Share

Bab 7 : Subroto ingin Luna Menikah

Luna beserta beberapa orang yang ikut ke kantor polisi tiba di gedung tinggi pencakar langit, sekitar pukul tiga sore. Reza yang mendengar cerita dari beberapa orang tentang sang Bos yang diserang oleh Andrew membuat Reza cemas dan menunggu di depan ruang kerja Luna. Sampai akhirnya, Luna bersama sekretarisnya tiba di lantai 7 tempatnya berkantor, sedangkan Reza sendiri bersama beberapa staf bagian marketing berada di lantai 8.

“Sore Bu Luna, bagaimana kondisi Ibu?” tanya Reza berdiri dari kursi yang berada di depan ruang kerja Luna.

“Baik,” ucap Luna singkat.

“Syukurlah..., untung saja saya nggak jadi menghubungi Pak Subroto. Karena beberapa kali saya hubungi Ibu nggak di angkat,” ujar Reza selaku HRD pada perusahaan tersebut.

“Pak Reza, lain kali jangan punya pikiran untuk hubungi Pak Subroto..., Bapak tau sendiri kan, kondisi Pak Subroto lemah,” pinta Luna tanpa memandang ke arah Reza masuk ke dalam ruang kerjanya.

Tak lama kemudian, sekretaris Luna yang ikut masuk ke ruang kerja Luna memanggil HRD dan sekuriti yang masih berada di depan ruang kerja Luna.

Kedua lelaki yang bekerja pada perusahaan tersebut pun, masuk ke dalam ruangan kerja Luna yang telah tampak rapi. Karena usai penetapan tersangka dan garis polisi dilepas, cleaning service merapikan ruang kerja yang agak berantakan usai terjadi peristiwa di dalam ruangan tersebut.

“Silakan duduk,” pinta Luna dari meja kerjanya mempersilakan kedua stafnya duduk pada bangku khusus tamu.

Setelah itu, Luna beranjak dari tempat duduknya berjalan menuju ruang tamu pada ruang kerjanya dan duduk di sofa tunggal bagian tengah. Sementara, sekretaris Luna, menyiapkan minuman untuk ketiganya setelah itu keluar dari ruangan tersebut untuk menghubungi beberapa kolega yang batal bertemu dengan Luna, selalu CEO perusahaan tersebut

“Baiklah..., di sini akan saya sampaikan pada Pak Imron, untuk lebih berhati-hati lagi menerima tamu yang akan bertemu dengan saya. Jadi, mulai sekarang ...  Setiap tamu harus menyerahkan kartu identitas diri. Lalu, hubungi sekretaris saya. Jangan biarkan tamu tersebut masuk sebelum ada konfirmasi kepastiannya. Paham yaa?” tanya Luna memandang ke arah Reza selaku HRD dan Imron selaku sekuriti.

“Siap Bu,” jawab Imron sambil menganggukkan kepalanya. Begitu juga dengan Reza.

“Untuk Pak Reza, tolong dibuatkan aturan baru untuk penerimaan tamu pada setiap bagian,” perintah Luna pada HRD.

“Siap Buu...,” jawab Reza kembali.

Tak lama kemudian, terdengar dering ponsel Luna yang diletakkan di meja kerjanya. Luna meninggalkan tempat duduknya dan  melangkah panjang menuju meja kerjanya dan meraih ponselnya. Terlihat nama Subroto pada bagian depan layar ponselnya. Kemudian, Luna pun menjawab panggilan tersebut.

“Halo ... Pa...,” sapa Luna pada sambungan ponselnya.

“Luna, apa yang terjadi sama kamu? Tadi Om kamu cerita, kalau lelaki jahanam itu ke kantor dan buat keributan di sana. Apa kamu baik-baik saja?” tanya Subroto dalam sambungan telepon dengan intonasi panik dan terdengar suaranya tampak melemah.

“Luna baik-baik aja, jadi Papa tenang aja..., malah sekarang ini Luna sama Pak Reza dan sekuriti lagi membahas masalah keamanan di kantor,” tutur Luna meyakinkan Subroto yang terdengar panik atas kondisi dirinya.

“Oh, syukurlah..., apa bisa Papa bicara dengan Reza sebentar?” tanya Subroto berbicara dengan suara pelan.

Mendengar permintaan Subroto, Luna memberikan ponselnya pada Reza yang duduk bersebelahan dengan Imron.

“Pak Reza, ini Pak Subroto mau bicara,” ujar Luna memberikan ponselnya. Setelah itu, Reza pun berbicara dengan Subroto dalam sambungan ponsel Luna.

“Sore Pak, apa kabar?” sapa Reza.

“Reza..., aku saat ini sedang menuju rumah sakit bersama Dicky. Tapi ... Tolong jangan katakan hal ini pada Luna, karena aku kasihan pada dia yang baru merasakan shock berat. Apalagi saat ini aku merasa bagian pinggangku terasa sangat sakit. Tolong, segera temui aku di rumah sakit Bhakti Rahayu,” ujar Subroto pelan.

“Baik Pak...,” jawab Reza menutup ponsel tersebut dan memberikannya pada Luna.

Setelah itu, Reza yang diminta untuk tidak mengatakan pada Luna atas sakitnya Subroto dan sedang dibawa ke rumah sakit, mematuhi permintaan sang bos besarnya. Kemudian lelaki tampan itu, meminta izin pada Luna untuk keluar dari ruang kerjanya.

