Duh, mesti jawab apa ya?“Emmh, saya nggak marah. Hanya saja saya sedikit kaget.” Akhirnya kalimat itu yang meluncur dari mulutku. “Wajar saja. Maaf jika membuatmu tidak nyaman,” timpalnya.“Saya kaget, Pak Dokter ngakuin saya sebagai calon istri. Memangnya Pak Dokter tidak malu?”Dia mengernyit sejenak. “Malu? Kenapa harus malu?” katanya. “Kamu wanita, seagama. Lalu apa yang bikin malu?”Duh, begini ternyata kalau ngomong sama orang pinter, bikin susah jawabnya.“Saya … hanya orang biasa. Jauh berbeda jika dibandingkan dengan Pak Dokter,” jawabku seolah dia sedang melamarku. Kegeeran banget ya, aku ini.Dr.Radit tertawa pelan. “Memangnya saya ini siapa? Saya sama dengan kamu. Manusia biasa,” katanya dan membuatku mati kutu.“Saya hanya ingin berterima kasih karena kamu sudah mau menolong ibu saya dan menyelamatkan saya dari Vira, tadi.”Kata ‘menyelamatkan’ membuatku agak sedikit bingung.“Menyelamatkan?” aku hanya membahas kata itu tanpa mengungkit tentang pertolonganku pada Bu Wa
POV YasminAku meminta dr.Radit untuk masuk dulu ke rumah agar aku bisa mengobati luka di pipi juga ujung bibirnya yang pecah. Bersyukur aku bisa mengusir Mas Agus dengan mengguyurnya pakai seember air bekas ngepel tadi pagi. Kebetulan aku belum sempat membuangnya karena lupa.“Dikompres dulu, Pak Dokter.” Aku mengulurkan tangan yang memegang handuk kecil yang telah direndam air es. Dia meringis saat aku mengusap ujung bibirnya dengan handuk dingin.Tatapan dr.Radit terlihat kosong. Entah apa yang sedang dipikirkannya. Apakah dia memikirkan hal buruk tentangku? Entahlah.“Mas Agus itu suami kamu?” Akhirnya dr.Radit membuka suara. Aku menghentikan mengompres pipinya yang merah bekas tinju Mas Agus.“Lebih tepatnya … mantan,” ucapku lirih. Entah kenapa aku ingin sekali menceritakan tentang apa yang telah terjadi dengan pernikahanku juga Mas Agus. Aku menceritakan secara garis besar saja.“Apa? Hanya karena make up, dia sampai menuduh kamu tidak perawan bahkan menuduh kamu hamil?” dr.
Hingga malam itu ... aku makan malam dengan Ibu dan juga Yasmin. Dia masih secantik dulu, tapi rasa dalam hatiku sudah memudar. “Apa dia wanita yang pernah kamu ceritakan itu, Dit?” pertanyaan Ibu membuyarkanku dari lamunan. Aku menoleh. “Ah, iya,” jawabku singkat. “Sangat cantik,” gumam Ibu dan aku pun setuju dengannya. “Ibu tidak ingin menghancurkan masa depanmu, Dit. Jika kamu memang mencintainya, pergi dan kejarlah. Ibu ini sudah tua, tidak perlu kamu pikirkan. Kamu justru harus memikirkan masa depanmu yang masih panjang. Kamu pasti lebih maju jika di kota,” katanya. Tapi, bagiku itu justru membuatku semakin yakin jika aku harus merawatnya. Umur Ibu entah sampai kapan, dan aku ingin membahagiakan di sisa umurnya. Aku hanya tersenyum sebagai jawaban kalau aku tidak bisa memutuskan sesuai keinginannya. “Lalu, kenapa kamu justru mengenalkan Yasmin sebagi calon istri?” tanyanya dengan wajah yang serius. Aku tertawa tanpa suara. Mungkin memang ide itu sedikit gila. “Apa kamu m
POV YasminMas Agus pasti masuk kerja hari ini. Aku harus siap dengan segala kemungkinan yang terjadi. Mungkin dia akan melakukan kekerasan, menghina atau entah apa.Melihat mobilnya saja sudah berasa seekor kelinci melihat elang. Aku mengendap, mudah-mudahan tiak bertemu dengannya di gedung yang tidak begitu besar itu. Apalagi posisiku selalu berada di depan karena menerima tamu dan telepon.“Sstt, Yasmin, sini,” bisik Tina office girl di sini. Aku mendekat.“Pak Agus udah masuk kerja. Tadi udah dateng,” katanya. Tina mungkin mengkhawatirkanku karena aku sudah menceritakan semua padanya juga pada beberapa teman yang heran karena aku pulang sebelum waktu cuti habis, juga pulang tanpa Mas Agus. Mereka saja merasa heran dengan mitos yang terlalu mengada-ada.“Ya sudah, nggak apa-apa. Aku mau pura-pura nggak lihat aja kalau dia lewat,” jawabku. Mau gimana lagi, kami berada di satu gedung yang sama.“Si Dini seneng banget paas tau kamu cerai sama Pak Agus. Kamu tau sendiri, kan, kalau dia
