Rossa sudah tiba di lobby apartemen. Resepsionis memberitahukan bila ada seorang perempuan telah menunggunya sejak tadi. Rossa menoleh ke arah sofa di mana seorang perempuan yang wajahnya sudah dikenalinya tengah menatap ke arahnya tajam. Rossa tersenyum simpul. Jelita sudah mengajarinya bagaimana cara menghadapi situasi saat istri sah lelaki yang akan direbutnya itu datang melabrak.“Oh, rupanya benar kamu. Kamu perempuan di kafe waktu itu kan?” tanya Devina angkuh. Rossa melipat kedua tangannya di dada.“Jika memang itu aku, kenapa? Kamu takut suamimu akan kurebut?” Rossa menghampiri perempuan itu dengan langkah anggun namun tegas. Tak sedikit pun gadis itu gentar. Apalagi semua ia lakukan demi uang, demi keluarga dan demi masa depannya yang lebih baik.“Huh! Aku tidak akan pernah takut menghadapi pelakor apalagi picisan sepertimu,” cibir Devina. “Oh, pastinya kamu tidak akan pernah takut. Karena kamu sangat tahu bagaimana cara menghadapi pelakor. Bukankah, sebelum menjadi istri An
Sebuah pesan masuk dari Andra melayang di layar ponsel Rossa. Segera ia mengklik pesan itu.[Istriku marah besar. Sementara waktu aku belum bisa menghubungimu, Honey. Sabar, ya. I’ll miss you]Rossa tersenyum sinis. Sama sekali ia tidak akan merindukan lelaki bajingan seperti Andra. Hari-hari wanita itu selalu dibayangi wajah Rusydi. Apalagi semenjak Rusydi menyelamatkannya yang hampir menjadi korban perkosaan Ilyas. Si lelaki biadab.Sayangnya, masa iddah yang dijalaninya belum genap 130 hari. Gadis itu masih berstatus menantu Mak Nani. Sungguh waktu yang sangat lama untuk bisa terlepas dari jeratan nenek sihir penuh kelicikan itu.[Miss you too]Rossa bergidik ketika membaca balasan pesannya sendiri. Kalau bukan karena ia masih butuh pekerjaan ini untuk mengumpulkan pundi-pundi uang, pria itu pasti sudah ditinggalkannya. Meskipun Rossa terkenal sebagai biduan dangdut, yang notabene sering dicap perempuan tidak baik, tapi sampai saat ini gadis itu berusaha menjaga kesuciannya. Ia ha
Hari ini Rossa dan Jubaedah akan meninjau lokasi tanah yang akan ia beli dari Anwar dan Jelita. Anwar memang dikenal juga sebagai juragan tanah, selain sebagai eksekutif muda. Ia memiliki banyak tanah yang tersebar di berbagai kota. Masing-masing tanah juga ada yang mengurusnya.Rossa diajak ke lokasi terdekat, agar ia bisa berdekatan dengan kedua orang tuanya. Kebetulan tanah yang akan dibelinya ini tidak jauh dari kampungnya. Hanya butuh waktu sekitar lima belas menit saja. Apalagi tanahnya juga berada di pinggir jalan raya. Sungguh strategis.“Lokasi ini sangat cocok buat keluargamu, Rossa,” ujar Anwar.“Kalau kamu bersedia membeli tanah ini, kamu juga boleh memiliki isinya. Kebetulan ada beberapa pohon dan tanaman yang ditanam Pak Yanto, pengurus tanah kami di sini,” tambah Jelita.Lalu mereka berjalan semakin dalam. Ada sebuah gazebo yang sengaja dibuat untuk tempat beristirahat dan bersantai. Mereka pun beristirahat di sana. Pak Yanto membawakan beberapa buah-buahan hasil panen
Rossa langsung menghubungi Rusydi via telepon. Sengaja ia tidak chat karena Rusydi sangat jarang membalas pesannya. Telepon pun terhubung.“Bang, makasih banyak kiriman paketnya,” ujar Rossa setelah mengucapkan salam.“Sama-sama, Ros. Maaf, abang ngga bisa kasih sesuatu yang mungkin lebih berharga di hari ulang tahunmu ini,” sahut Rusydi.Apa? Ulang tahun? Rossa terkejut karena ia sendiri tidak menyadari hari kelahirannya pada hari itu. Belakangan gadis itu begitu sibuk mengurusi renovasi rumah di kampung dan fokus mencari tempat tinggal baru. Apartemen ini sudah tidak aman karena sudah diketahui Devina.“Ngga perlu repot-repot, Bang. Sampai kirim paket dua kali,” ujar Rossa.“Apa? Dua paket?” suara di seberang justru terkejut. “Abang hanya kirim satu paket di hari ini, Ros. Karena abang ingat hari ulang tahunmu. Dulu kita sering merayakannya bersama Soleh dengan memancing di kali belakang kebun orang tua Soleh.”Rossa bergumam dalam hatinya. Jika bukan Rusydi yang mengirimkan paket
