Malik sudah sampai di kediaman Vanilla.Dan menjadi terkejut saat tahu bahwa yang akan menginap di kediamannya bukan hanya Vanilla saja tapi Kenari pun ikut."Pa, Ibu nggak apa-apakan ikut Vanilla menginap di rumah Papa sementara waktu ini? Kasihan Ibu kalau harus di rumah Wildan sendirian," ucap Vanilla ketika Malik membantunya memasukkan tas jinjing yang Vanilla bawa ke bagasi mobil."Oh, nggak apa-apa. Isna malah senang kalau rumah ramai, apalagi Jhio masih di luar kota sama Kakaknya," jawab Malik dengan senyuman terpaksa.Ketiga orang itu memasuki mobil dan mobil mulai melaju di tengah lalu lalang kendaraan yang memadati jalan raya ibukota."Oh ya, Vanilla belum kenalan sama Kak Aryan," ucap Vanilla yang duduk di samping Malik di jok depan sementara Kenari duduk di jok belakang."Nanti kalau Aryan pulang dari Bandung, Papa akan kenalkan kamu sama Aryan ya?" Ucap Malik saat itu."Aryan pasti sudah besar sekarang, dan yang pasti dia mirip dengan Ayahnya, iyakan Malik?" Ucap Kenari d
"Vanilla, jangan bodoh! Suamimu ini pasti datang ke sini karena dia ingin menemui mantan kekasihnya, apalagi?"Mendengar hal itu, bukan hanya Wildan saja yang tidak terima, tapi Isna pun dibuatnya naik pitam.Wanita hamil berdaster ungu itu sontak berdiri. "Apa maksud perkataan Mba?" Todongnya dengan mata melotot. Malik pun jadi ikutan berdiri, berusaha menenangkan sang istri."Tidak usah munafik Isna! Jelas-jelas kamu ini masih ada main dengan Wildan di belakang Mas Malik kan? Aku tau betul wanita macam apa kamu itu!""Bu, sudah Bu," Vanilla ikut menengahi. Merasa bersalah."Eh, anda itu kalau bicara jangan sembarang tuduh ya? Apa anda punya bukti atas ucapan Anda tadi?" Balas Isna dengan teriakan yang lebih keras, telunjuk sang bumil tertuju pada Kenari. Isna terus menepis tangan Malik yang menahannya."Sikap Wildan yang tidak baik terhadap Vanilla sudah menjadi cukup bukti bahwa sebenarnya Wildan tidak benar-benar mencintai Vanilla! Wildan menikahi Vanilla supaya dia bisa lebih lel
Hasil dari keributan yang terjadi malam ini di kediaman Malik, pada akhirnya membuat Wildan memilih Club Malam sebagai cara untuk melupakan sejenak seluruh kemelut di hatinya saat ini.Dulu, Wildan bukan lelaki yang suka dengan gemerlap dunia malam.Hingga dia kehilangan seseorang yang menjadi sandaran hidupnya, wanita yang dicintainya yang telah mengkhianatinya, perlahan kehidupan Wildan berubah.Dia mulai terbiasa dengan hingar bingar dunia malam yang penuh dengan godaan-godaan duniawi. Meski Wildan tetap tahu batasan untuk tidak ikut terjun menyelami dunia hitam ini. Dirinya datang hanya untuk sekedar minum saja, tidak lebih.Seperti malam ini.Lelaki itu sudah menghabisi beberapa botol minuman memabukkan.Tampaknya dia sudah sangat teler. Bahkan sejak tadi Wildan terus meracau tidak jelas."Kenapa kamu melakukan ini padaku Vanilla? Apa salahku? Kamu sudah berhasil menyembuhkan luka di hatiku karena Isna, tapi kenapa sekarang justru kamu sendiri juga yang merobek hati itu lagi Vani
Wildan memijat kepalanya yang terasa begitu sakit.Sialnya, bukan hanya kepala namun seluruh tubuhnya pun ikutan sakit saat dia mencoba untuk menggerakkannya.Wildan pun mulai membuka mata. Dahi lelaki itu mengernyit saat sinar matahari yang menerobos masuk dari jendela kaca mengarah tepat ke wajahnya.Dan terdengar suara gorden yang ditutup.Menghalangi sang sinar matahari masuk sehingga Wildan bisa dengan leluasa membuka mata. Menatap ke arah sekeliling. Dan mendapati seorang wanita tengah berdiri di sisi ranjang tempat tidur yang dia tempati.Wanita itu...Vanilla?Pikir batin Wildan."Kamu sudah bangun? Ini, aku bawakan obat anti pengar, di minum dulu," ucap wanita itu seraya memberikan sebutir obat dan secangkir air bening pada Wildan.Wildan bangkit duduk di sisi ranjang. Menerima obat tersebut untuk kemudian meminumnya."Apa yang terjadi padaku?" Tanya Wildan saat dia sudah selesai dengan kegiatannya meminum obat.Wanita di sisinya tersenyum kecut. "Semalam kamu mabuk berat, la
