"Maksud Mama apa?" tanya Aldo penasaran."Anak teman Mama tadi juga bilang, kalau dia lagi sebel sama seseorang yang marah-marahin dia karena anak teman Mama tadi menabrak mobil orang itu. Apa jangan-jangan kalian ....""Mama coba ambil KTP di dalam dompetku," ucap Aldo menyuruh ibunya.Mama Ratih langsung membuka dompet Aldo, dan mengambil KTP Gladys. "Eh, ini anak teman Mama tadi, Aldo. Jadi kalian nggak sengaja ketemu, ya! Duh, lucunya."Aldo melongo melihat ekspresi Ibunya. Dia sudah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh sang Ibu. "Ma, mikirnya nggak usah kejauhan deh! Nggak ada lucu-lucunya sama sekali pertemuan itu. Adanya bikin kesel dan bikin emosi," seru Aldo, dia masih dalam suasana hati yang buruk.Mama Ratih terus menahan senyumnya. Dia sangat senang karena pandangan Aldo sudah teralihkan dari masa lalunya."Ya, Mama harap kamu bisa membuka hati untuk orang lain, Nak. Masa iya, putra Mama jadi bujang lapuk semua. Sedih tahu jadi, Mama." Mama Ratih mulai berakting di depan A
"Iya, Umi. Insya Allah saya akan tetap Istiqomah. Saya senang tinggal di sini, Umi. Anak-anak sangat lucu dan menyenangkan hati. Jadi saya nggak kesepian lagi," jawab Vanesa dengan perasaan hati yang senang."Alhamdulillah, Umi senang mendengarnya! Kalau begitu, cepat istirahat. Nanti, shubuh harus bangun. Kita sholat berjamaah," ucap Umi Kalsum."Iya, Umi. Kalau begitu saya permisi dulu. Assalamualaikum ...." Vanesa pamit undur diri."Waalaikumsalam," balas Umi Kalsum.Vanesa ke luar dari ruang sholat untuk beristirahat di kamarnya. Semenjak hijrah, hidup Vanesa mulai lebih tenang. Dia tak lagi merasa gelisah ataupun gundah. Intinya dia sudah memasrahkan hidupnya pada Sang Pencipta Sesampainya di kamar, Vanesa membuka niqabnya. Dia duduk di depan cermin sambil menyisir rambutnya. "Selamat tinggal masa lalu. Aku akan hidup dengan baik di sini, bersama Umi dan juga Kak Uma.""Sebentar lagi juga akan di temani sama kamu, Nak. Anak Bunda, semoga kelak kamu hidup dengan baik. Bunda akan
Vanesa mual saat mencium bau telor dadar. Dia langsung berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya. Howeekk.Howeekk.Umi Kalsum langsung menghampiri Vanesa yang berada di dalam kamar mandi. "Nesa, kamu ada apa, Nak?""Itu, Umi ... aku nggak tahan dengan bau telur dadar. Howeekk ...!""Kamu nggak apa-apa? Apa perlu Umi ambilkan sesuatu?" tanya Umi Kalsum."Nggak perlu, Umi! Ini juga sudah kok," jawab Vanesa, dia berkumur untuk membersihkan mulutnya.Di dapur, Uma sedang menyelesaikan tugasnya. Dia sudah selesai menggoreng telur dadar tadi."Uma apa sarapannya sudah siap semua?"tanya Umi Kalsum."Sudah Umi, semua sudah tertata di meja makan. Itu tadi Nesa, nggak tahan bau telur dadar Umi.""Iya, Umi sudah tahu. Tadi Umi menghampirinya di kamar mandi," jawab Umi.Setelah itu Umi Kalsum pergi dari dapur, dia ingin memanggil anak-anak untuk segera sarapan. Vanesa memakai hijabnya lagi, setelah lega memuntahkan semua isi perutnya. Dia kembali ke dapur untuk menata piring karena
