"Drew sepertinya apa yang lo bilang kemarin ada sedikit kebenaran yang terungkap." "Yang mana?""Semua tentang Re dan Tika." Ucapku lirih."Udah udah lo tenang dulu. Sebentar gue pesanin minum lo dulu. Lo mau apa?" Tanyanya."Matcha kan." Belum sempat lagi aku menjawab pertanyaannya dengan kondisi pikiran yang kalut, Re langsung saja berucap demikian seperti sudah paham apa yang menjadi menu favoritku.Aku melihatnya berdiri dan menuju kasir untuk memesan minumanku, sementara aku merogoh tas kembali sekedar untuk menghubungi suamiku yang kini tidak tahu apa yang sedang ia lakukan bersama perempuan itu.Selang tiga menit kemudian, Andrew kembali dengan segelas matcha kesukaanku."Udah, minum dulu La." Ucapnya yang sepertinya kini lega karena aku sudah tahu semua kebenaran yang terjadi tentang suamiku sendiri.Aku meneguk segelas matcha ini, menyeruputnya dengan pelan."La, lo kalau mau nangis, ya nangis aja jangan ditahan gitu." Ungkapnya, seolah bisa membaca suasana hatiku kini."Dre
"Halo...." Ucap seorang yang tengah mengangkat sambungan teleponku terhadap Tika."Ini siapa?" Tanyaku membentak.Hening...Tidak ada jawaban apapun..."Halo ini siapa?" Aku tanya sekali lagi dan terdengar bunyi grasak grusuk yang langsung sampai ke suara perempuan."Iya halo Bu. Kenapa?" Sejak beberapa tahun yang lalu Tika bekerja denganku baru ini ia berani langsung menanyakan kata kenapa dalam satu kata saja, biasanya ia tidak pernah sejutek ini dengan atasannya."Kamu dimana? Ini sudah jam kantor kok belum ada di mejamu." Nyatanya amarahku sulit untuk dikontrol."Iya sebentar Bu, masih ada keperluan." "Tadi siapa yang angkat teleponmu?""Pacar saya Bu." Jawabnya singkat.Deg.....Aku langsung mematikan ponselnya dan beranjak memasuki ruanganku. "Apa tadi suara Re? Aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas." Bisikku dalam hati sembari terus mengingat suara lelaki yang mengangkat ponselnya tadi.Tanpa berpikir panjang pula, aku langsung menghubungi Re saat ini juga. "Sayang, kena
"Belum ada sayang. Ini kan aku nanya ke kamu prosedurnya seperti apa." Ia menghela nafasnya namun aku tahu persis bahwa lelaki ini tengah menutupi hal yang tidak ingin ia ku ketahui padahal sudah jelas aku membongkar semuanya tentang hubungannya dengan Tika. Kini yang menjadi sisa pertanyaan adalah, sejak kapan ia saling mengenal Tika."Oh ya sudah kalau memang belum. Nanti kita laksanakan meeting aja dari stakeholder perusahaanmu begitu juga aku. Kapan bisa selesai semuanya sayang?""Lusa sudah beres harusnya. Bisa?""Iya aman sih, aku kan tinggal kerahkan saja beberapa fungsi terkait untuk ikut serta dalam diskusi kita nanti." Terangku."Kamu udah makan siang?" Tanyanya kepadaku. "Sudah, kamu?" Tanyaku yang pura-pura tidak melihatnya pada saat jam makan siang ia justru bersama Tika bahkan sama sekali tidak memberikan sepatah kata apapun dalam pesan sebagai bentuk perhatiannya sebagai pasanganku."Sudah juga tadi.""Makan dimana dan sama siapa, sayang?"Sayangnya belum sempat lagi m
"Selamat malam istriku." Sapa Re pada saat aku sampai di dalam kamar hotel ini tepat pada pukul 7 malam.Ia terlihat sudah mengenakan piyamanya dengan rambut yang lembab pertanda ia baru selesai mandi."Iya, malam Sayang. Aku mau mandi dulu ya." Jawabku dengan singkat karena seharian sudah terlihat lelah dengan drama-drama yang terus terjadi beberapa hari ini."Tumben ini malam banget pulangnya, terus sekarang terlihat capek banget lagi, gimana kita mau main malam ini?" Tanyanya yang sedikit kecewa dengan perlakuanku karena aku sangat jelas menunjukkan kondisi tubuh yang tidak mungkin akan menuruti keinginannya malam ini meskipun tadi siang aku sudah jelas berkata bahwa akan ada sesi honeymoon malam ini."Entar aja deh ceritanya, aku mau mandi dulu." Celahku yang langsung menuju lemari kamar hotel ini. Sebelumnya aku sudah meminta kepada Tika juga untuk membelikan beberapa helai pakaian untuk ku pakai selama di hotel ini, salah satunya adalah pakaian tidur lingerie."Kamu beli lingeri