“Maaf Buu ... Saya permisi dulu. Ada pekerjaan penting yang harus saya kerjakan,” izin Reza sembari melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

“Silakan Pak Reza. Tolong nanti segera buat peraturannya. Biar saya bisa lihat dan kalau perlu di revisi agar bisa secepatnya di revisi,” pinta Luna.

Setelah itu Reza pun beranjak dari tempat duduknya dan keluar dari ruang kerja Luna. Dan dengan berlari kecil Reza menuju lift untuk membawanya ke lantai dasar.

Sesampai di Lobby, Reza tergesa-gesa keliar dari pintu kaca menuju tempat parkir. Sesaat kemudian, mobil yang dikendarai oleh Reza pun keluar dari area gedung bertingkat 21 menuju rumah sakit Bhakti Rahayu.

Selama dalam perjalanan, Reza selalu berdoa dan berharap kalau keluhan Subroto atas bagian pinggangnya yang sangat terasa sakit itu, bukan suatu penyakit yang mematikan. Karena, selama ini Subroto telah begitu banyak membantu kehidupan Subroto dan keluarganya.

Satu jam kemudian, Reza pun sampai di rumah sakit Bhakti Rahayu dan mencari Subroto yang tengah ditangani di ruang UGD ditemani oleh Dicky yang menjadi ajudannya sejak Subroto menjabat sebagai CEO dari perusahaan yang saat ini dipegang oleh Luna.

“Bagaimana Pak? Apa semua baik-baik saja?” tanya Reza saat bertemu dengan Subroto.

Dengan wajah pucat, Subroto pun berucap, “Semua tidak baik-baik saja Reza. Hasil pemeriksaan laboratorium menyatakan aku gagal ginjal. Maka aku harus melakukan cuci darah terus menerus,” urai Subroto dengan suara lemah.

“Ya Allah...,” ucap pelan Reza dengan wajah sedih memegang tangan Subroto yang telah berjasa bagi kehidupan keluarga mereka.

***

Selama tiga bulan, Subroto bolak balik ke rumah sakit untuk menjalani cuci darah dan mencari donor ginjal yang cocok dengannya. Walaupun Luna ingin mendonorkan ginjalnya, namun tidak ada kecocokan dengan Subroto sehingga, Luna yang mengetahui kondisi Subroto yang kian melemah kian kuatir atas jiwa papanya.

“Papa..., kita coba berobat keluar negeri saja ya?” bujuk Luna pada saat Subroto harus masuk ruang ICU untuk ke sekian kalinya.

“Sayang..., Papa nggak mau wafat di luar negeri. Biar Papa tetap di sini,” lirih Subroto.

“Papa ... Jangan bicara seperti itu. Jangan tinggalkan Luna, Pa...,” tangis Luna saat melihat kondisi Subroto yang kian melemah.

Lalu, di saat kondisi Subroto kian melemah, lelaki berusia 60 tahun itu pun, berbicara pada putrinya dengan suara lemah.

“Luna ... Papa ingin melihat kamu menikah, sayang. Papa ingin ada lelaki baik yang kelak akan melindungi kamu dan Papa juga ingin kelak, ada penerus atas apa yang ” ucap Subroto lirih.

“Papa ... Bagaimana Luna bisa menikah? Sampai saat ini aja Luna belom punya teman dekat. Luna juga takut kalau sampai salah memilih,” ujar Luna di antara tangisnya.

Lalu, di antara sadar dan tidaknya, Subroto yang masih di ruang ICU pun, berucap pada putrinya, “Luna..., apa kamu keberatan jika menikah dengan Reza? Memang Reza telah beristri. Tapi, kalau saja istrinya setuju Papa ingin dia jadi pendamping hidup kamu. Papa lihat, dia adalah lelaki baik, Luna. Kelak kamu akan punya anak yang baik juga, karena bibit kebaikan Reza akan menjadikan anak-anak kalian baik juga.”

Mendengar permintaan Subroto yang tak masuk akal, Luna hanya terdiam. Luna berpikir sangat mustahil jika Reza yang telah beristri dan punya anak akan menerima permintaan papanya. Sekalipun, Luna tahu kalau Subroto sangat baik dan memberi perhatian lebih pada lelaki jujur seperti Reza. Namun, masalah hati tidak akan bisa dibeli, pikir Luna.

“Luna ... Jika ternyata Reza menerima tawaran Papa, apa kamu mau menikah dengan Reza?” tanya Subroto kembali.

“Ya Pa ... Tapi, Papa harus sehat yaa...,” jawab Luna dalam kebingungan.

“Papa janji akan berjuang melawan penyakit ini, asal kamu menikah sayang...,” pinta Subroto kembali.

Setelah itu, kesepakatan antara Subroto dan Luna pun terjadi di ruang ICU di saat Subroto sedang berjuang dari kondisi kritisnya. Luna yang yakin jika Reza menolak permintaan Subroto mengiyakan apa yang jadi keinginan papanya. Di samping itu, Luna juga percaya kalau Reza adalah lelaki baik yang telah dipantau selama ini oleh Subroto. Hanya saja yang jadi kendala adalah istri Reza yang belum tentu menyetujui keinginan dari Subroto.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status