“Kamu takut istrimu disekap?” tanya Billy saat melihat Alaric yang terlihat sangat tegang.
“Tidak, aku yakin dia baik-baik saja, hanya saja aku perlu tahu, kenapa dia mematikan ponsel dan tak memberitahuku,” jawab Alaric sambil mengecek daftar pemilik unit apartemen yang didapat Billy. Alaric fokus melihat satu persatu nama yang tertera, hingga tatapan matanya tertuju ke satu nama. “Claudia Grasyella, dia di tempat Claudia,” gumam Alaric lantas bernapas lega karena Emily pasti baik-baik saja di sana. Namun, pertanyaannya sekarang adalah kenapa Emily ke tempat Claudia lantas mengabaikannya. “Sepertinya adiknya juga berbohong,” ucap Alaric setelah memastikan Emily di mana. “Adik?” Billy mengerutkan alis. “Ya, aku bertemu adiknya Emi saat di apartemen. Dia berkata kalau tak bertemu Emi dan di sana karena menemui kekasihnya. Bisa jadi Evano di sana karena menemui Emi tapi menyembunyikannya dariku,” ujar Alaric menjelaEmily sangat terkejut melihat siapa yang datang. Dia berdiri sambil memalingkan muka. “Mau apa ke sini?” tanya Emily tanpa mau menatap pria yang ada di depannya. “Kenapa tidak bisa dihubungi?” tanya Alaric yang pagi itu nekat menemui Emily. “Aku sedang malas,” jawab Emily lantas ingin menutup pintu tapi ditahan Alaric. Pria itu mendorong pintu agar terbuka lebar, lantas merangsek masuk. Emily tak bisa berbuat banyak, hingga memilih mengabaikan dengan meninggalkan Alaric. “Kamu masih marah soal pembahasan tempo hari?” tanya Alaric sambil berjalan mengikuti Emily. Emily menghentikan langkah mendengar pertanyaan Alaric. Dia membalikkan badan lantas menatap Alaric. “Kamu benar-benar munafik!” sembur Emily kembali kesal. “Jika kamu tak menjelaskan apa kesalahanku, apa kamu berniat terus diam seperti ini?” tanya Alaric tak menanggapi amukan istrinya. Emily tertawa sumbang mendengar pertanyaan Alaric, hingga kemudian menatap suaminya itu. “Kamu memang egois, Al! Bagaiman
“Al sudah ke kantor?” tanya Bobby karena mereka sarapan tanpa Alaric dan Emily.Semalam Bobby tidak makan malam, sehingga tak tahu jika cucu dan cucu menantunya tidak di rumah.“Mereka tidak pulang semalam, mungkin menginap lagi di apartemen. Biarkan saja, asal hubungan mereka semakin mesra,” balas Mia lantas menyantap sarapan yang tersedia.Bobby mengangguk-angguk mendengar jawaban menantunya itu.“Lena menghubungiku, apa Papa menemuinya?” tanya Mia sambil menatap ayah mertuanya itu.Dia tak sempat bertanya karena Bobby terus di kamar setelah kembali dari perusahaan.Bobby langsung menatap Mia yang baru saja bertanya.Mia menoleh ayah mertuanya, lantas terlihat sedih.“Seharusnya aku tak perlu memberitahu Papa, tapi sekarang semua yang terjadi bukan hanya tentangku, tapi juga tentang Al dan Emi,” ucap Mia lagi.Bobby pun diam mendengar ucapan Mia.“Aku dan Al selama ini mengalah, tapi kenapa mereka terus berusaha menyingkirkan kami. Apa aku kurang diam? Atau karena aku dan Al diangga
“Apa kamu membuat masalah dengan orang?”Farrel diminta pulang hingga mendapat cecaran dari sang ayah.“Tidak,” jawab Farrel dengan santainya.“Lalu apa ini? Semua klien yang ingin bekerjasama dengan kita, sekarang mundur semua dengan alasan sama, batal tertarik!”Farrel melihat sang ayah yang sangat murka kepadanya.“Kamu tidak jadi menikah dengan Emily saja sudah menjadi bencana, lalu sekarang apa lagi ini? Kamu pikir mudah mencari klien?”Farrel hanya diam saat mendengar sang papa yang terus marah-marah.“Katakan saja jujur ke kami, Nak. Apa kamu membuat masalah atau menyinggung seseorang sampai perusahaan kita dibuat seperti ini?” tanya sang mama sambil menatap Farrel yang hanya diam.“Aku tidak merasa menyinggung siapa pun. Bisa saja itu ulah saingan bisnis kita, makanya mereka mundur karena mendengar cerita buruk yang sifatnya fitnah tentang perusahaan kita,” ucap Farrel membela diri.Sang papa tetap terlihat kesal meski Farrel sudah menjelaskan.“Perusahaan itu papa bangun dari
Emily berjalan menuju lift setelah selesai bekerja di sore hari. Dia menunggu lift bersama dengan para staffnya, hingga saat pintu lift terbuka, Emily melihat ayahnya ternyata di dalam.Emily tersenyum lantas masuk lift bersama sang papi yang ada di sana bersama asisten pria itu. Staff lain merasa canggung dan memilih tak masuk.“Kemarin kenapa ambil cuti?” tanya Ansel yang ternyata tahu kalau putrinya tidak masuk kerja.“Oh, ya. Kemarin agak tidak enak badan, jadi aku memilih ambil cuti sehari,” jawab Emily terkejut mendengar pertanyaan itu.“Sekarang bagaimana? Masih tidak enak badan?” tanya Ansel lagi.“Sudah mendingan,” jawab Emily lagi.“Kenapa ponselmu tidak aktif?” tanya Ansel seolah menyelidik.Emily mengulum bibir mendengar pertanyaan sang papi, lantas menjawab, “Kemarin aku mematikannya agar bisa istirahat dengan tenang.”Saat selesai menjawab pertanyaan sang papi, Emily pun berjalan keluar dari lift yang terbuka di lobi.“Kamu tidak berangkat kerja dan mematikan ponsel buka
