“Tidak apa-apa jika kalian masih mau menginap di sini. Tapi, kalau memang kurang enak badan atau sakit, jangan disembunyikan seperti kemarin,” ucap Mia ke Emily. “Iya, Emi. Kalau sakit itu bilang, jangan diam-diam saja. Kalau kamu kenapa-kenapa gimana? Biasanya juga kalau sakit selalu manja, kenapa sekarang malah sembunyi-sembunyi?” Aruna ikut menimpali. Emily langsung malu mendengar ucapan sang mami, membuatnya terlihat seperti anak kecil di depan mertua. “Sekarang sudah ada Al, kalian jangan cemas,” balas Emily agar dua wanita itu tidak mencurigai atau mencemaskannya lagi. Emily melirik Alaric yang berdiri di sampingnya, menebak jika pria itu pasti besar kepala karena ucapannya. Mia dan Aruna langsung melirik sambil saling senyum mendengar balasan Emily, mereka pun akhirnya pamit setelah makan malam di apartemen itu. Emily dan Alaric mengantar orang tua mereka sampai di depan pintu, lantas kembali masuk setelah memastikan ibu mereka masuk lift. “Sekarang sudah ada aku yang me
“Sepertinya kamu harus waspada.” Alaric langsung menatap Billy yang baru saja mengatakan itu. “Ada informasi apa?” tanya Alaric karena tahu maksud ucapan Billy. Billy menggoyangkan kursi yang diduduki, dua tangan tampak memainkan pulpen. “Gio merekrut orang untuk melawanmu,” ucap Billy. Alaric diam dengan tatapan tajam mendengar ucapan Billy. “Dia masih ingin melawanku?” Alaric benar-benar tak senang akan hal itu. “Ya, tentu saja.” Billy meletakkan pulpen di meja, lantas memandang Alaric yang terlihat tak senang sama sekali. “Dia takkan menyerah sebelum kamu mundur dari jabatanmu dan melepas semua milikmu. Dia pasti akan melakukan segala cara meski kamu sudah memperingatkan,” ucap Billy sambil menatap Alaric yang terlihat kesal. Alaric mengepalkan telapak tangan. Dia benar-benar tak menyangka jika Gio akan semakin menjadi-jadi setelah dirinya menikah. “Ternyata dia tak mau berhenti meski sudah kalah,” geram Alaric. “Dia takkan berhenti sebelum kamu mati!” timpal Billy yang
“Al, Mama mau bicara sebentar,” ucap Mia saat Alaric baru saja pulang bekerja bersama Emily. Alaric menatap Mia yang agak cemas. Dia menoleh Emily yang berdiri di sampingnya. “Naiklah ke kamar dulu,” kata Alaric ke Emily. Emily mengangguk dengan seulas senyum, lantas memilih meninggalkan suaminya bersama sang mertua. Mia dan Alaric menatap Emily yang pergi menaiki anak tangga, hingga Mia mengajak Alaric duduk lebih dulu. “Apa ada masalah?” tanya Alaric saat melihat sang mama cemas. “Apa kamu tahu soal kabar Gio mau menikah?” tanya Mia. Alaric terkejut mendengar ucapan sang mama, lantas menggelengkan kepala untuk menjawab. “Dia mau menikah? Dengan Aster?” tanya Alaric memastikan. “Entah, mama tidak tahu,” jawab Mia karena tak yakin. “Tadi kakekmu mendapat kabar kalau besok malam Gio akan mengadakan makan malam untuk memperkenalkan calon istrinya, itu berarti bukan Aster,” ucap Mia menjelaskan apa yang diketahuinya dari sang ayah mertua. Alaric pun diam sambil berpikir. Tentu
Malam itu Emily sedang bersiap-siap untuk ikut ke acara makan malam yang diadakan keluarga Gio.Meski dirinya malas karena perbuatan Gio yang terus berusaha merusak hubungannya dengan Alaric, tapi Emily harus tetap ikut untuk menjaga nama baik keluarga Alaric.“Kamu sudah siap?” tanya Alaric saat mengecek Emily di kamar ganti.Emily menoleh suaminya. Dia baru saja selesai memakai anting.“Apa penampilanku berlebihan?” tanya Emily meminta pendapat. Dia tak mau mempermalukan suaminya jika berpenampilan buruk.Alaric mendekat ke Emily, lantas memperhatikan gaun hingga perhiasan yang dipakai istrinya itu.“Tidak sama sekali. Bahkan ini sempurna dan sangat cocok denganmu,” jawab Alaric memuji istrinya itu.Emily tersipu malu mendapat pujian itu. Sejak berbaikan, Alaric jadi lebih sering memujinya.“Ayo!” ajak Alaric karena Emily sudah siap.Emily mengangguk lantas menggandeng tangan suaminya itu.Mereka berangkat menggunakan mobil sendiri, sedangkan Bobby dan Mia pergi menggunakan mobil la
