“Begitu tahu pingsan, apalagi jangka lama, harusnya diperiksa dokter. Minimal kasih tahu anak-anak, biar dipanggilkan dokter. Kalian habis habis tidur bareng. Bisa saja terjadi luka atau ada infeksi. Kalo ada apa-apa dengan Nikita, kamu harus mau tanggung jawab!”Ucapan Pak Kades yang tegas, membuat tubuh Pak RT gemetaran. Pria ini berharap setelah operasi, Nikita bisa pulih kembali. “Baik. Saya akan bayar semua biaya tagihan rumah sakit.”“Bukan soal biaya! Itu sih, masalah enteng. Aku bisa atasi sendiri. Ini soal nyawa Nikita. Kita harus ada persiapan, jika dia gak bisa diselamatkan.”Nyali Pak RT semakin keder dapat penjelasan barusan. “Maksudnya, aku akan dilaporkan polisi? Gimana anak istriku, Pak?”Pak Kades adalah teman karib dari usia remaja dan kebetulan pula punya kesamaan hobi dalam berpetualang mencari daun muda. Maka dari itu, mereka berdua dalam berbicara seperti dua orang soulmate, meskipun jabatan di antara mereka dalam struktur organisasi desa adalah atasan dan bawaha
Tasya berlari ingin pulang dengan perasaan entah. Namun, saat dirinya hendak keluar dari gedung tanpa disangka-sangka dia melihat Pak Kades. Langkah kaki Tasya terhenti dan niat ingin pulang pun urung saat melihat Pak Kades berjalan menuju arah Pak RT.Tasya segera sembunyi saat kedua lelaki bersalaman dengan senyum melebar.“Beres!” ucap Pak RT bernada lega.“Keranjang jamunya gimana?” tanya Pak Kades. “Kalau dia mencari Hani dan dagangannya?” “Dia gak mungkin menuduh kita,”jawab Pak RT dengan senyum sadis. Gak nyangka. Pak RT ternyata seorang psikopat, batin Tasya dengan jantung berdebar-debar.Tiba-tiba angin dingin bertiup kencang menerpa tubuh Tasya yang semula akan keluar dari persembunyian akhirnya terjungkal beberapa meter ke belakang. Akhirnya, untuk beberapa saat dirinya harus berdiam karena merasa kaget sekaligus sakit pada siku tangan dan kaki.Tasya seketika mengawasi, lebih tepatnya mencari keberadaan ‘sesuatu’ yang memang sengaja membuatnya terjatuh barusan. Terdengar
Saat langkah kaki Tasya memasukkan ruang tamu, indra penciumannya mengendus aroma melati kesukaan Nikita. Oleh karena aroma wangi ini, hingga tanpa sadar Tasya berlari ke arah kamar Nikita. Kebetulan pintu dalam keadaan tidak terkunci. Dia pun segera membukanya dan ternyata benar seperti dugaannya, Nikita sedang duduk memunggunginya.“Nik, katanya kamu pulang bareng Pak Kades?”tanya Tasya sambil mendekat.Saat ini, bibirnya berucap tanpa menyadari ‘sesuatu'. Dia enteng saja mengeluarkan kalimat tanya yang terdengar aneh, jika didengar oleh orang dalam keadaan sadar. Kata ‘pulang’ yang terucap dari bibir Tasya sangat berbeda arti dan itu ditanyakan kepada yang bersangkutan.Saat jemari tangannya akan menjamah bahu Nikita dan tiba-tiba tubuh kembang desa tersebut lenyap. Tasya segera sadar bahwa temannya telah meninggal dunia dan akan dimakamkan. Wanita ini menangis tersedu-sedu dan juga muncul rasa ngeri.Akankah nasib Nikita sama dengan yang wanita sebelumnya? Wanita pilihan yang haru
Kedua bola mata Tasya melotot semerah darah dengan kedua bibir menyeringai. Dia menatap tajam ke arah bodyguard lalu berucap,”Kami mati. Cari jasad kami!”Bodyguard seketika geming menatap Tasya dengan jantung berdetak kencang. Pria ini syok mendengar ucapan dari mulut Tasya. Namun suara yang terdengar adalah milik Nikita. Tiba-tiba dari dalam mulut yang terbuka lebar tersebut muncul belatung berjumlah puluhan.Hewan-hewan ini melata ke wajah Tasya hingga kulit yang tertempel terkelupas mengerikan. Bodyguard merasa ngeri dan langsung lari tunggang langgang. Pria bertubuh kekar panik lalu lari sekencang-kencangnya ke arah pos jaga.Kini bodyguard kembali dengan ditemani seorang sekuriti. Mereka mencari keberadaan Tasya.Tiba-tiba dari arah belakang mereka, terdengar suara desisan disertai angin semilir beraroma melati bercampur bau kemenyan menyengat lubang hidung.Kedua pria menoleh dan langsung tercengang dengan jantung yang berdebar kencang melihat Tasya berdiri kaku. Wanita ini mem