Bukannya menghentikan laju mobil, Alaric semakin memacu membuat Emily agak panik.“Al!” teriak Emily takut.Alaric membelokkan mobil di area taman yang agak sepi. Namun, dia mengunci pintu mobil secara otomatis yang hanya bisa dibuka olehnya, membuat Emily sama sekali tak bisa berkutik.“Buka pintunya!” perintah Emily.Alaric hanya menoleh istrinya itu tanpa membalas ucapan Emily sama sekali.Emily melirik tajam ke suaminya, tapi akhirnya memilih melipat kedua tangan di depan dada sambil mendengkus kasar.“Apa sebenarnya yang kamu inginkan?” tanya Emily menurunkan ego karena tak bisa kabur dari sana. Dia bicara dengan nada suara yang diturunkan beberapa oktaf.“Hanya ingin duduk denganmu,” jawab Alaric.Emily menoleh suaminya sekilas lantas kembali memandang ke depan.Emily tak tahu apa yang sebenarnya diinginkan Alaric. Mereka hanya duduk diam tanpa kata, bahkan Emily berpikir jika suaminya tak ada usaha sama sekali untuk meminta maaf.Saat keduanya masih diam di sana, Emily melihat
“Apa kamu bilang?” Emily langsung melotot mendengar jawaban Alaric.Alaric hanya menahan tawa melihat istrinya itu emosi. Dia menghela napas kasar lantas mencoba menjelaskan.“Aku sama sekali tidak bermaksud berbohong. Saat itu posisiku sulit. Jika aku jujur, lalu kamu tak terima dan melaporkannya ke polisi, maka posisiku di keluarga dan di mata publik akan terancam,” ujar Alaric akhirnya menjelaskan.Emily diam mendengar ucapan Alaric. Meski alasannya masuk akal, tapi tetap saja baginya menyakitkan.“Kamu lebih mementingkan warisan!” ketus Emily kesal.“Karena banyak yang aku perjuangkan di sini, bukan hanya aku tapi juga Mama. Aku hanya berusaha terlihat baik dan menghindari masalah,” balas Alaric menjelaskan.“Aku benar-benar tak berniat terus berbohong, tapi aku hanya mencari waktu yang tepat. Tapi ternyata sebelum aku jujur, sudah ada tangan jahil yang berusaha menghancurkan kepercayaanmu kepadaku,” ujar Alaric lagi.Emily pun terdiam mendengar penjelasan Alaric, hingga dia menol
“Ceritanya sudah balikan?”Claudia menatap Emily yang sedang mengemas barang lantas melirik Alaric yang duduk di ruang tamu.“Sudah,” jawab Emily tanpa rasa malu sama sekali setelah bertengkar dengan suaminya.“Dih, gitu lho ngapain sampai minggat? Harusnya kamu tuh ga usah pakai acara pergi segala, tinggal bicarakan juga kelar, kenapa harus pakai acara diem-dieman.” Claudia menggeleng kepala setelah bicara karena merasa tingkah sahabatnya itu lucu.“Kamu juga diem-dieman saat bertengkar dengan adikku!” ledek Emily.“Itu beda!” sanggah Claudia.Emily menghela napas kasar. Dia menoleh ke pintu kamar yang terbuka, melihat Alaric yang menunggunya di sana.“Bukan sekadar marah, aku hanya sekadar memberinya shock therapy agar dia tak melakukan hal itu lagi,” ujar Emily menjelaskan.“Shock therapy apanya? Yang ada kamu shick shack shock kalau suamimu cuek,” balas Claudia yang tahu betul kalau Emily tak mau disalahkan atas keputusan yang dibuat.Emily hanya tertawa mendengar balasan Claudia.
Farrel masuk ke salah satu private room di klub itu. Dia melihat seorang pria yang sudah duduk di sana. Farrel belum bisa melihat pasti wajah pria yang hendak menemuinya karena ruangan itu begitu gelap. “Duduklah.” Suara pria bernada tegas terdengar, membuat Farrel duduk di salah satu sofa. Farrel pun akhirnya melihat siapa pria yang menghubunginya. “Kupikir kamu takkan percaya dengan pesanku,” ucap Gio sedikit mencondongkan tubuh untuk meraih gelas yang ada di meja. Farrel masih memperhatikan Gio yang sama sekali tak dikenalnya. “Kamu tidak berusaha membohongiku, kan?” tanya Farrel agak waspada. Gio sedang menenggak minumannya saat mendengar pertanyaan Farrel. Pria itu memulas senyum setelah selesai minum, dia bahkan menuangkan minuman berwarna coklat ke gelas kaca yang ada di meja. “Untuk apa membohongimu? Aku benar-benar ingin menawarkan kerjasama,” ucap Gio sambil mengulurkan gelas kaca berisi minuman ke Farrel. Farrel masih menatap tak langsung mengambil gelas dari tangan