Luna yang ditolak mengikuti acara tahlilan di hari pertama hingga hari ke tiga oleh putri kesayangan Reza, memaksakan diri pergi ke rumah Reza untuk mengikuti acara tahlilan di hari ke tujuh. Tepat pukul enam sore Luna berkendara bersama Syamsul, sopir pribadinya menuju rumah duka untuk mengikuti acara tujuh hari almarhum suaminya. Di dalam perjalanan menuju rumah tersebut, Luna teringat atas cerita sahabatnya yang bernama Arumi, perihal sahabat karibnya yang bernama Cintya telah tiba di Indonesia dua hari lalu, usai melakukan liburan bersama pacarnya. Maka, kesempatan tersebut digunakan oleh Luna untuk menghubungi sahabat karibnya.“Halo! Apa kabar?” tanya Luna pada sambungan telepon.“Baik..., lagi dimana? Di kantor ya?” tanya Cintya menjawab panggilan telepon.“Kagak, gue lagi di jalan. Gue denger dari Arumi, elo udah balik ke Indo?” balik tanya Luna.“Iya, baru dua hari lalu gue balik. Capek jalan-jalan pake tour guide. Mending tour sendiri aja kali, kecuali kita kagak bisa bahasa
Setelah hari ketujuh sejak kematian almarhum Reza, wanita cantik nan cerdas itu memutuskan untuk bekerja seperti biasa. Luna ingin melupakan semua kesialan yang menimpanya. Bahkan, desas-desus kematian Reza usai menikahi Luna masih menjadi gosip yang belum sepenuhnya diyakini sebagai berita yang akurat. Beberapa karyawan menanggapi hal itu sebagai kabar burung saja. Sementara Siska sang sekretaris yang setiap hari selalu bersama Luna saja sama sekali tidak mengetahui kebenaran atas berita tentang sang CEO cantik tersebut, kala tujuh hari lalu membatalkan seluruh pertemuan dengan koleganya dan menjadwal ulang rapat intern yang biasa dilakukan Luna. Dan pembatalan itu bersamaan dengan kematian almarhum Reza yang telah berjalan selama tujuh hari.Seperti saat ini, saat Siska berada di Pantry yang berada di lantai 7, ada salah seorang staf langsung bertanya pada Siska, mengenai berita burung yang semakin santer terdengar.“Mbak Sis..., si bos udah mulai masuk kerja ya?” tanya Emil seoran
Usai Siska keluar dari ruangan tersebut, Luna dan Devan terdiam kembali. Kemudian, Luna meraih cangkir kopinya seraya menawarkan teh yang telah di sajikan Siska di depannya.“Minumlah...,” pinta Luna seraya menyeruput kopi yang ada di tangannya dengan sesekali meniup-niupkan uapnya. Setelah Devan meletakkan teh yang telah diminumnya kembali, Luna membuka percakapan di antar mereka.“Dev, waktu aku ke rumah kemarin ... Aku sudah tegaskan kalau aku sama sekali nggak akan menuntut atas apa pun. Itu hanya perjanjian konyol yang dibuat papaku dan almarhum papa kamu. Jadi abaikanlah. Apa pun, yang telah papa kamu terima dari keluargaku adalah sebagai wujud kesetiaannya pada keluarga kami,” jelas Luna menatap lelaki tampan yang juga menatapnya saja wanita dewasa nan cantik jelita berbicara.Dengan menelan salivanya, lelaki tampan dengan wajah maskulin itu angkat bicara, “Bu Luna..., kesepakatan yang dibuat itu, kesepakatan antara Bu Luna dengan orang yang kini telah wafat. Jadi, apa yang di
Atas saran Arumi dan Cyntia, Luna pun akhirnya menyampaikan pada Subroto perihal keinginan Devan, putra Almarhum Reza untuk mengambil alih tanggung jawab yang dibebani oleh almarhum papanya, saat Subroto usai melakukan cuci darah.“Papa..., ada hal yang mau Luna sampaikan,” ucap Luna duduk di sisi Subroto usai lelaki berusia 60 tahun ini menunggu obat yang akan diberikan usai melakukan cuci darah.“Bicaralah Luna, sebelum waktu Papa habis,” ucap Subroto yang merasa semakin hari semakin merasakan rasa lelah atas penyakitnya.“Papa ... Setelah 40 hari almarhum Reza. Rencananya, putranya akan melamar Luna. Setelah itu, satu bulan kemudian kami akan menikah,” tutur Luna pelan nyaris berbisik di telinga Subroto.“Kenapa seperti itu? Bukankah, kita sudah membebaskan dirinya dari perjanjian itu?” tanya Subroto dengan berbisik pula.Lalu, Luna menceritakan kedatangan Devan ke kantornya usai acara tujuh hari Reza dan lelaki muda itu bersikeras untuk menjalani apa yang diamanahkan oleh papanya.