“Harus dengan cara bagaimana supaya Rossa mau memahami maksud dan tujuan abang, Rossa? Abang hanya ingin Rossa kembali menjadi Rossa yang dulu.” Wajah Rusydi begitu tampak memelas. Sepertinya Rossa salah paham padanya.“Maaf, Bang. Harus dengan cara apa pula supaya abang bisa mengerti kondisi Rossa yang terimpit seperti ini? Rossa juga sebenarnya ngga mau bekerja seperti ini. Tapi ini cara tercepat mendapatkan uang dalam sekejap, Bang,” sergah Rossa semakin sengit. Ia tak suka lelaki di hadapannya terlalu mencampuri urusan hidupnya sementara mereka tidak ada status apa-apa.“Istigfar, Rossa! Jangan merendahkan dirimu di hadapan lelaki bajingan dengan bekerja menjadi pelakor bayaran seperti ini!”“Sejauh ini Rossa masih menjaga kesucian, Bang. Jangan berpikiran macam-macam. Rossa masih tahu batasan.” Rossa menatap kedua mata pemuda di hadapannya dengan tajam.Rusydi menghela napasnya berat. Kali ini Rossa sangat keras kepala.“Abang yakin ibumu juga ayahmu sebenarnya tidak begitu paham
“Kamu keterlaluan, Devina! Aku hanya bermain-main dengan wanita itu, tidak lebih!”“Tidak lebih, katamu?! Apartemen mewah dan uang yang rutin kamu kirimkan untuk wanita itu apa maksudnya, Mas? Apa?!” Devina mengamuk. Genggaman tangannya terus memukuli dada dan bahu sang suami yang berusaha memasang tameng dengan menggunakan dua tangan yang bersilangan di dadanya. Sepasang mata milik Bi Sukaesih, asisten rumah tangga mereka, terus mengawasi sambil mengulum senyum. Sudah beberapa hari belakangan isi rumah itu seperti neraka penuh pertengkaran dan umpatan. Bi Sukaesih segera mengirimkan pesan kepada seseorang yang tak lain adalah Jelita. Ia menjelaskan kronologi yang dilihatnya pagi itu.Ya. Bi Sukaesih adalah antek Jelita yang sengaja diutus sebagai asisten di rumah itu sekaligus untuk memata-matai perempuan yang telah menghancurkan keluarga Jelita. Devina hingga kini belum menyadarinya dan tidak menaruh curiga, karena dari awal ia memesan asisten ke lembaga penyalur yang resmi. Tan
Tanpa sepengetahuan Mak Nani dan Ilyas, Rahma telah memasang beberapa CCTV tersembunyi di beberapa titik. Selama ini sang suami selalu berkelak jika hampir tertangkap basah sedang melakukan perbuatan tidak senonoh pada beberapa perempuan. Termasuk saat Rossa difitnah dengan keji oleh lelaki hidung belang itu.Rima yang sengaja disewa Rahma dari sebuah panti pijat itu membantu majikannya menyembunyikan beberapa CCTV. Di antaranya disembunyikan di dalam kamarnya. Setelah semua selesai, keduanya kembali beraktivitas seperti biasanya.Rima berbenah di dapur, sementara Rahma mengecek kebun sayurannya di belakang rumah. Wanita itu sudah bersiap dengan pakaian tempurnya berupa kemeja lusuh, sarung tangan, sepatu bot, topi caping dan sekop. Wanita itu melap peluh yang mengucur di pelipisnya. Terik mentari yang memucuk di atas kepala pertanda waktu sudah semakin siang. Waktunya Ilyas pulang.Sengaja Rahma tidak segera masuk ke rumah. Ia memilih beristirahat di amben beratap asbes yang dibua
Rossa langsung menghubungi Rahma begitu dirinya selesai menelepon ibunya. Telepon terhubung tapi belum diangkat oleh si empunya nomor. Hampir saja Rossa ingin memutuskan panggilannya saat ia melihat panggilannya diangkat.“Teteh apa kabarnya?” tanya Rossa setelah uluk salam sebelumnya. Gadis itu merasa begitu rindu pada perempuan yang telah menyelamatkannya di malam saat dirinya melarikan diri itu.“Alhamdulillah baik, Rossa. Kamu sendiri bagaimana? Maaf, tadi aku ketiduran,” ujar Rahma sambil mengucek matanya yang masih berat untuk terbuka. Sepertinya tubuhnya benar-benar kelelahan sehingga sulit mengondisikan kantuk yang masih bergelayut.“Alhamdulillah aku pun baik, Teh. Teteh sepertinya kelelahan. Suaranya terdengar sangat lemas,” Rossa terdengar begitu khawatir.“Iya nih. Teteh baru selesai mengurus kebun sayuran. Coba kamu masih di sini, ya. Pasti teteh ada yang bantu,” ujar Rahma sedikit tertawa.“Loh, bukannya sekarang teteh punya asisten rumah tangga?” Rossa sempat mende