Rossa tidak dapat berlama-lama di rumah orang tuanya. Ia hanya menjenguk ibunya lalu memberi sejumlah uang. Rossa meminta supaya rumah mereka direnovasi segera karena begitu iba melihat ibunya berbaring lemah di lantai. Di hari itu juga ia mengirimkan kasur busa dengan tebal 30 senti supaya kedua orang tuanya bisa tidur dengan nyaman.
Sebelum keluar dari desa, mobil Jazz yang ditumpangi Rossa dihadang beberapa pria bertopeng dan bersenjata tajam. Pak Rudi mengerem mendadak hingga membuat Rossa yang sedang melayani chat dari Andra terlonjak kaget. Pria itu gemetaran. Rossa pun terlihat panik saat melihat dua pemuda memaksa Pak Rudi membuka kunci pintu dengan mengetuk-ketuk kaca. Sementara dua lainnya masih menghadang di depan.Dua orang tadi segera membuka pintu belakang dan menarik tubuh Rossa keluar. Sementara Pak Rudi dibekap hingga pingsan. Rossa menjerit meminta tolong. Tapi suasana jalanan begitu sepi.Gadis itu diseret menuju kebun di pinggir jalan. Rossa memberontak. Akhirnya salah satu pria bertopeng itu membopong tubuh Rossa dengan paksa. Tak peduli gadis itu terus memukuli punggungnya.Rossa dibawa ke sebuah gubuk yang tampak sepi. Rossa sangat mengenali kebun milik ibu mertuanya ini. Tapi ia tidak tahu siapa keempat pria misterius bertopeng yang membawa paksa dirinya ini. Apakah orang-orang suruhan ibu mertua?Lalu pria bertopeng yang membopongnya itu terlihat memberi isyarat pada ketiga temannya untuk menunggu di luar. Pria itu menutup pintu dan menguncinya dari dalam. Lalu memaksa Rossa untuk berbaring di atas amben yang tersedia di dalam gubuk itu. Pria itu berusaha menggagahinya dengan paksa. Rossa meronta-ronta dan berteriak meminta pertolongan. Ia menangis sejadi-jadinya sambil berusaha mempertahankan mahkota kegadisannya.Tiba-tiba pintu gubuk yang terkunci dari dalam itu ambruk. Seorang pemuda yang sangat dikenali Rossa berdiri di ambang pintu dengan raut wajah emosi. Ketiga pria bertopeng yang berjaga di luar gubuk ternyata sudah babak belur.“Kurang ajar kau bajingan!” umpat Rusydi. Sorot matanya marah. Kedua pria di hadapan Rossa itu pun bergelut mengadu ketangkasan. Hingga akhirnya Rusydi berhasil membuka topeng yang menutupi wajah lawannya.“Bang Ilyas?!” Rossa terperangah. Ia semakin muak melihat lelaki itu. Ini kedua kalinya kakak iparnya itu berusaha merenggut mahkota kegadisannya. Wajah Ilyas sudah babak belur dengan lebam di sekitar mulut dan pelipisnya.“Jahat sekali kamu, Ilyas!” umpat Rusydi. Hampir saja ia ingin menghabisi Ilyas jika tidak segera dilerai warga. Pak Rudi yang tersadar dan menyadari Rossa tidak berada di tempatnya tadi segera meminta bantuan warga sekitar.“Aih, si Ilyas. Nekat sekali kamu berbuat jahat sama Neng Rossa, adik ipar sendiri,” ujar seorang warga.“Hei, Ilyas. Licik sekali kamu. Ingat istrimu, Rahma,” hardik seorang pemuda yang ikutan geram dengan kelakuan Ilyas.Ilyas memang sudah beberapa kali terpergok menggoda gadis atau janda yang terlihat cantik. Tapi kali ini aksinya begitu nekat dan berbahaya.“Bawa aja ke kantor polisi. Udah ngga benar ini mah,” usul warga lainnya yang ditimpali riuh rendah warga yang menyerukan persetujuan. Ilyas yang sudah lemas hanya pasrah saat dirinya dan ketiga temannya diarak warga menuju kantor polisi terdekat. Senjata tajam yang dibawanya juga ikut diamankan sebagai barang bukti.Rossa masih bergemetar ketakutan. Rusydi menghampiri dan gadis itu langsung menghambur ke dalam dekapan pemuda itu. Dia tidak peduli pada kondisinya yang acak-acakan dengan pakaian robek di sembarang tempat.