Dia tidak menjawab, malah semakin menarikku dengan semua kekuatannya.“Mas, apa-apaan ini?” ucapku setengah berteriak. Namun, dia menarik tubuh dan membekap mulutku. Kemudian menyeretku masuk ke rumah itu.“Lepaaass,” ucapku tidak jelas karena mulut masih dibekap.“Kau bisa menyerahkan tubuh pada siapapun. Aku juga mau mencicipi tubuhmu,” katanya menjijikan. Aku semakin berontak.“Aku sudah habis uang banyak untuk menikahimu kemarin. Karena itu aku mau menikmati tubuhmu sekarang.”Astagfirulloh. Kerasukan setan apa lelaki ini?Dengan sekuat tenaga aku membuka mulut dan menggigit tangan yang membekapku. Mas Agus mengaduh dan melepaskan tangannya dari mulutku. Aku berusaha lari, namun dia mengejar dan menraik tanganku. Setelah itu mengempaskanku hingga kepalaku terantuk ujung meja. Penglihatanku berkunang-kunang.Kembali kurasakan tangan Mas Agus menarikku agar kembali berdiri. Dia menarik tengkuk dan menciumku dengan brutal. Dengan sisa kesadaran aku menendang selangkangannya dengan lu
POV YasminAku diminta membawa barang-barang yang benar-benar diperlukan saja. Semua perabotan aku tinggalkan atas permintaan dr.Radit. Lagian memang repot juga kalau aku bawa perabotan, walaupun sayang rasanya. Semua aku beli dengan jerih payahku selama bekerja.“Nanti saya ganti yang baru dan lebih bagus,” kata dr.Radit yang sepertinya bisa menebak apa yang aku pikirkan. Aku bisa apa kalau sudah begini?Sekeranjang buah dan makanan yang dibawa dr.Radit akhirnya dibawa lagi. Aku menatap sedih pada rumah kontrakan yang selama beberapa tahun ini menjadi saksi perjuanganku mencari nafkah. Namun, kini aku berpindah ke rumah yang seumur-umur pun tidak pernah aku memimpikan akan menginjakan kaki di rumah sebagus ini. Sangat luas dan bersih. Padahal selama ini katanya dr.Radit hanya tinggal sendiri. Kapan dia membersihkan rumah sebesar ini, jika pagi-pagi sudah berangkat dan sore baru pulang.Dr.Radit menempatkanku di kamar yang bersebelahan dengan kamar yang ditempati Bu Wati. Mataku kemba
Untuk mengajukan resign, mau tak mau aku harus menghadap atasan yang tak lain adalah Mas Agus. Tidak ada pilihan lain aku harus memberikan surat pengunduran itu padanya.Saat melihatku, dia bagai singa yang melihat mangsa. Aku berdiri agak gemetar. Bersiap jika dia melakukan sesuatu yang tidak senonoh seperti kemarin.“Akhirnya kamu datang juga padaku, Yasmin. Apa kamu sudah pikirkan masak-masak, kalau aku lelaki paling baik untukmu?” tanyanya jumawa. Dia berdiri dan mendekat. Rasanya aku mendadak mual ingin memuntahkan isi perut.“Aku mau memberikan surat pengunduran diri,” ucapku menutupi rasa takut sekuat tenaga. Kutaruh amplop berisikan surat itu di atas meja. Dia meliriknya sekilas, lalu kembali menatapku.“Masalah kita belum selesai, Yasmin,” katanya mengulurkan tangan dan menggenggam rahangku kuat. Sakit. Namun aku tahan. Aku menatapnya nyalang.“Kau sudah jatuhkan talak padaku. Itu artinya kita tidak ada hubungan apa-apa selain mantan suami istri,” jawabku sinis.“Kau berhuta
POV Dr.RadityaPasien terakhir sebelum istirahat makan siang sudah keluar. Aku melangkah menuju ruangan khusus yang disiapkan untuk setiap dokter saat istirahat. Malas rasanya harus ke kantin khusus pegawai rumah sakit. Aku putuskan meminta office boy untuk membeli makan siang di kafe khusus diet yang berada di seberang rumah sakit.Drrtt. Drrtt.Ponselku bergetar. Ada panggilan masuk. Aku intip layar, ternyata dari Fery. Dia adalah temanku yang sudah mengambil spesialis kandungan.“Iya, Fer?”“Hallo, Bro! pasti lagi makan siang,” sapanya dengan kekehan.“Belum, masih nunggu OB beliin ke bawah,” jawabku. “Tumben nelpon siang-siang. Ada perlu apa, nih?”Fery terdengar mengembus napas panjang sebelum memulai kalimat berikutnya. “Gue tadi pagi ketemu sama pacar elu. Si Vira. Dia datang ke klinik gue. Dia nggak ngenalin gue, karena gue pake masker. Tapi gue inget banget sama dia. Dari namanya juga gue yakin kalau itu dia,” ucap Fery panjang kali lebar.“Singkat aja, ada apa sama Vira?”p