Anggota keluarga lain mengucapkan selamat dan senang dengan kehadiran Selena, tapi tidak dengan Emily.“Apa maksudnya ini?” Emily benar-benar tak memprediksi semua ini.“Kecurigaanku benar, pasti ada sesuatu,” gumam Alaric sambil menoleh Emily.Emily pun tak menyangka jika Selena akan menikah dengan Gio padahal rivalnya itu baru merebut Farrel darinya.“Dia benar-benar busuk, kan? Dia selalu berusaha mengambil apa pun yang aku miliki, apakah ini salah satu rencana untuk mendapatkan apa yang aku miliki?” Emily menoleh Alaric hingga keduanya saling tatap.Alaric mengajak Emily berdiri, lantas berbisik, “Tetaplah tenang.”Emily mencoba tenang meski rasanya berat karena yang ada di hadapannya sekarang adalah musuh yang terus berusaha menjatuhkannya.Alaric dan Emily terpaksa menemui Selena karena menjaga nama baik Mia.Saat Emily dan Alaric berjalan mendekat ke Selena yang sedang menerima selamat dari anggota keluarga lain, wanita itu menatap Emily sambil tersenyum tipis.“Kamu pasti tida
“Kamu yakin mau makan di tempat seperti ini?” tanya Alaric sambil menatap heran ke Emily.“Iya, memangnya kenapa?” Emily melepas sabuk pengaman ingin segera turun dari mobil.Alaric tak bisa mencegah keinginan Emily. Dia pun akhirnya turun mengikuti Emily yang ingin makan di tenda pinggir jalan daripada di restoran mewah.“Dulu waktu masih kuliah, aku sama Claud sering makan di pinggir jalan. Nyari suasana baru, ga melulu di retoran atau kafe,” ucap Emily sambil mengulurkan tangan ke Alaric untuk mengajak suaminya itu.Alaric menatap Emily yang terlihat senang, tiba-tiba saja terbesit sebuah kerinduan dalam pancaran matanya.“Ada apa?” tanya Emily keheranan karena tatapan suaminya agak berbeda.Alaric tersenyum tipis sambil menggeleng kepala pelan. Dia pun meraih tangan Emily, lantas keduanya berjalan menuju warung tenda bersama.“Kamu alergi seafood, ga?” tanya Emily saat akan memesan.“Tidak,” jawab Alaric.“Oke,” balas Emily lantas memesan menu tanpa bertanya apa yang diinginkan Al
“Jika Emily benar hamil, maka bisa jadi semua orang akan semakin menyayangi dan melindunginya.”Selena menggigit ujung kuku setelah mengatakan itu. Dia mendadak cemas jika tak bisa menggeser posisi Emily.Gio melirik Selena yang terlihat cemas. Dia sedang menuang minuman ke gelas, setelahnya mendekat ke wanita itu sambil membawa dua gelas berisi minuman.Mereka pergi ke apartemen milik Gio setelah makan malam selesai, tentu saja keduanya ke sana untuk membahas rencana mereka setelah mendeklarasikan pernikahan mereka.“Itu tugasmu. Kamu harus memikirkan cara agar bisa membuat Emily tak memiliki posisi di keluarga,” ucap Gio sambil menyodorkan salah satu gelas ke Selena.Selena menatap pria itu, lantas menerima gelas yang disodorkan.“Kamu wanita cerdas. Jika kamu bisa merebut apa pun darinya, kamu juga pasti bisa membuatnya tersingkirkan dari posisinya sekarang,” ucap Gio lagi lantas menenggak minuman yang ada di gelas.Selena terdiam sejenak, lantas membalas, “Jika aku hamil, dia tida
“Siang ini Pak Bobby akan memberikan 30 persen saham miliknya di perusahaan utama ke sepupumu.”Gio mengepalkan erat mendengar informasi dari seberang panggilan.“Tapi ini belum enam bulan, kenapa Kakek sudah mau memberikan perusahaan itu ke Alaric?”Suara Gio sangat tinggi. Dia emosi karena sang kakek memajukan jadwal dari yang seharusnya.Gio seharusnya memiliki waktu tiga bulan lagi untuk membuat Alaric dan Emily berpisah agar syarat yang diberikan Bobby gagal terpenuhi, tapi siapa sangka sang kakek malah mengubah rencana.“Ya, itu keputusan kakekmu. Pemberitahuan soal rapat pemegang saham diumumkan semalam, mungkin kakekmu sedang mengantisipasi sesuatu,” ucap pria dari seberang panggilan.Gio mengepalkan telapak tangan erat. Dia akhirnya mematikan panggilan itu karena kesal.“Agh! Sialan!”Gio mengumpat sambil mendorong semua barang di meja hingga jatuh berserakan di lantai. Dia mengamuk untuk meluapkan kekesalannya atas keputusan sang kakek yang berubah.“Alaric! Alaric! Terus sa