“Tenanglah, Rossa. Semua akan baik-baik saja,” ujar Rusydi berusaha menenangkan. Gadis itu dipapahnya keluar gubuk. Dengan jaket yang dikenakannya, Rusydi menutupi tubuh Rossa yang terlihat karena pakaiannya terkoyak.“Bang, rahasiakan ini dari bapak dan ibu, ya. Jangan sampai mereka tahu,” pinta Rossa dengan wajah memelas sebelum tubuhnya terkulai hingga tak sadarkan diri.Rusydi segera membopong tubuh Rossa menuju Jazz merah yang terparkir di pinggir jalan menuju kebun ini. Pak Rudi segera tancap gas dan melarikan gadis itu ke klinik terdekat.***Rossa mengerjapkan matanya. Ia baru saja siuman. Gadis itu terkejut mendapati kedua orang tuanya duduk di samping ranjang pasien. Rupanya ada warga yang menyampaikan berita penyekapan Rossa kepada kedua orang tuanya tadi.“Maafkan ibu, Nak. Kemiskinan ini membawa nasibmu dipenuhi kesialan,” Jubaedah menggenggam erat jemari putrinya lalu mengecupnya. Dua bulir bening mengalir di atas kulit wajahnya yang mulai berkeriput.Rossa mengulurkan lengannya yang berkulit putih bak pualam untuk menyeka air mata wanita yang telah bertaruh nyawa demi melahirkannya.“Jangan menyalahkan nasib, Bu. Ini takdir yang harus kita jalani. Rossa ikhlas, Bu. Apalagi semua Rossa lakukan demi ibu dan bapak.” Jubaedah dan Kasimin tertunduk sambil menahan rasa haru.Saat itu ponsel Rossa berdering. Tertera sebuah panggilan dari seseorang dengan kontak nama klien 1. Rusydi yang sekilas melihatnya hanya mengernyitkan dahinya. Rossa segera mengecilkan volume dering dan membalik ponselnya. Sang ibu menyadari putrinya menyembunyikan sesuatu.“Angkat saja. Mungkin ada yang penting,” titah Jubaedah.Rossa menggelengkan kepala. Raut wajahnya menjadi pias. Ia tidak ingin siapa pun tahu pekerjaannya saat ini demi menjaga nama baik kedua orang tuanya.“Bukan sesuatu yang penting, Bu. Hanya sedikit ada urusan. Tapi bisa Rossa tunda, kok,” ujar gadis itu dengan nada bicara sedikit bergemetar.Tapi Rusydi bukan pria yang mudah dibohongi. Pemuda yang sudah berpengalaman menghadapi kehidupan dunia luar itu tahu bila ada yang tidak beres dengan kehidupan Rossa, gadis yang diam-diam ia kagumi. Ponsel Rossa sudah beberapa kali berdering dari panggilan telepon yang sama.***Saat di klinik kemarin Rossa meminta izin Kasimin agar ibunya untuk sementara waktu ikut tinggal bersamanya. Sambil menunggu renovasi rumah sederhana mereka selesai. Hari ini hari pertama rumah bilik penuh kenangan itu akan dibongkar dan menjelma menjadi bangunan permanen, seperti rumah lainnya di desa itu.Melihat interior kamar apartemen yang ditempati Rossa, kedua bola mata Jubaedah membulat sempurna. Ia teringat kemegahan rumah majikannya di Tanah Arab dulu. Jubaedah duduk di atas sofa dengan bantalan yang sangat empuk. Jauh berbeda dengan kasur lantai berbusa tipis yang menjadi alasnya tidur.Meskipun apartemen ini bukan milik putrinya, tapi ia begitu bersyukur Rossa bekerja pada orang yang dianggapnya tepat. Walaupun hingga saat itu dirinya belum tahu pekerjaan apa yang dijalani gadis keturunan Arab itu.“Bosmu pasti orang yang sangat baik, Ros. Sepertinya ibu akan nyaman tinggal bersamamu di sini.” Jubaedah mengelus lembut kulit sofa yang didudukinya. Orang kaya di desanya pun
