Alaric mengurai pelukan, lantas sedikit menarik lengan Emily agar berbaring menghadap ke arahnya. Dia melihat mata istrinya merah, membuatnya sedikit menunduk lantas mendaratkan kecupan di kedua kelopak mata Emily. “Iya, aku janji akan mengikuti apa yang kamu katakan. Aku benar-benar tak bisa melihatmu marah seperti ini, Emi. Dia hanya masa lalu, aku tidak akan pernah menganggapnya karena bagiku sekarang, kamu yang utama,” ucap Alaric sekali lagi membujuk. “Jangan berkata manis-manis, aku tidak suka karena itu hanya sebuah bualan!” Emily agak aneh suaminya membujuk dengan lembut, tapi dalam hatinya juga senang karena Alaric berusaha membujuknya. “Iya, aku melakukan ini hanya kepadamu dan karenamu agar tak marah. Jika ke orang lain, aku tidak akan bicara yang manis-manis,” balas Alaric untuk menyenangkan hati Emily. Emily menahan senyum, bahkan sampai mengulum bibir. “Sudah tidak marah, kan?” tanya Alaric memastikan. Emily menggelengkan kepala menjawab pertanyaan Alaric, Emily s
“Saya sudah mengatur ulang jadwal Anda. Siang hari setelah makan siang saya kosongkan seperti biasa sesuai instruksi Anda,” ucap Niko sambil membaca daftar kegiatan Alaric yang sudah disusunnya.Alaric memang meminta Niko untuk mengosongkan jadwal setelah makan siang agar dirinya bisa lebih lama bersama Emily saat jam makan siang.Ketika mereka keluar dari lobi karena ingin pergi menemui klien. Alaric terkejut saat melihat siapa yang berdiri di lobi menunggunya. Dia sampai menghentikan langkah, ingin berbalik arah tapi sepertinya terlambat.Anya menunggu Alaric di lobi. Wanita itu tersenyum saat melihat Alaric keluar dari lift.“Al.” Anya berjalan cepat menghampiri Alaric.Alaric tak bisa menghindar, tapi terlihat seperti bersiaga untuk menjaga jarak.Anya menyapa Niko yang berdiri di samping Alaric, sedangkan Niko melirik Alaric yang terlihat waspada.“Ada apa menemuiku?” tanya Alaric dengan tatapan dingin.Anya cukup terkejut mendengar pertanyaan Alaric, apalagi tatapan pria itu ber
Alaric baru saja dari ruang kerjanya. Dia masuk kamar untuk istirahat hingga melihat istrinya masih belum tidur.Dia melihat Emily yang berbaring miring sambil menyangga kepala sedang menatap ke arahnya.“Kenapa belum tidur?” tanya Alaric sambil mendekat ke ranjang.“Aku menunggumu,” jawab Emily lantas menyingkirkan tangan dari kepala, membuatnya kini berbaring dengan masih terus menatap Alaric.Alaric agak tak nyaman dengan tatapan Emily yang berbeda. Dia sampai berpikir-pikir apakah punya kesalahan karena takut jika sampai membuat istrinya marah lagi.“Ada yang ingin kamu bicarakan?” tanya Alaric saat sudah duduk di ranjang sambil menatap Emily.Emily menatap suaminya sambil tersenyum tipis. Seperti kata Claudia, dia harus melupakan kekesalannya lalu membuat hubungan mereka semakin intim.“Ada apa, Emi?” tanya Alaric lagi karena Emily belum menjawab.Tiba-tiba saja Alaric takut dan cemas jika Emily hanya diam karena sebenarnya sedang marah. Dia cemas jika Emily tahu soal kedatangan A
Hari berikutnya. Emily pergi bersama Alaric ke pesta yang diadakan salah satu rekan kerja Alaric. Ternyata pesta itu diadakan di sebuah villa, karena itu Emily dan Alaric pergi dari rumah lebih awal agar tak terlambat ke pesta.“Pantas kamu mengajakku, ternyata pestanya di villa,” ucap Emily saat mereka sudah sampai di villa.Di sana sudah banyak mobil yang terpakir, bahkan villa mewah itu tampak terang benderang.“Karena kamu istriku, tidak mungkin aku mengajak sekretarisku,” balas Alaric dengan nada candaan.Emily hanya tersenyum mendengar balasan Alaric. Mereka pun turun dari mobil, lantas berjalan ke samping villa tempat pesta diadakan.Emily tampak cantik dengan gaun hitam berenda di bagian dada hingga lengan. Dia merangkul lengan suaminya saat diajak menemui pemilik pesta itu.“Akhirnya kamu datang,” ucap rekan bisnis Alaric terlihat senang hingga langsung menyapa.“Selamat atas hari pernikahan kalian,” ucap Alaric lantas menoleh Emily.Emily baru ingat dengan kado yang dibawa.
