“Kamu yakin mau makan di tempat seperti ini?” tanya Alaric sambil menatap heran ke Emily.“Iya, memangnya kenapa?” Emily melepas sabuk pengaman ingin segera turun dari mobil.Alaric tak bisa mencegah keinginan Emily. Dia pun akhirnya turun mengikuti Emily yang ingin makan di tenda pinggir jalan daripada di restoran mewah.“Dulu waktu masih kuliah, aku sama Claud sering makan di pinggir jalan. Nyari suasana baru, ga melulu di retoran atau kafe,” ucap Emily sambil mengulurkan tangan ke Alaric untuk mengajak suaminya itu.Alaric menatap Emily yang terlihat senang, tiba-tiba saja terbesit sebuah kerinduan dalam pancaran matanya.“Ada apa?” tanya Emily keheranan karena tatapan suaminya agak berbeda.Alaric tersenyum tipis sambil menggeleng kepala pelan. Dia pun meraih tangan Emily, lantas keduanya berjalan menuju warung tenda bersama.“Kamu alergi seafood, ga?” tanya Emily saat akan memesan.“Tidak,” jawab Alaric.“Oke,” balas Emily lantas memesan menu tanpa bertanya apa yang diinginkan Al
“Jika Emily benar hamil, maka bisa jadi semua orang akan semakin menyayangi dan melindunginya.”Selena menggigit ujung kuku setelah mengatakan itu. Dia mendadak cemas jika tak bisa menggeser posisi Emily.Gio melirik Selena yang terlihat cemas. Dia sedang menuang minuman ke gelas, setelahnya mendekat ke wanita itu sambil membawa dua gelas berisi minuman.Mereka pergi ke apartemen milik Gio setelah makan malam selesai, tentu saja keduanya ke sana untuk membahas rencana mereka setelah mendeklarasikan pernikahan mereka.“Itu tugasmu. Kamu harus memikirkan cara agar bisa membuat Emily tak memiliki posisi di keluarga,” ucap Gio sambil menyodorkan salah satu gelas ke Selena.Selena menatap pria itu, lantas menerima gelas yang disodorkan.“Kamu wanita cerdas. Jika kamu bisa merebut apa pun darinya, kamu juga pasti bisa membuatnya tersingkirkan dari posisinya sekarang,” ucap Gio lagi lantas menenggak minuman yang ada di gelas.Selena terdiam sejenak, lantas membalas, “Jika aku hamil, dia tida
“Siang ini Pak Bobby akan memberikan 30 persen saham miliknya di perusahaan utama ke sepupumu.”Gio mengepalkan erat mendengar informasi dari seberang panggilan.“Tapi ini belum enam bulan, kenapa Kakek sudah mau memberikan perusahaan itu ke Alaric?”Suara Gio sangat tinggi. Dia emosi karena sang kakek memajukan jadwal dari yang seharusnya.Gio seharusnya memiliki waktu tiga bulan lagi untuk membuat Alaric dan Emily berpisah agar syarat yang diberikan Bobby gagal terpenuhi, tapi siapa sangka sang kakek malah mengubah rencana.“Ya, itu keputusan kakekmu. Pemberitahuan soal rapat pemegang saham diumumkan semalam, mungkin kakekmu sedang mengantisipasi sesuatu,” ucap pria dari seberang panggilan.Gio mengepalkan telapak tangan erat. Dia akhirnya mematikan panggilan itu karena kesal.“Agh! Sialan!”Gio mengumpat sambil mendorong semua barang di meja hingga jatuh berserakan di lantai. Dia mengamuk untuk meluapkan kekesalannya atas keputusan sang kakek yang berubah.“Alaric! Alaric! Terus sa
Di perusahaan Emily. Wanita itu sangat terkejut didatangi dua pengacara yang mengaku disuruh Bobby.“Kalau memang Kakek ada perlu denganku, kenapa beliau tidak memintaku datang saja ke perusahaan atau menemuinya di rumah?” tanya Emily keheranan.Dua pengacara itu memulas senyum, hingga salah satunya pun menjawab pertanyaan Emily.“Pak Bobby sedang ada rapat penting, karena ini mendesak, beliau meminta kami secara khusus untuk menemui Anda. Kami ke sini hanya ingin meminta persetujuan atas berkas yang sudah kami buat berdasarkan perintah Pak Bobby,” ujar pengacara.Emily bingung, hingga dia meminta berkas apa yang dimaksud untuk dibaca.Pengacara itu pun memberikan berkas yang dimaksud. Emily membaca secara hati-hati hingga sangat terkejut saat membaca poin inti dari berkas itu.“Sebentar, sepertinya ini ada kesalahan,” ucap Emily syok saat membaca ketentuan yang menyatakan jika Bobby meninggal maka sisa sahamnya akan didapat Emily.“Apa ini wasiat? Tapi kenapa aku?” tanya Emily benar
