Rossa dan kedua orang tuanya telah sampai di lobby apartemen yang ditempati Rossa. Tampak Bi Inah dan ketiga anaknya sudah menunggu di sofa ruang tunggu. Mereka membawa tas berukuran besar yang tergeletak di atas lantai.Begitu melihat Rossa, mereka langsung menghambur dan memeluk gadis itu. Bi Inah mengisakkan tangis.“Mari kita ke apartemen Rossa dulu, yuk,” ajak Rossa sambil merangkul bahu Bi Inah yang masih terguncang dan mengisakkan tangisnya. Sementara Jubaedah menuntun Rani dan kedua adiknya. Mereka memasuki lift dan meluncur ke lantai tiga.Sesampainya di apartemen, Rossa menyediakan minum untuk para tamu kesayangannya ini. Bi Inah langsung meneguk hingga tandas minuman berwarna oranye dengan rasa jeruk. Lalu Rani dan kedua adiknya juga ikut meneguk minuman yang terlihat menyegarkan dahaga itu. Mereka terlihat sangat kehausan.“Maaf, minumnya jadi habis, Rossa. Kami kehausan. Mau beli minum tidak punya uang sepeser pun,” jelas Bi Inah dengan raut wajah yang sendu dan membu
Urusan perpindahan sekolah Rani dan adik-adiknya sudah beres. Tinggal membantu bibinya melunasi utang-utangnya kepada rentenir. Rossa banyak menggelontorkan sejumlah uang demi membantu adik sepupu bapaknya itu. Di dapur, ibu dan Bi Sari sibuk mengadon kue. Ibu sudah dibekali Rossa usaha bakery. Sementara ini berproduksi skala rumahan karena baru merintis. Bila sudah berjalan lancar, barulah Rossa mencarikan tempat untuk disewa atau dibeli.Sementara bapak sudah dimodali mobil dan motor second untuk usaha angkot dan ojeknya. Masing-masing satu buah kendaraan. Bila usaha bapaknya lancar, barulah menambah jumlah kendaraannya. Tapi bukan bapak yang menyupiri. Bapak hanya tinggal menerima setoran dari supir angkot dan pengemudi ojeknya nanti. Rossa tidak ingin kedua orang tuanya di masa tua masih kerepotan mencari uang sana sini. Apalagi jika teringat masa-masa sulit dulu. Sekadar mencari pinjaman untuk sarapan saja sulit. Tidak jarang kedua orang tuanya harus menjadi kuli dulu agar m
Kuburan Soleh, lelaki yang menikahi Rossa dua hari lalu, masih basah. Rossa alias Rosmalawati, hari ini kembali berziarah ke makam suaminya yang ketiga ini. Ia tidak menyangka bila nasib suami barunya ini akan sama seperti kedua suami sebelumnya. Karena kejadian berulang inilah akhirnya tersemat julukan untuk Rossa sebagai perempuan terkutuk. Meski sudah tiga kali menikah, perempuan itu masih perawan. Ketiga suaminya mati sebelum mereguk manisnya malam pertama pernikahan.Kedua mata bulat wajah khas Arab itu masih sembab dan basah. Semalaman Rossa menangis. Seharian kemarin tak satu pun bulir nasi mengganjal perut kosongnya. Hanya air putih melepas dahaganya. Jemari Rossa mengelus lembut nissan papan kayu bertuliskan nama suaminya.“Maafin Rossa, Bang. Karena menikahi Rossa, nasib abang menjadi sial begini,” lirih Rossa.Lalu wanita itu berguncang bahunya. Ia menangis sesenggukan. Hingga tanpa disadari, sepasang kaki berbalut celana bahan panjang berwarna hitam sudah berdiri tepat di
Rossa memandang sekitar, sayup-sayup suara memanggil namanya itu masih terdengar lirih. Suasana kemudian menjadi gelap berkabut. Ia melihat siluet wajah Soleh di tengah kabut gelap. Soleh memanggil namanya seraya meminta tolong. Jemarinya menggapai-gapai di kejauhan. Semakin Rossa mendekati, siluet itu semakin menjauh.Tiba-tiba Rossa merasakan sekitarnya basah dan lembab. Rossa terbangun dan tersadar dari mimpinya. Ternyata ia tadi ketiduran saking lelahnya berbenah.Rupanya tubuhnya disiram air segayung oleh ibu mertua yang baru saja pulang dari pasar. Pantas Rossa merasakan tubuhnya basah. Lalu terlihat Rahma tergopoh-gopoh datang karena mendengar Mak Nani kembali mencak-mencak memarahi Rossa. Rahma terkejut melihat tumpukan pakaian yang selesai disetrika dengan rapi itu sudah basah. Begitu pun dengan pakaian Rossa yang kuyup. Ia juga melihat kemeja yang bolong karena setrika panas yang lupa dicabut.“Astaghfirullah, kemeja kerja Bang Ilyas. Rossa? Kamu ketiduran?” Rahma histeri
