“Ada apa, San?”“Kita pergi makan di dekat alun-alun saja.”“Kita naik apaan?”“Kita naik taksi online. Aku tunggu dekat gerbang kos.”Hubungan telepon diputus lalu Santi berdiri menunggu sambil mengamati lalu lintas di jalan raya. Wanita tomboy ini melihat Bu Lodi sedang berjalan ke arah gerbang dan ia buru-buru bersembunyi di balik pohon. Tampak olehnya, Bu Lodi dihampiri sebuah mobil.Kaca diturunkan lalu muncul seraut wajah yang diketahuinya pernah bersama dengan Tasya. Pria ini yang dibilang oleh Nikita sebagai Pak Kades memberikan sebuah bungkusan ke Bu Lodi. Wanita ini menyodorkan sebuah sebuah amplop berwarna cokelat.“Tumben Bapak turun langsung?”tanya Bu Lodi sambil segera memasukkan bungkusan bercampur sayuran yang dibawanya.“Saya sengaja ingin pantau sendiri, merpati yang di foto Ibu,”balas pria berkaca mata seraya memandang lurus ke deretan kamar indekos.“Sebentar lagi juga keluar merpatinya, Pak. Ia barusan mandi, biasanya setelah itu cari makan.”“Oh, ya? Oke. Saya in
“Gak usah jauh-jauh, deh, mimpinya. Masih banyak pilihan selain aku yang lebih pantas buat kelola butik milik Mr. Abraham. Mereka pasti sedang bercanda. Kamu tuh gak bisa bedain candaan atau enggak, Santi.”“Ini beneran, Nik. Mr. Abraham sampe minta aku cerita keseharian kamu di kos. Bu Silvia sudah cerita banyak ke dia soal cara kerja kamu di pabrik. Kamu tahu tidak, aku diajak mereka survei itu karena Mr. Abraham mau korek info dari aku. Dia itu tertarik sama kamu, saat serahkan sample bordiran. Katanya, kamu itu cerdas dalam berkreasi. Betewe, makasih, ya, gara-gara kamu, aku naik jabatan. Masih bulan depan, sih. Tapi, udah deal.”“Wah, selamat, Santi. Kamu memang pantas mendapatkannya,”balas Nikita sambil memeluk teman beda pabrik tersebut.Setelah mereka menempuh perjalanan selama dua puluh menit, akhirnya sampai juga di mess khusus staf. Nikita terbelalak melihat penampakan hunian khusus staf pabrik sepatu di depannya. Begitu elite dilihat dari depan dalam pandangan Nikita.Gadi
"Dia telepon aku. Gimana?”tanya Nikita sambil sodorkan layar ponsel.“Gak usah diangkat. Dia itu cek keberadaan kamu itu.”“Baiklah!” Nikita lalu menekan tombol silent. Tampak di layar ponsel nomor Bu Lodi menghubungi beberapa kali, akhirnya berhenti. Sekarang giliran ponsel Santi berbunyi dan saat dilihat ternyata dari Bu Lodi juga.“Benar-benar gigih dia,” ucap Santi diiringi tawa lirih.“Gimana dong, San?”tanya Nikita dengan wajah gugup.“Gak usah bingung. Bu Lodi gak mungkin bisa ke sini, Nik,”balas Santi berusaha menenangkan gadis sebelahnya.“Bisa jadi gak tahu mess ini. Tapi, dia tahu letak garmen. Masa aku gak kerja?”“Hari ini kamu gak usah kerja dulu. Minta izin sama Bu Silvia dan aku mau cerita masalah kamu ke Mr Abraham. Siapa tahu ada solusi buat kamu.”“Kerjaan bordir lagi rame, San. Tugas aku sebagai ketua kelompok untuk mengkoordinir. Gimana kalo aku gak kerja?”“Kamu naik taksi saja sampe gerbang garmen. Begitu pun pulang ke sini. Itu paling aman, Nik.”“Aku bukan kar
Jacky segera menatap pasangan suami istri di depannya. “Mana nomor rekeningnya?”“Sebentar saya ambil catatan dulu, Bang,” ucap si pria kurus. Dia mengambil dompet lalu memilah-milah isinya. Semua lipatan kertas diambil di antara nota-nota dalam lipatan dompet.“Ini noreknya, Bang,” ucap pria kurus sambil membentangkan sobekan kertas di depan Jacky.“Baik, saya transfer,”ucap Jacky lalu menekan beberapa tombol di keyboard. Akhirnya transaksi berhasil, Jacky pun menyodorkan layar ponsel. “Udah aku transfer, Pak.”Pasangan suami istri ini pun tampak berseri-seri melihat nilai nominal yang tertera. “Alhamdulillah, Pak. Bisa beli rombong buat jualan gorengan,” ucap si istri dengan senyum lebar.“Ya, Bu. Kamu bisa jualan gorengan. Biar Bapak angkut sampah sendirian,” balas suaminya. Pria ini pun langsung menyalami tangan Jacky. “Terima kasih banyak, Bang.”“Iya, sama-sama,” balas Jacky. “Aku pamit dulu, Pak, Bu. Terima kasih.”Jacky langsung masuk mobil lalu beranjak meninggalkan mereka. S