Beberapa panggilan masuk dari Andra tidak sempat Rossa angkat karena sibuk mengantarkan dan menemani Jubaedah check up di salah satu rumah sakit. Ternyata ibunya memiliki flek di paru-parunya sehingga harus mendapatkan pengobatan selama beberapa bulan ke depan.Setelah check up, Rossa membawa ibunya pulang ke apartemen. Ia sudah memesan menu masakan untuk santapan makan siang ibunya. Rossa juga baru saja menyewa asisten untuk mengurus keperluan ibunya bila dirinya sedang keluar menjalankan tugas.Setelah memastikan segala keperluan ibunya tersedia, gadis itu berpamitan. Segera Rossa menemui Pak Rudi yang sudah menunggunya di lobby. Mereka pun segera meluncur dengan Jazz merah dan menuju sebuah kafe. Di sana ia akan menemui Andra. Pria itu sudah tidak tahan ingin segera bertemu dengan Rossa yang beberapa hari belakangan ini sulit dihubungi.“Halo, Beb. Aku rindu berat padamu,” ujar Andra gombal ketika Rossa menghampirinya. Pria itu mengecup punggung telapak tangan Rossa yang lembut. M
Rossa sudah tiba di lobby apartemen. Resepsionis memberitahukan bila ada seorang perempuan telah menunggunya sejak tadi. Rossa menoleh ke arah sofa di mana seorang perempuan yang wajahnya sudah dikenalinya tengah menatap ke arahnya tajam. Rossa tersenyum simpul. Jelita sudah mengajarinya bagaimana cara menghadapi situasi saat istri sah lelaki yang akan direbutnya itu datang melabrak.“Oh, rupanya benar kamu. Kamu perempuan di kafe waktu itu kan?” tanya Devina angkuh. Rossa melipat kedua tangannya di dada.“Jika memang itu aku, kenapa? Kamu takut suamimu akan kurebut?” Rossa menghampiri perempuan itu dengan langkah anggun namun tegas. Tak sedikit pun gadis itu gentar. Apalagi semua ia lakukan demi uang, demi keluarga dan demi masa depannya yang lebih baik.“Huh! Aku tidak akan pernah takut menghadapi pelakor apalagi picisan sepertimu,” cibir Devina. “Oh, pastinya kamu tidak akan pernah takut. Karena kamu sangat tahu bagaimana cara menghadapi pelakor. Bukankah, sebelum menjadi istri An
Sebuah pesan masuk dari Andra melayang di layar ponsel Rossa. Segera ia mengklik pesan itu.[Istriku marah besar. Sementara waktu aku belum bisa menghubungimu, Honey. Sabar, ya. I’ll miss you]Rossa tersenyum sinis. Sama sekali ia tidak akan merindukan lelaki bajingan seperti Andra. Hari-hari wanita itu selalu dibayangi wajah Rusydi. Apalagi semenjak Rusydi menyelamatkannya yang hampir menjadi korban perkosaan Ilyas. Si lelaki biadab.Sayangnya, masa iddah yang dijalaninya belum genap 130 hari. Gadis itu masih berstatus menantu Mak Nani. Sungguh waktu yang sangat lama untuk bisa terlepas dari jeratan nenek sihir penuh kelicikan itu.[Miss you too]Rossa bergidik ketika membaca balasan pesannya sendiri. Kalau bukan karena ia masih butuh pekerjaan ini untuk mengumpulkan pundi-pundi uang, pria itu pasti sudah ditinggalkannya. Meskipun Rossa terkenal sebagai biduan dangdut, yang notabene sering dicap perempuan tidak baik, tapi sampai saat ini gadis itu berusaha menjaga kesuciannya. Ia ha
Hari ini Rossa dan Jubaedah akan meninjau lokasi tanah yang akan ia beli dari Anwar dan Jelita. Anwar memang dikenal juga sebagai juragan tanah, selain sebagai eksekutif muda. Ia memiliki banyak tanah yang tersebar di berbagai kota. Masing-masing tanah juga ada yang mengurusnya.Rossa diajak ke lokasi terdekat, agar ia bisa berdekatan dengan kedua orang tuanya. Kebetulan tanah yang akan dibelinya ini tidak jauh dari kampungnya. Hanya butuh waktu sekitar lima belas menit saja. Apalagi tanahnya juga berada di pinggir jalan raya. Sungguh strategis.“Lokasi ini sangat cocok buat keluargamu, Rossa,” ujar Anwar.“Kalau kamu bersedia membeli tanah ini, kamu juga boleh memiliki isinya. Kebetulan ada beberapa pohon dan tanaman yang ditanam Pak Yanto, pengurus tanah kami di sini,” tambah Jelita.Lalu mereka berjalan semakin dalam. Ada sebuah gazebo yang sengaja dibuat untuk tempat beristirahat dan bersantai. Mereka pun beristirahat di sana. Pak Yanto membawakan beberapa buah-buahan hasil panen