Sesuai intruksi Rahma, selesai berkemas Rossa sudah bersiap untuk minggat dari rumah terkutuk itu. Tidak perlu menunggu waktu subuh. Kebetulan barang-barangnya pun tidak banyak. Hanya beberapa pasang pakaian.Syukurlah sang ayah sudah kembali aktif ponselnya. Rossa meminta ayah tirinya itu untuk menjemput di ujung gang. Dengan mengendap, Rossa berjalan menuju pintu depan yang sengaja tidak dikunci oleh Rahma. Sementara Rahma ikut mengawasi sambil berpura-pura masih berzikir. Ia sengaja salat di ruang tengah, tidak di musala. Perempuan itu sudah memastikan bila suami dan ibu mertuanya masih terlelap tidur. Rahma pun memberi kode sebagai pertanda aman.Cepat-cepat Rossa keluar dari rumah itu. Melewati pekarangan yang pintu pagarnya sudah terbuka lebar. Rahma benar-benar sudah mempersiapkan pelarian dirinya. Perempuan itu juga mengawasi di ambang pintu depan. Memastikan bila tidak ada penghuni rumah yang menyadari kepergian Rossa. Setelah Rossa tak terlihat punggungnya, ia segera mengunc
Rossa membantu Inah menyiapkan perlengkapan jualan sarapan. Bila pagi, Inah menjual menu sarapan dan kue-kue basah titipan tetangga. Ada nasi uduk, kupat sayur dan aneka gorengan. Kue-kue basah titipan tetangga ada papais pisang, kue cantik manis, kue lumpur dan aneka macam lainnya. Sejak fajar mulai menyingsing pembeli sudah ramai.Ada satu pembeli berpakaian necis yang sepertinya sudah berlangganan. Usianya sekitar empat puluh tahunan. Ia terlihat akrab dengan Inah. Begitu melihat Rossa yang melayaninya, pria itu tampak sangat tertarik. “Siapa ini, Bi Inah?” tanya lelaki yang diketahui bernama Basir itu setengah berbisik.“Keponakan saya, Pak Basir. Awas, ya, jangan macam-macam. Ingat loh, di rumah sudah ada empat istri. Yang kelima haram,” ujar Inah tegas. Basir terkekeh mendengar sindiran dan kode keras dari Inah.“Kan bisa dicerai salah satunya, biar tetap empat,” kilah lelaki hidung belang itu.“Jangan gitu loh, Pak Basir. Hati-hati karma. Apalagi anak Pak Basir kan perempuan
Lampu indikator ponsel pertanda pesan masuk menyala. Rossa mengecek ponselnya dan membuka aplikasi WhatsApp. Kasimin mengirimkan pesan.[Mak Nani dan Ilyas datang ke rumah mencarimu, Nak. Mereka menuntut ganti rugi atas mahar yang Soleh berikan sebesar 30 juta. Bapak bingung, bagaimana mencari uang sebanyak itu. Tapi bapak akan mencari bantuan. Kamu di sana jaga-jaga dan lebih waspada, ya, Nak. Salam dari ibunu. Doa kami selalu menyertai.]Wajah Rossa berubah mendung setelah membaca pesan yang masuk. Membuat Inah mencurigainya. Inah khawatir keponakannya mendapat masalah besar.“Ada apa, Rossa?’ tanya Inah sambil menutup buku rincian penjualan pulsa.“Nggak apa-apa, Bi. Rossa hanya khawatir terhadap kedua orang tua di rumah. Mak Nani dan Ilyas pasti akan mencari keberadaan Rossa.” Mendengar penuturan Rossa, Inah turut prihatin. Wanita itu tahu betapa perihnya kehidupan gadis itu sejak kecil. Dari dalam kandungan, ayah kandungnya yang asli Arab dikabarkan wafat. Rossa hanya mampu melih
Rossa memasuki pekarangan rumah bergaya Eropa yang begitu luas. Taman tertata dengan apik dan cantik. Setelah berjalan beberapa langkah dari gerbang, kakinya menapak di atas lantai berlapis marmer. Pilar-pilar besar berdiri kokoh di beranda teras yang dipijaknya ini. Rossa begitu takjub dengan kemegahan rumah yang baginya seperti istana ini. Dengan diantar satpam, Rossa dipertemukan dengan pemilik rumah.Anwar dan istrinya yang sangat cantik membukakan pintu utama dan menyambut Rossa dengan kehangatan. Begitu melangkah masuk, sorot mata Rossa berbinar karena takjub. Interior rumah bergaya klasik ini begitu mewah dan elegan. Ada sofa besar berjajar membentuk oval di ruang tamu yang megah ini. Anwar mempersilakan Rossa untuk duduk. Kemudian datang asisten rumah tangga berusia paruh baya membawa nampan berisi suguhan minuman dan makanan ringan.“Silakan dicicipi,” tawar istri Anwar dengan senyum dikulum. Nona muda di hadapan Rossa ini memindai penampilan Rossa dari ujung rambut hingga u