Akhirnya, AKBP Siswo Laksono menelepon Jacky dan dia berpikir bisa jadi preman satu ini telah dapat tugas khusus. Berteman dengan Pak Kades sejak beberapa tahun, secara tidak langsung membuatnya jadi paham bahkan tahu pasti, dengan siapa saja, pria berkaca mata tersebut berhubungan dalam urusan pasar gelap. Tak perlu menunggu lama, panggilan telepon AKBP Laksono telah diangkat oleh Jacky.“Tumben, Pak Pol telepon?"“Lu ada tugas dari Pak Kades?”tanya AKBP SiswoLaksono to the poin.“Memang. Kata Pak Kades ada pesanan dari Pak Pol.”“Kaga. Itu akal-akalan Pak Kades doang. Dibawa ke mana barangnya?”tanya pria berambut cepak ini sambil mencebik. Dia jelas tahu akal bulus Pak Kades.“Ke rumah besar.”“Entar kalo sempet gue tengok,” ucap AKBP Siswo Laksono mengakhiri hubungan telepon dan langsung mengatur strategi.Selepas dari tempat parkir hotel, pria berambut cepak ini sekarang sedang mengendarai motor sport dengan tersenyum lebar. Aku telah dapat madunya. Semakin mudah bagiku untuk amb
Nikita masih merintih kesakitan dan hal tersebut membuat kedua temannya bingung sekaligus heran. Hani merapikan anak rambut yang menutupi muka Nikita.“Nik, ada apa?”tanya Hani pelan.Nikita pelan-pelan membuka mata lalu mengusap lelehan air mata. Betapa kaget dirinya, di saat melihat keberadaan Tasya dan Hani serta situasi kamar yang tidak dikenalnya.“Tasya? Hani?”Keduanya langsung tersenyum menatap Nikita. Tasya duduk di pinggir ranjang lalu berkata,”Ayo mandi dulu. Habis itu kamu harus ganti gaun yang indah.”“Kita mau ngapain? Kenapa aku bisa sama kalian? Ini rumah siapa?”tanya Nikita bingung. Gadis yang telah dirusak mahkotanya oleh AKBP Siswo Laksono ini berusaha duduk, tetapi bagian sensitifnya terasa nyeri dan perih. Tasya memandang ke arah Hani. Dia langsung berdiri lalu berbisik ke Hani. “Apa Nikita sudah dirusak Bang Jacky?”“Aku curiga gitu. Gerak-gerik Nikita kayak sudah gak bersegel lagi. Untung aku sudah gak butuh dia. Cari-cari kesempatan. Dia belum tahu kalo Pak Ka
Gagak-gagak tersebut kompak mengepak-ngepakkan sayap. “Kaok! Kaok! Kaok!”“Bagus! Anak-anak pintar!”Nikita seketika bertepuk tangan sebanyak tiga kali dan pasukan gagak berterbangan menuju dalam gudang lewat jendela dan pintu serta celah tembok yang retak. Ada juga yang lewat atap tak bergenteng.“Auch …! Sakiiit!”teriak kesakitan Pak Kades saat pasukan gagak telah mulai memakan belatung-belatung di perut.Nikita meninggalkan tubuh Pak Kades bersama gagak-gagak. Setelah belatung-belatung tersebut habis disantap oleh pasukan gagak, luka-luka di tubuh pria setengah sekarat tersebut akan kembali menutup. Kemudian, Nikita akan menorehkan kuku-kuku panjang dan tajam ke sekujur tubuh Pak Kades hingga keluar darah kehitaman serta bernanah. Setelahnya akan muncul ribuan belatung yang menggerogoti daging dan organ dalam Pak Kades. Hingga belatung-belatung itu bertambah gemuk dan siap dipanggilkan pasukan gagak. Tentu saja, Nikita akan mengakhiri acara makan malam dengan tertawa melengking yan
"To-Tolooong!” teriak Bu Lodi dengan wajah ketakutan. Sekujur tubuhnya gemetar.Hani perlahan-lahan berubah wujud menjadi Nikita kembali. Wanita ini tertawa melengking sambil memegangi tubuh Bu Lodi yang telah pingsan. “Sebentar lagi, kamu akan bertemu Pak Kades, Bu.”~•••~•••~Sementara itu di rumah gede, Bon bon sedang mabuk. Pria bertubuh tambun ini mendengar suara ramai di langit. Dia pun langsung mendongak memandang angkasa yang berhias bintang dan rembulan. Tanpa disangka-sangka, Bon bon langsung tertawa terpingkal-pingkal melihat penampakan dua wanita sedang terbang. Salah satu wanita tertawa melengking karena hal itu pula, pria setengah sadar tersebut menganggapnya lucu “Liat itu!”tunjuk Bon bon ke langit kebetulan Jacky sedang memarkir kendaraan roda empat. Pria berbadan kurus ini baru saja sampai. Dia pun mengirim arah jari telunjuk Bon bon.“Ampun! Itu Bu Lodi dibawa Nik, Bon!”teriak Jacky dengan mata melotot.“Bagus, dong! Mereka jadi burung. Ha ha ha! Gue kaga liat sayap