“Mulai sekarang, biarkan anak buahku selalu di dekatmu. Ini hanya untuk berjaga-jaga dari hal yang tak diinginkan karena sepertinya Gio mulai terang-terangan ingin mengibarkan bendera perang,” ujar Alaric saat makan siang berdua dengan Emily di ruang kerja istrinya itu. “Apalagi Kakek sudah mengambil langkah yang aku yakin akan membuat Gio murka,” imbuh Alaric lagi. Emily menggigit sendok yang baru saja masuk mulut, tampak berpikir kenapa keluarga Alaric serumit itu. Hanya karena harta warisan, saudara pun akhirnya jadi musuh. “Aku masih bertanya-tanya, kenapa keluargamu lebih mengutamakan harta daripada hubungan dengan saudara?” tanya Emily benar-benar tak habis pikir. Tentu saja hal itu mengganggu Emily. Tumbuh besar di keluarga kaya dengan status sosial yang tinggi, keluarga Emily tak ada yang seperti keluarga Alaric karena semua merasa cukup dengan apa yang dimiliki. “Karena pemikiran dan ego mereka yang menciptakan itu,” jawab Alaric. Emily menatap Alaric sambil menjilat se
Sudah seminggu sejak Bobby mengalihkan saham miliknya untuk Alaric. Tidak ada pergerakan sama sekali dari Gio, membuat Alaric bisa bernapas lega meski tetap waspada. “Al, aku mau keluar sama Claudia. Hanya makan siang sambil menemani Claudia membeli sesuatu. Bolehkan?” tanya Emily sambil menatap suaminya yang duduk di sofa sambil memangku laptop. “Pergi berdua?” tanya Alaric seolah memastikan. “Iyalah, Al. Memangnya mau sama siapa lagi. Tidak akan lama, aku janji,” balas Emily untuk membujuk suaminya agar diizinkan pergi. “Boleh, tapi biarkan Bara dan Fandy ikut untuk menjagamu,” ucap Alaric lantas mengetik pesan di ponsel untuk dikirimkan ke anak buah kepercayaannya. Sebenarnya Emily agak risih jika dikawal, tapi karena tahu suaminya sangat mencemaskan dirinya, membuat Emily tak memprotes apa yang dilakukan suaminya itu. “Sudah, mereka akan datang sepuluh menit lagi. Tunggu sampai mereka datang, lalu pergilah bersenang-senang,” ucap Alaric setelah mendapat balasan dari Bar
“Kamu ga ada kapok-kapoknya!” Emily geram karena Farrel mengganggunya lagi. Saat dia berusaha melepas tangan Farrel. Bara mendekat lantas menarik paksa Farrel agar menjauh dari Emily. Bara dan Fandy tidak langsung menghajar Farrel karena ada di tempat umum dan takut mengganggu pengunjung lain, sehingga mereka hanya menahan Farrel. “Emi, aku hanya mau bicara denganmu!” Farrel berusaha lepas dari cengkraman Bara. “Dia udah ga mau ada urusan denganmu, kenapa kamu maksa!” Claudia pun kesal karena Farrel tak tahu diri. Bara hendak menyeret Farrel, tapi pria itu terus saja memberontak. “Emi, aku minta maaf. Aku sudah salah menilaimu dan tak mengindahkan ucapanmu. Kumohon Emi, beri aku kesempatan kedua!” Farrel berusaha memberontak untuk bisa bicara dengan Emily. Emily menatap Farrel yang merasa bersalah kepadanya, tapi hal itu tak membuat Emily goyah atau luluh ke pria itu. “Nasi sudah jadi bubur, tidak ada kesempatan kedua. Lebih baik sekarang kamu pergi dari hidupku!” Setelah me
Alaric berlarian dari parkiran menuju IGD. Dia sangat takut dan cemas saat dihubungi Bara yang memberitahunya jika Emily ditusuk orang tak dikenal. Mia dan Bobby juga ikut, mereka tertinggal di belakang karena Alaric keluar dari mobil bahkan sebelum mobil terparkir sempurna. “Di mana istriku?” tanya Alaric saat bertemu Bara. “Masih mendapat penanganan dokter,” jawab Bara sedikit menunduk karena takut. Alaric masuk ke ruang perawatan begitu saja untuk melihat kondisi Emily, hingga dia melihat bibi istrinya yang memang berprofesi sebagai dokter sedang menangani istrinya. “Bagaimana kondisinya?” Alaric benar-benar panik melihat Emily sudah tak sadarkan diri. Sashi—bibi Emily langsung menoleh mendengar suara Alaric. “Tunggulah di luar, kami sedang mengobatinya,” ucap sang bibi bersikap tenang sebagai dokter yang sedang menangani pasien. Salah satu perawat meminta Alaric untuk keluar dari ruangan karena takut mengganggu proses pengobatan. “Dia baik-baik saja, kan?” tanya Alaric.