidak bisa masuk malam-malam begini, jika berkenan mungkin besok siang saya akan bertamu lagi.”“Wah, Anda sungguh pria yang sopan dan baik ya,” puji Bela dengan mata berbinar.“Anda juga ingat nama saya,” sahut Shania sambil malu-malu sampai-sampai Miller jijik melihat kelakuan wanita itu yang berbanding terbalik saat berbincang denga