Rossa langsung menghubungi Rahma begitu dirinya selesai menelepon ibunya. Telepon terhubung tapi belum diangkat oleh si empunya nomor. Hampir saja Rossa ingin memutuskan panggilannya saat ia melihat panggilannya diangkat.“Teteh apa kabarnya?” tanya Rossa setelah uluk salam sebelumnya. Gadis itu merasa begitu rindu pada perempuan yang telah menyelamatkannya di malam saat dirinya melarikan diri itu.“Alhamdulillah baik, Rossa. Kamu sendiri bagaimana? Maaf, tadi aku ketiduran,” ujar Rahma sambil mengucek matanya yang masih berat untuk terbuka. Sepertinya tubuhnya benar-benar kelelahan sehingga sulit mengondisikan kantuk yang masih bergelayut.“Alhamdulillah aku pun baik, Teh. Teteh sepertinya kelelahan. Suaranya terdengar sangat lemas,” Rossa terdengar begitu khawatir.“Iya nih. Teteh baru selesai mengurus kebun sayuran. Coba kamu masih di sini, ya. Pasti teteh ada yang bantu,” ujar Rahma sedikit tertawa.“Loh, bukannya sekarang teteh punya asisten rumah tangga?” Rossa sempat mende
Sudah beberapa hari ini Andra berusaha menyimpan kekesalannya pada sang istri Devina. Beraninya dia datang menyusul ke villa dan menggagalkan seluruh rencana yang sudah disusunnya malam itu. Gagal sudah upayanya mendapatkan tubuh Rossa di malam itu. Padahal tinggal beberapa langkah lagi. Andra sedikit mengingat bila Devina tidak sendirian malam itu. Ia bersama seorang lelaki. Semoga ini bisa ia jadikan alibi untuk membuat wanita itu terpojokkan.“Bersama siapa kamu malam itu, hah?!” bentak Andra dengan sorot mata tajam untuk menakuti Devina yang mulai berani melawannya.“Justru seharusnya aku yang tanya padamu, Mas. Beraninya kamu membawa wanita jalang itu ke villa kita, Mas. Lancang kamu.” Tangan Devina hampir melayang dan mendarat di pipi pria berwajah tampan nan tegas itu bila ia tidak segera menahannya.“Mulai berani kamu melawanku, Devina!” ucap Andra sengit. “Aku begini gara-gara kamu, Mas. Kamu ngga pernah menghargai aku sebagai istrimu. Bahkan sampai sekarang pun kamu seo
Sepulang dari kantornya Andra tidak langsung pulang ke rumah. Ia berputar arah menuju alamat yang sudah dalam genggamannya. Alamat seorang dukun sakti yang ia dapatkan dari temannya yang sudah menjadi langganan dukun itu. Andra bermaksud memelet dua wanita, istrinya Devina dan Rossa. Devina sudah mulai nekat dan bertindak macam-macam. Pria itu tidak akan membiarkannya sebelum dirinya mendapatkan apa yang selama ini diincarnya. Yaitu harta. Wanita itu harus tunduk dan menuruti kemauannya tanpa penolakan.Setelah menguras habis harta Devina dan menceraikannya, Andra ingin menikahi Rossa. Tidak peduli apa latar belakang gadis itu. Pesona gadis itu dan keanggunannya membuatnya tersihir dan ingin memilikinya. Aneh sekali, gadis itu begitu sulit diluruhkan. Gadis yang begitu mahal. Sangat menggelitik dan memicu adrenalin kemaskulinannya untuk memiliki gadis itu.Mobil Andra sampai di perkampungan yang mulai sepi rumah warga. Jarak antara rumah satu dengan lainnya terhalang kebun dan pep
Jelita mendapat kabar dari Sukaesih bila hubungan Andra sang istri kembali harmonis. Tapi keharmonisan itu begitu janggal. Tatapan mata Devina terlihat kosong. Sukaesih curiga bila Andra telah memikat perempuan itu menggunakan guna-guna pelet.Jelita lalu menceritakan pada Anwar tentang laporan Sukaesih, anteknya itu.“Beritahu Rossa supaya dia berhati-hati, Yang. Aku khawatir Rossa benaran terpikat dan bisa menggagalkan semua rencana kita nantinya.” Tak bisa dipungkiri, Anwar juga tidak ingin lelaki itu berhasil menggaet hati Rossa karena bisa menghancurkan rencana mereka bila itu terjadi.“Siap, Pah. Aku akan hubungi Rossa dan memberi tahunya. Oh, iya. Kita juga perku cari dukun sepertinya, Pah. Untuk minta penangkal pelet buat Rossa. Gimana usulanku, Pah?” Jelita mengedikkan alisnya. Anwar menyeringai.“Good idea. Istriku ini cerdas sekali,” puji Anwar lalu ia mencium kening istrinya. Mereka tertawa bersama penuh kemenangan.Lalu terlihat Jelita menekan nomor Rossa. Sambungan
