Share

Dalam Dekapan Waktu
Dalam Dekapan Waktu
Author: Quin

Prolog

bAwan kelabu terlihat masih menyelimuti langit di sore hari. Butiran air yang tadinya jatuh dan menghujam bumi kini telah hilang, menyisakan hawa dingin yang masih menyergap dan aroma tanah khas usai datangnya hujan yang masih menguar di udara. Kuhirup dalam-dalam aroma itu sambil terus berjalan memeluk tubuhku sendiri.

Kedua tanganku yang keriput bersedekap sembari mengelus sweater abu-abu yang cocok dengan semburat warna awan sore ini. Hawa dingin terasa begitu menggigit melebihi cuaca di musim dingin. Semua itu karena tubuh rentaku yang sudah tidak seberapa mampu beradaptasi dengan suhu. Bahkan, hal itu melinukan semua tulangku.

Namun, aku harus terus berdiri di sini. Di depan istana kecilku yang terlihat jauh lebih sederhana dari pada istana-istana disekitarnya.

Hingga akhirnya, hal itu pun terjadi ….

Tiba-tiba terdengar teriakan dan pekikkan orang-orang di sekitar yang memekakkan telinga sebelum akhirnya pendengaranku terasa berdengung. Orang-orang dengan panik berlari mendatangiku dan berusaha menolongku di rumput basah halaman rumahku sendiri.

Ya, sebuah mobil sedan hitam baru saja menghantam tubuhku yang telah renta. Aku tidak pernah berpikir jika rasanya akan sesakit ini. Cairan hangat dan kental terasa mengalir dari kepala dan membasahi rambut putihku yang penuh dengan uban dan memang sengaja tidak kusamarkan dengan cat rambut.

Sekarang kalian pasti berpikir bahwa ini adalah cerita horor yang menakutkan bukan? maka kalian akan salah menebaknya. Ini adalah sebuah cerita tentang kehidupan yang mungkin sangat berbeda dengan kehidupan normal yang dimiliki orang lain.

Dan, di titik ini pula kalian akan menebak, bahwa seorang wanita tua renta sepertiku pasti akan sangat ketakutan dan sedih saat ini. Tidak! kalian salah lagi. Saat ini aku justru benar-benar merasa senang. Aku telah lama menyiapkan diri untuk momen seperti ini. Momen di mana aku sudah melihat kejadian seperti ini bertahun-tahun lalu. Ya, aku melihat diriku sendiri yang tertabrak oleh mobil sedan hitam. Persis seperti saat ini. Bukankah itu sungguh menakjubkan? kuulas senyuman di bibirku yang pucat.

Begitu banyak orang yang mengerumuniku saat ini. Namun mataku tahu kemana aku harus melihat sebelum pandanganku menjadi kabur dan menghitam. Aku melihat seorang gadis berusia dua puluh lima tahun dengan pakaian yang sangat tidak cocok dipakai pada hari dingin seperti hari ini. Sebuah gaun hitam panjang bludru bertali satu. Dia tampak bingung, tetapi saat mata kami berpaut, dia langsung tampak panik.

Sudut bibirku kembali mengulas senyum saat ia telah menghampiriku. Wajahnya terlihat begitu mirip denganku beberapa tahun silam, ketika aku masih muda. Jika dulu kami berdua disandingkan, siapapun pasti mengira jika kami saudara kembar yang identik tanpa cela yang berbeda. Ataukah kami memang orang yang sama?

"Apa yang kau lakukan?” tanyanya panik tapi aku hanya diam saja dan menyentuh pipinya yang terpoles dengan pemerah pipi. Aku tidak ingat pernah membuat riasan seindah ini. “Kenapa kau tidak menghindar! kau pasti tahu ini akan terjadi, bukan?” cecarnya kembali, tetapi aku hanya membalasnya dengan senyuman.

"Nanti kau akan mengerti,” jawabku dengan suara renta yang gemetar.

"Aku tak akan pernah mengerti. Ethan! di mana dia? Ethan!” teriaknya sambil mencari ke sekeliling dengan sangat panik.

Aku memperketat genggaman tangan kami, dia yang tadinya sibuk mencari sosok yang tak akan pernah ada di sini, kembali memusatkan perhatiannya ke arahku. Aku ingin memberitahunya akan sesuatu. Pesan yang harus dia ingat, "Kau tidak akan bisa mengubahnya. Terimalah dan jalani hidupmu yang indah dengan baik. Jangan terpaku ke masa lalu. Nikmatilah selagi ada. Kirimkan salamku pada Ethan. Aku siap menemuinya sekarang."

Gadis itu hanya terdiam hingga ambulance datang dan bersiap membawaku. Genggaman tangan kami pun terlepas. Sekali lagi, aku justru memberinya sebuah senyuman. Senyuman selamat tinggal pada diriku sendiri.

Ya, gadis yang sedang termangu dengan gaun hitam panjang beludru bertali satu itu adalah diriku sendiri. Diriku ketika tiga puluh lima tahun yang lalu. Di usia itu, aku pasti tidak mengerti kenapa aku tak mencegah ini terjadi. Namun, aku yakin setelah sekian waktu berlalu ... bahkan dia sendiri menginginkan keadaan ini cepat terjadi.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status