“Akhirnya kamu datang. Aku pikir kamu tidak bisa datang.”Emily memperhatikan wanita yang sedang disapa pemilik pesta. Dia terlihat kesal karena jelas wanita itu tak diharapkan kedatangannya.Anya datang mewakili keluarganya, hingga tatapannya tertuju ke Emily yang duduk di sofa, lantas menoleh ke arah lain dan melihat Alaric di sana.“Ayo duduk bersama kami!” ajak wanita pemilik pesta.Anya mengangguk sambil tersenyum. Saat akan berjalan menuju orang-orang berkumpul, dia melihat Emily yang tiba-tiba saja berdiri, semua orang yang ada di sana pun terkejut.“Kamu mau ke mana?” tanya pemilik pesta.Emily melirik ke Anya dengan tatapan tak senang, lantas menoleh istri rekan bisnis suaminya sambil memulas senyum.“Aku mau ke toilet sebentar,” jawab Emily.Emily berjalan melewati Anya, hingga wanita itu melirik ke arahnya.“Aku permisi bentar,” ucap Anya lantas pergi menyusul ke mana Emily pergi.Emily berjalan menuju tempat Alaric berada, tapi siapa sangka Anya memanggilnya.“Maaf, permis
Alaric dan Emily kembali ke apartemen setelah menempuh perjalanan hampir satu jam. Mereka tidak pulang ke rumah karena sedang berada di mood yang buruk. “Kamu baik-baik saja, kan?” tanya Alaric saat melihat Emily baru saja keluar dari kamar mandi. Emily terkejut mendengar suaminya kembali menanyakan itu. Dia pun mencoba tersenyum untuk melegakan hati suaminya. Emily masih tak menyangka jika Alaric akan memilih mengabaikan Anya. Awalnya Emily berpikir jika Alaric akan masuk air untuk menolong Anya seperti drama-drama yang biasa ditontonnya, tapi siapa sangka semua itu salah, suaminya bersikap sebaliknya. “Aku baik-baik saja, kamu jangan cemas,” ucap Emily sambil mengusap lengan Alaric. Alaric memulas senyum lantas mengecup kening Emily dengan lembut. “Aku sudah memesan makanan, ayo makan!” ajak Alaric sambil menggenggam telapak tangan Emily. Mereka pun makan bersama, tapi Emily terlihat banyak diam sejak kejadian tadi, mungkin karena dia masih memikirkan Anya. Wanita itu lemah l
“Apa yang harus aku lakukan ke Anya?”Billy mengerutkan alis mendengar pertanyaan Alaric.“Memangnya kamu mau melakukan apa? Maksudku, kenapa kamu tiba-tiba bertanya seperti itu? Kamu tahu, pertanyaanmu ini bikin orang salah paham.”Billy benar-benar keheranan dengan maksud ucapan Alaric.Alaric menghela napas kasar. Seharian dia tak bisa fokus bekerja karena cemburunya Emily akibat kemunculan Anya.“Hubunganku dengan Emi bisa terancam jika Anya terus muncul di hadapanku. Apalagi akhir-akhir ini Emi gampang sekali marah dan berpikiran negatif,” ujar Alaric menjelaskan.“Terus, kamu maunya gimana? Kita tidak tahu apa sebenarnya niatan Anya muncul mencarimu. Tidak mungkinkan tiba-tiba kamu bilang ke dia agar menjauhimu? Bagaimana jika ternyata dia tak ada maksud mendekatimu lagi? Bukankah kamu malah seperti terlalu percaya diri jika dia mau mengejarmu lagi?”Billy tak ingin berspekulasi dulu karena sejauh ini Anya hanya menemui Alaric tanpa memperlihatkan niat dan alasan menemui Alaric.
Emily sempat menghentikan langkah sesaat saat melihat siapa yang menunggunya, hingga akhirnya berjalan dengan cepat menghampiri orang yang sudah menunggunya.“Emily!”Emily melebarkan senyum ketika melihat wajah-wajah wanita hebat yang dikenalnya beberapa waktu lalu. Akhirnya wanita-wanita yang ditemuinya di penjara, sekarang sudah bebas dan mendatanginya di kantor.“Kapan kalian bebas?” tanya Emily senang akhirnya bisa menepati janji membantu mereka keluar dari penjara.“Pagi tadi,” jawab Susi, wanita yang mencuri ayam hanya buat makan.“Kami langsung ke sini,” timpal Ira, wanita yang mencuri di minimarket.“Bagaimana dengan Leha?” tanya Emily.“Ya, Leha bilang ga usah dikeluarkan, dia juga dihukum ga lama, terus udah biasa keluar-masuk penjara,” jawab Ira.Emily hanya membentuk huruf O menggunakan bibir.Febry yang berdiri di belakang Emily hanya mendengarkan pembicaraan atasannya itu karena tidak kenal dengan dua wanita yang sedang ditemui.“Oh ya, aku ada rapat. Bagaimana kalau ka