Rossa langsung menghubungi Rusydi via telepon. Sengaja ia tidak chat karena Rusydi sangat jarang membalas pesannya. Telepon pun terhubung.“Bang, makasih banyak kiriman paketnya,” ujar Rossa setelah mengucapkan salam.“Sama-sama, Ros. Maaf, abang ngga bisa kasih sesuatu yang mungkin lebih berharga di hari ulang tahunmu ini,” sahut Rusydi.Apa? Ulang tahun? Rossa terkejut karena ia sendiri tidak menyadari hari kelahirannya pada hari itu. Belakangan gadis itu begitu sibuk mengurusi renovasi rumah di kampung dan fokus mencari tempat tinggal baru. Apartemen ini sudah tidak aman karena sudah diketahui Devina.“Ngga perlu repot-repot, Bang. Sampai kirim paket dua kali,” ujar Rossa.“Apa? Dua paket?” suara di seberang justru terkejut. “Abang hanya kirim satu paket di hari ini, Ros. Karena abang ingat hari ulang tahunmu. Dulu kita sering merayakannya bersama Soleh dengan memancing di kali belakang kebun orang tua Soleh.”Rossa bergumam dalam hatinya. Jika bukan Rusydi yang mengirimkan paket
“Harus dengan cara bagaimana supaya Rossa mau memahami maksud dan tujuan abang, Rossa? Abang hanya ingin Rossa kembali menjadi Rossa yang dulu.” Wajah Rusydi begitu tampak memelas. Sepertinya Rossa salah paham padanya.“Maaf, Bang. Harus dengan cara apa pula supaya abang bisa mengerti kondisi Rossa yang terimpit seperti ini? Rossa juga sebenarnya ngga mau bekerja seperti ini. Tapi ini cara tercepat mendapatkan uang dalam sekejap, Bang,” sergah Rossa semakin sengit. Ia tak suka lelaki di hadapannya terlalu mencampuri urusan hidupnya sementara mereka tidak ada status apa-apa.“Istigfar, Rossa! Jangan merendahkan dirimu di hadapan lelaki bajingan dengan bekerja menjadi pelakor bayaran seperti ini!”“Sejauh ini Rossa masih menjaga kesucian, Bang. Jangan berpikiran macam-macam. Rossa masih tahu batasan.” Rossa menatap kedua mata pemuda di hadapannya dengan tajam.Rusydi menghela napasnya berat. Kali ini Rossa sangat keras kepala.“Abang yakin ibumu juga ayahmu sebenarnya tidak begitu paham
“Kamu keterlaluan, Devina! Aku hanya bermain-main dengan wanita itu, tidak lebih!”“Tidak lebih, katamu?! Apartemen mewah dan uang yang rutin kamu kirimkan untuk wanita itu apa maksudnya, Mas? Apa?!” Devina mengamuk. Genggaman tangannya terus memukuli dada dan bahu sang suami yang berusaha memasang tameng dengan menggunakan dua tangan yang bersilangan di dadanya. Sepasang mata milik Bi Sukaesih, asisten rumah tangga mereka, terus mengawasi sambil mengulum senyum. Sudah beberapa hari belakangan isi rumah itu seperti neraka penuh pertengkaran dan umpatan. Bi Sukaesih segera mengirimkan pesan kepada seseorang yang tak lain adalah Jelita. Ia menjelaskan kronologi yang dilihatnya pagi itu.Ya. Bi Sukaesih adalah antek Jelita yang sengaja diutus sebagai asisten di rumah itu sekaligus untuk memata-matai perempuan yang telah menghancurkan keluarga Jelita. Devina hingga kini belum menyadarinya dan tidak menaruh curiga, karena dari awal ia memesan asisten ke lembaga penyalur yang resmi. Tan