Dua minggu kemudian, seluruh anggota keluarga dari Subroto yang diundang dalam perhelatan lamaran Luna telah hadir satu jam sebelum keluarga Devan hadir. Di rumah mewah Subroto hadir adik perempuan Subroto yang bernama Pungki dengan putra kembarnya berusia 20 tahun tanpa kehadiran sang suami yang sedang berada di luar negeri. Hadir pula, Susetyo bersama Jessica dengan membawa dua anak mereka, Dini dan Dina serta beberapa kerabat dari Subroto yang kini terlihat mengenakan setelan jas berwarna abu-abu dengan kemeja berwarna biru muda dan duduk di kursi rodanya di dampingi oleh ajudannya, Dicky.Pada ruang tamu yang cukup besar hingga menuju ruang keluarga digelar karpet permadani nan empuk dan lembut berwarna biru tua. Beberapa anggota keluarga Subroto berada di ruang keluarga hingga ke ruang santai. Dimana di ruang santai ditata kursi-kursi yang awalnya berada di ruang tamu dan keluarga ditempatkan pada ruang santai.Sampai akhirnya, tamu dari pihak keluarga almarhum Reza yang diwakili
Devan dan Amrita yang mengikuti langkah Luna pun, sampai di ruang kerja wanita cantik itu. Kemudian, Luna yang tampil glamour dan cantik mempersilakan Amrita dan Devan untuk duduk di sofa panjang pada ruang kerjanya.“Silakan bicaralah,” ucap Luna menatap Amrita yang tampak memandang ke arah putranya.Kemudian dengan menatap lekat pada Luna, mantan madu Luna yang kini akan menjadi mertua pun membuka pembicaraan.“Non Luna, setelah menikah ... Devan harus tetap tinggal di rumah. Karena, Non Luna juga tau sendiri kalau Devan, kini menjadi kepala rumah tangga di rumah kami,” ucap Amrita memandang ke arah Devan dan Luna bergantian.Mendengar hal itu, Luna yang juga tidak bisa meninggalkan Subroto di rumah mereka merasa keberatan dengan permintaan Amrita.“Kak Rita, sepertinya aku juga nggak bisa tinggal di rumah bersama keluarga Kak Rita. Kalian sendiri tau, bagaimana kondisi papaku,” ujar Luna memandang ke arah Devan seolah memohon pengertiannya.Devan yang tahu posisi Luna memandang ke
Akhirnya setelah dua bulan lamaran yang dilakukan oleh keluarga Amrita lewat iparnya yang bernama Rizky, perhelatan pernikahan antara Luna dan Devan dilakukan di rumah Luna. Sekitar pukul 9 pagi, seluruh anggota keluarga Devan yang menggunakan kostum seragam tradisional berwarna biru muda dengan kain batik memberikan perbedaan yang mencolok dengan keluarga Luna yang menggunakan gaun pesta berwarna biru muda pula bagi wanita dan untuk prianya memakai jas berwarna biru muda dengan kemeja berwarna putih dan dasi kupu-kupu berwarna biru tua.Sementara Luna menggunakan kebaya brokat berwarna putih dengan payet putih dan ikat pinggang berwarna biru tua dengan rambut yang di sanggul serta make up lengkap hingga membuat aura kecantikan pada diri Luna terpancar saat wanita cantik itu menggunakan kerudung berwarna putih.Begitu juga dengan Devan, lelaki tampan itu menggunakan jas berwarna putih dengan kemeja putih dan satu bunga mawar pada kantung jasnya berwarna biru tua serta sebuah penutup k
Luna yang tak mampu memejamkan matanya merasakan detak jantungnya kian berdebar dibarengi dengan basahnya telapak tangan wanita cantik itu saat mengingat hal yang akan terjadi pada dirinya dan Devan saat berada di dalam kamar berduaan.“Gimana aku harus menghadapi lelaki muda itu? Apa aku diam saja? Atau mengikuti saran Arumi dan Cintya?” tanyanya pada diri sendiri.Kembali Luna teringat kata-kata kedua sahabatnya pada pertemuan antara Ia dan kedua sahabat karibnya Arumi dan Cintya, tiga hari lalu di rumahnya.“Luna, menurut gue ... Elo nikmati aja pernikahan yang tiga hari lagi elo lakuin. Masalah si Devan masih punya pacar, abaikan aja. Yang paling berhak atas diri Devan itu elo!” ujar Arumi.“Betul Rumi! Soalnya nih ... Abis nikah pastinya elo lakuin malam pertama dong. Maksud gue, kalau elo bisa servis si Devan yang masih muda itu di ranjang, gue rasa perjanjian di atas kertas itu akan jadi sebuah perjanjian. Kecuali ... si Devan udah pernah juga main kuda-kuda’an sama pacarnya,”