"Ibu mengatakan, bahwa dia tidak ingin memiliki anak kembar. Itulah sebabnya dia harus membunuh salah satu di antara Aku dan Vanilla... Lalu..." Satu titik air mata Vanessa terjatuh. "Ibu mengatakan, dia akan membunuhku!"Dan Wildan pun tertegun."Setelah hari itu, lalu aku sakit. Pihak lapas mendatangkan dokter untuk memeriksaku. Dia adalah Dokter Aji, lelaki yang telah menyelamatkan nyawaku dari ketidak adilan Ibu," lanjut Vanessa dengan ceritanya. "Alasan yang membuat aku pada akhirnya memutuskan untuk memilih hidup bersama Papa Aji, karena aku takut pada Ibuku sendiri..." Air mata Vanessa semakin deras mengalir.Hati Wildan terenyuh mendengar cerita itu. Sejak dirinya mengenal sosok Vanessa, ini kali pertama Wildan melihat Vanessa menangis di hadapannya.Sejauh ini, sosok Vanessa dinilai Wildan sebagai sosok wanita yang kuat, tegar dan mandiri. Itulah sebabnya, Wildan cukup terkejut saat dirinya kini melihat sisi rapuh dari seorang Vanessa.Terlebih ketika kini Wildan pun tahu, ba
"Jangan pergi Tante, Vanilla mohon... Ibu sangat mencintai Papa, izinkan Ibu merasakan kebahagiaan hidup bersama Papa... Vanilla mohon... Bukankah tadi Tante sendiri yang mengatakan bahwa Tante tahu semua penderitaan hidup yang selama ini Ibu alami? Jadi, apa salahnya jika saat ini Tante memberi Ibu kesempatan untuk bahagi...""CUKUP VANILLA!"Dan suara teriakan Malik pun terdengar.Malik berjalan cepat dari arah teras belakang.Lelaki itu begitu terkejut mendengar apa yang dikatakan Vanilla pada sang istri.Melihat sosok Malik yang semakin mendekat, Isna tahu dari ekspresinya saat itu Malik terlihat marah. Itulah sebabnya, Isna langsung menarik tubuh Vanilla bangkit dari bawah kakinya. Berniat untuk melindungi."Sudah Mas, Vanilla tidak bersalah, jangan marahi dia," ucap Isna saat itu."Aku tidak akan memarahi dia, Isna. Aku hanya ingin Vanilla tahu bahwa selama ini di antara aku dan Kenari itu tidak pernah terjalin hubungan apapun. Semua yang terjadi di antara aku dan Kenari hanyala
Hari ini semua orang pergi.Vanilla pergi dengan Dokter Rulli untuk menemui Linggar.Malik pergi syuting.Sementara Aryan sudah pamit pulang sejak pagi-pagi buta bersama sang istri.Tinggallah Isna, Jhio dan Kenari di kediaman Malik.Saat itu, Kenari sedang membantu Asisten rumah tangga membenahi piring bekas sarapan di dapur. Sementara Isna sedang menemani Jhio bermain di halaman belakang."Bi, habis ini mau ngerjain apa? Biar saya saja yang mengerjakan," ucap Kenari pada Bi Murni."Eh, nggak usah Bu. Biar saya saja. Habis ini saya mau ke pasar sih, persediaan sayur habis buat besok," jawab Bi Murni."Oh gitu. Berapa lama biasanya kalau ke pasar?" Tanya Kenari saat itu.Bi Murni menoleh jam dinding yang menunjukkan pukul delapan pagi. "Kalau saya pergi setengah sembilan, palingan jam setengah sebelas atau jam sebelasan juga udah pulang, Bu," jawab Bi Murni apa adanya."Ke sana naik apa biasanya Bi?" Tanya Kenari lagi."Naik angkot, Bu,""Kenapa nggak minta antar Pak Jumar?" Saran Ken
"Hallo, Ki? Aku tunggu kamu di Rooftop rumah sakit Sentosa sekarang. Dua jam kamu nggak datang, aku akan terjun dari atas sini,"Seorang cleaning servis yang sedang beristirahat di atas roftoop setelah dirinya lelah bekerja seharian, cukup terkejut mendengar suara orang bercakap di sana. Posisinya yang memang terhalang tumpukan barang tak terpakai dan cukup tersembunyi jelas tak terlihat oleh siapapun.Sang cleaning servis itu mengintip dari celah tumpukan barang-barang itu dan melihat seorang wanita hamil tengah melakukan sebuah percakapan di telepon.Hingga setelahnya, tak lama kemudian, datanglah dua orang manusia secara bersamaan.Satu wanita dan satu lelaki.Di mana si wanita memakai pakaian rumah sakit, dan pastinya dia adalah pasien di rumah sakit ini.Sang cleaning service itu masih terus mengamati kejadian tersebut, menjadi tertarik saat dia mengamati lebih jelas bahwa ternyata wajah dua wanita itu mirip, alias kembar. Hingga timbullah jiwa isengnya untuk mengabadikan percakap