“Nona Hani dari kemarin belum datang, Mak.”“Baiklah. Nanti kalo sudah datang, suruh ke rumah Mak. Saya pulang dulu kalo gitu.”“Ya, Mak. Terima kasih ceritanya.”Wanita tua ini balik badan lalu beranjak meninggalkan rumah besar. Seketika sekuriti terkejut saat melihat Hani tanpa mata memeluk bakul milik Mak Jamu sambil menatap sedih ke arah sekuriti.Pria ini meringis ngeri lalu buru-buru menutup pintu gerbang sekaligus mengembok kembali. Pria ini tidak habis pikir dengan yang terjadi terhadap dua wanita penghuni rumah besar.Kenapa Nona Hani dan Nona Nikita jadi hantu, kalo tidak mati? Itu jelas, mereka mati tidak wajar. Arwahnya jadi gentayangan, batin sekuriti sambil bergidik.Pria ini balik badan menuju pos jaga. Mata pria ini seketika terbelalak melihat tubuh Tasya terbujur di atas bangku panjang dalam pos. Pria ini mendekat ke arah tubuh si wanita. Pria ini mengecek denyut urat si wanita. Ternyata, masih terasa denyut nadi di lengan Tasya. Sekuriti ini pun tersenyum lega.Dua t
Tangan Nikita mengusap kedua mata pria dengan telapak tangan berlumuran darah. Wanita dengan penampilan mengerikan tersebut mencongkel salah satu bola mata miliknya lalu menggenggamkan pada telapak tangan kiri sekuriti.Darah keluar dengan deras dari kelopak yang sudah tidak ada bola matanya. Nikita tersenyum menyeringai dengan dua taring meneteskan darah merah kehitaman.“Pak, kenapa kamu gak menolongku? Padahal aku pengen kabur? Kenapa justru kamu serahkan aku ke Pak Kades kembali? Aku mati karena ulahmu,” ucap Nikita lirih akan tetapi semakin membuat tubuh sekuriti berguncang hebat.“No-Nona, m-maaf.” Pria Tua ini berucap dengan suara gagap.“Hi hi hi hi!” Suara tawa Nikita melengking dengan kedua tangan tiba-tiba telah menggendong bayi berbulu lebat berlumur darah segar. “Lihatlah! Ini anak Pak Kades!”Pria Tua itu pun seketika jatuh tidak sadarkan diri. Pagi harinya, rumah besar jadi geger oleh keadaan sekuriti tua yang siuman dari pingsan dalam keadaan histeris.“Nona, maafkan sa
“Permisi. Kami sedang diburu waktu,”ucap si sopir langsung tancap gas. Tasya yang merasa tidak dihargai lalu berteriak memaki sambil menunjuk-nunjuk mobil jenazah yang secara menakjubkan telah sampai di depan beranda.“Kalian buruan urus itu! Kaga bener!” Tasya memerintahkan dua bodyguard untuk menyusul mobil jenazah.“Siap, Nona!” Kedua bodyguard memberi hormat lalu langsung berlari ke arah rumah.Namun, Tasya dibuat keheranan oleh pergerakan mobil jenazah yang tiba-tiba telah mulai berjalan ke arah kembali. Dari arah dalam rumah, bodyguard dan sekuriti berlari mengejar. Tasya yang punya firasat ada yang tidak beres, segera berlari ke tengah paving untuk menghadang kembali mobil jenazah.“Stop! Siapa kalian? Turun!”teriak Tasya dengan suara nyaring.Teriakan Tasya akhirnya dapat respons dari pengemudi, kaca mobil langsung turun. Dua orang yang sangat dikenal oleh Tasya tersenyum ke arahnya. Si pengemudi yang tidak lain adalah Nikita segera menyapa,“Halo, Tasya! Biarkan kami bawa Pak
“Oek! Oek! Oek!” Tangisannya seketika bergema di seluruh area Bukit Bajul. Sebuah tangisan yang mampu membuat semua pepohonan bergerak tak tentu arah. Semua penghuni hutan pada lari tunggang langgang.“Ya, sudah. Cepat kamu kasih minum. Bapak akan segera melakukan ritual,” ucap Pak Atmo yang lalu mengusap lembut kepala bayi yang berlumuran darah tersebut.“Auuung! Ouuoong!” Lolongan serigala dan anjing liar bergema di atas batu besar.Pak Atmo berjalan naik ke makam keramat. Nikita meniup pintu belajar mobil jenazah dan seketika terbuka. Tubuh Pak RT meluncur masuk ke gudang tua dan langsung terbujur di lantai.Sementara dalam gudang terdapat tiga tengkorak manusia sisa mayat Bon-bon, Jacky dan Bu Lodi. Sementara tubuh Pak Kades masih setengah sekarat dengan luka busuk berbelatung berada di pojok ruangan.Terdengar suara rintihan dari bibir pria tersebut yang separuh sudah membusuk. Pak RT yang pingsan mulai siuman karena bau busuk yang sangat menyengat menusuk lubang hidung.“Auh! Aa