Jelita segera meminta Rossa datang ke rumahnya. Ia dan Anwar sudah mendapatkan jimat penangkal pelet dari seorang dukun langganan kerabatnya. Jimat itu berbentuk ikat pinggang dengan tali kecil dan gandulan dari buntalan kain. Saat gadis itu tiba di rumah Jelita, wanita itu segera menarik lengannya dan membawanya ke sebuah ruangan. Ruangan yang biasa ia pakai untuk membriefing Rossa.“Angkat sedikit bajumu, Rossa. Aku akan memakaikan ikat pinggang ini. Ini adalah jimat penangkal pelet.”Rossa menurut. Ia mengangkat sedikit baju bagian atasnya lalu Jelita memakaikan ikat pinggang itu di pinggang Rossa yang ramping.“Pas sekali,” ujar Jelita. “Kali ini kita tidak perlu khawatir dirimu akan terkena guna-guna lelaki hidung belang itu, Rossa. Tapi berhati-hatilah. Jimat ini harus kau lepas saat mandi,” pesan Jelita.Rossa tidak banyak bicara. Gadis itu hanya menagangguk dan menuruti apa yang diinginkan oleh orang yang menyewa jasanya.“Lalu apa lagi rencana kita, Bu?” tanya Rossa. I
Akhirnya, Andra bisa bernafas lega karena Rossa mau bertemu dengan dirinya. Mereka akan bertemu di kafe biasa di jam biasa juga. Andra sudah berpesan pada istrinya agar tidak menunggunya pulang karena ia akan bertemu klien. Kebohongan yang biasa ia perbuat, seperti biasanya. Tapi wanita itu hanya mengangguk dan menurut. Pelet yang digunakan Andra membuat wanita itu takluk dan tak bisa membantah.Sepulang kerja, mobil Andra langsung melaju menuju kafe yang dituju. Tak sengaja Andra melihat mobil yang biasa dipakai Rossa sudah terparkir di parkiran. Artinya wanita itu sudah lebih dulu datang. Tidak biasanya gadis itu datang duluan. Sepertinya Rossa mulai terpikat padanya, pikir Andra. Ia memuji kerja si dukun yang ternyata memiliki minyak yang begitu ampuh. Buktinya, belum bertemu pun Rossa sudah terlihat antusias menyambut kehadirannya.Dengan langkah penuh percaya diri, Andra berjalan memasuki kafe. Di sofa yang biasa ia tempati, seorang gadis cantik sudah menunggu dirinya. Gadis it
“Gimana, Ros? Kamu terdampak pelet si Andra ngga?” tanya Jelita penasaran. Wanita itu tahu, kemarin Andra dan Rossa berjanji bertemu di kafe biasa mereka ketemuan.“Alhamdulillah, aman, Bu. Ngga terjadi reaksi apa pun pada saya. Perasaan saya masih seperti sebelumnya. Andra bukan tipe saya,” jawab Rossa dengan santai. Ia baru saja selesai mandi dan akan bersiap mengenakan pakaiannya. “Bagus, Rossa. Sepertinya penangkal pelet yang saya berikan kemarin sangat ampuh.”“Sepertinya begitu, Bu.”“Oh, ya. Saya sudah mengirim sejumlah uang ke rekeningmu. Kerjamu bagus, Rossa. Saya suka,” puji Jelita. Entah sudah berapa banyak rupiah ia gelontorkan untuk membayar gadis itu. Sebenarnya, Jelita seorang dermawan. Ia dan suaminya tidak sulit mengeluarkan uang untuk siapa pun. Apalagi yang membutuhkan. Hasil jerih payah mereka pun murni karena kerja keras. Bukan hasil pesugihan dan menumbalkan apa pun. Mereka juga tidak menggunakan penglaris dalam usahanya. Saat mendengar kisah Rossa dari
“Rossa ... keluarlah! Pangeranmu sudah datang!” Dengan begitu percaya diri Ilyas memanggil nama Rossa. Wanita yang sedang mengintip dari balik gorden itu tampak kesal dan tak menghiraukan. Rossa menoleh ke arah Rusydi yang tampak keheranan. Pemuda itu penasaran dan akhirnya ikut mengintip. Ia menertawakan tingkah kakak ipar Rossa yang begitu aneh itu.Bagaimana tidak? Lelaki itu datang dengan gaya berpakaian ala A Rafiq, penyanyi dangdut legendaris yang sering mengenakan celana jeans model cutbrai. Lengkap dengan kacamata hitam yang bertengger di batang hidungnya dan rambut klimis. Belum lagi, wanita yang selalu menempel di lengannya seperti prangko, si ‘janda herang’ Kartika. Perempuan itu seperti tidak punya harga diri, dengan beraninya menggaet suami orang.“Kakak iparmu itu lucu sekali, Rossa. Sifatnya tidak berubah sejak kecil, ya. Jauh berbeda dengan Saleh,” ujar Rusydi berkomentar. Rossa pun tersenyum sinis.“Iya, tuh. Entah kenapa Bang Saleh harus bersaudara dengan lelaki t