"Tika, pagi ini kamu ke kantor saya dulu ya, ada hal yang mau didiskusikan bersama pihak eksternal." Ucapku melalui sambungan telepon."Baik Bu, saya segera kesana." Jawabnya."Iya, tolong siapkan juga profil perusahaan ya nanti untuk saya presentasi.""Baik Bu." Setelahnya ia langsung menutup teleponku.Lalu, aku bersiap-siap untuk agenda padat hari ini yakni rapat antar perusahaan bersama Re dan juga agenda interview bersama Cessi yang harus pindah ke kantor satunya lagi. Untuk hari ini, sengaja aku menggunakan ojek online sebab agar lebih mobile aja dibandingkan aku harus menyetir sendiri dengan kondisi hati yang masih berantakan ini.Selang tiga puluh menit, aku sampai di kantorku. Semua karyawan yang baru berdatangan tidak segan untuk menegur dan menyapaku selamat pagi di hari yang baru ku mulai ini."Pagi Bu Laila." Celetuk Mbak resepsionis yang sejujurnya aku pun tidak semua nama akan ingat dalam memori kepala ini. Ya sewajarnya manusia lain, aku hanya mengingat beberapa nama y
"Oke, jadi kesimpulannya kami sebagai perusahaan yang bergerak di bidang konveksi berkeinginan besar untuk melakukan merger kepada perusahaan Ibu Laila. Mohon untuk mempertimbangkan pengajuan kami ini." Tutup Re di meeting kedua belah pihak perusahaan ini."Oke kalau seperti itu, dokumen perusahaan akan kami tinjau terlebih dahulu bersama tim legal dan juga asisten saya." Aku menunjuk Tika yang berada diseberang sana tentu saja sedari tadi aku memperhatikannya yang tengah melihat suamiku dengan detail sedari tadi. Memang benar bahwa orang yang sedang jatuh cinta akan mudah terlihat dengan jelas, entah darimana mereka mulai hubungannya, namun kini aku sudah mulai tidak bisa untuk bersikap baik-baik saja.Setelah forum perbincangan ini selesai, aku bertemu dengan suamiku sementara Tika terpaksa harus keluar untuk mengantar tamu eksekutif lainnya."Re, kamu pulang duluan aja. Masih ada beberapa hal yang mau aku urus dulu nih." Ujarku."Oke sayang, jangan lama ya. Ingat kali ini kita haru
"Kak, dimana? Sepertinya hubungan mereka sudah kelihatan di muka umum banget." Terdengar jelas suara adik tiriku yang tengah mengkhawatirkan kondisi dan situasiku saat ini."Aku lagi di rumah sakit. Nanti aku respon ya Nia..." Balasku lirih sebab benar saja perutku terasa amat sakit saat ini."Ha? Ada apa? Di rumah sakit mana?" Aku berikan ponsel ini kepada Andrew yang masih berada disampingku, sepertinya ia juga paham apa yang harus ia lakukan pada saat harus memberikan jawaban kepada adik tiriku ini tentang kondisiku yang amat tidak memungkinkan untuk menjawab pertanyaan yang amat panjang.Aku menghela nafas, mencoba pelan-pelan mengatur hembusan nafas dengan pelan. Berusaha berpikir semuanya akan baik-baik saja meskipun nyatanya tidak ada satupun hal baik yang bisa ku terima saat ini. Kegagalan rumah tangga sudah jelas terbaca, belum lagi kabar hamil ini yang membuatku tidak bisa berpikir jernih, entahlah seolah dewi fortuna tidak pernah berpihak kepadaku sekalipun."Udah lo istir
"Gue harus segera menyelesaikan ini semua, Drew""La, lo rela kehilangan sebagian harta perusahaan ini demi keinginan lo itu?" Jelas saja si penanggung jawab perusahaan tak tinggal diam untuk kemungkinan kerugian yang akan aku buat."Gak ada pilihan, jika tidak dengan cara approval merger ini, tentu aku gak akan tahu apa yang sebenarnya Renald dan Tika mau, kan?" Seolah negosiasi antara CEO dengan pengatur perusahaan yang bisa dibilang ini adalah ide gilaku untuk menghancurkan perusahaan sendiri demi ego."Gila, gue gak akan izinin lo buat bangkrut perusahaan lo sendiri lah. Pasti ada cara lain Laila, gak harus lo mempertaruhkan nama perusahaan." Tetap saja pria ini kekeh dengan pendiriannya.Aku terdiam, sejenak berpikir dengan semua skenario gila dan nekat yang bersumbu di dalam kepala ini. Jika saja tidak ada Andrew yang begitu paham dengan aku, mungkin sudah dengan mudah aku mempertaruhkan keberadaan perusahaan ini."Dan jika bokap lo tau juga, dia gak akan diam La. Coba deh berpi