BughBughBughGladys melawan ke empat cowok itu dengan kekuatan yang dimilikinya. Gladys mempunyai seni bela diri taekwondo. Jadi dia dengan mudah melindungi diri sendiri dari bahaya."Gladys, urusan antara kita nggak pernah akan selesai. Lo harus bayar dengan kaki patah, seperti Lo melakukannya pada Samuel," seru salah satu musuh Gladys.Gladys tertawa remeh. "Kalian pikir bisa mengalahkan gue. Ingat, sekelas Samuel saja kakinya bisa patah. Apa lagi kalian yang hanya teri jalanan, sudah pasti Lo semua akan mampus di tangan gue.""Banyak omong lo ...." Salah satu dari mereka mengeluarkan sebilah pisau untuk melawan Gladys yang hanya menggunakan tangan kosong.Gladys semakin waspada, dia mulai serius karena salah satu dari mereka menyerang dengan menggunakan pisau. "Sial, gue nggak bisa bergerak bebas. Bisa gawat kalau sampai terkena sabetan pisau itu."Dari dalam mobil Aldo terus mengawasi. Dia akan ke luar kalau keadaan semakin runyam. "Enaknya aku bantuin dia nggak, ya? Bocah itu t
"Iya, Kak. Aku sudah berpegangan kencang ini!" seru Vanesa dari belakang.Vanesa memeluk Uma untuk meminimalisir terjadinya kontraksi. Setelah beberapa menit, akhirnya mereka sampai juga di jalan ramai. "Alhamdulillah, kita sampai di jalan ramai juga, Nesa," seru Uma lega."Iya, Kak. Apa tempat pengiriman itu masih jauh dari sini?" "Di ujung belokan sana kok, sebentar lagi!"Uma menarik gas motornya menuju ke tempat pengiriman barang. Sesaat kemudian, mereka sampai juga. "Kita sampai."Vanesa turun dari motor dan melihat ke sekeliling. "Di sini ramai sekali ya, Kak.""Iya, kalau malam juga tambah ramai."Setelah itu, Uma masuk ke dalam tempat pengiriman barang tersebut. Vanesa hanya menunggu di luar dan matanya tertuju pada salah satu penjual makanan. "Martabak itu sepertinya enak sekali!" gumam Vanesa dalam hati.Uma ke luar mencari Vanesa, dia melihat pandangan Vanesa yang tertuju pada penjual martabak. "Nes, apa kamu ingin makan martabak?" "Kak Uma bikin aku kaget saja. Nggak k
Aldo membawa Gladys masuk ke dalam kamar atas izin mama Mira. Sesampainya di dalam kamar, Aldo meletakkan gadis itu di ranjang."Nak Aldo, Tante mengucapkan banyak terima kasih karena Nak Aldo sudah berbaik hati mau membawa Gladys pulang ke rumah," ucap mama Mira."Kebetulan saya tadi melihat Gladys ada di kafe, Tante. Dia sudah dalam keadaan sudah mabuk," jawab Aldo."Ayo kita ngobrol sebentar di luar. Ada yang ingin Tante tanyakan sama kamu."Aldo mengangguk, kemudian dia mengikuti mama Mira ke luar dari kamar Gladys. Sesampainya di ruang tamu memamerkan duduk di sofa begitu pula dengan Aldo."Silakan duduk, Nak Aldo. Oh, mau minum apa?" "Nggak usah repot-repot, Tante. Sebentar lagi saya mau pulang," jawab Aldo sungkan.Mama Mira tersenyum ramah. "Begini, Tante mau tanya sama kamu. Kok kamu tahu kalau gadis itu tinggal di rumah ini?Apa sebelumnya kalian pernah bertemu? Atau mungkin kalian sudah saling mengenal?""Sebenarnya permasalahan seperti ini, Tante. Gladys nggak sengaja mena
Hari demi hari berlalu, bulan berganti dengan bulan hingga 5 tahun kemudian hidup semua orang berubah."Sayang, hari ini kita jadi ke panti asuhan 'kan? Mama sudah siap jika kita pergi ke sana," ucap Dinda pada suaminya."Jadi, Mama juga sudah meneleponku tadi. Tunggu aku selesaikan ini dulu, sebentar lagi kita berangkat."Keynan menjawab sambil menatap layar laptop.Lima tahun sejak kejadian itu, kehidupan Keynan berlangsung dengan baik dan lancar. Dia bisa melupakan Vanesa hanya dalam sekejap mata. Akan tetapi, di 7 tahun pernikahannya, Keynan belum juga dikaruniai seorang putera. Hingga dia memutuskan untuk mengadopsi anak dari panti asuhan demi memancing kandungan istrinya.Mama Leni yang mempunyai sifat angkuh itu hampir menyerah karena belum ada tanda-tanda untuk hadirnya seorang cucu. Lalu, dengan sangat terpaksa dia memerintahkan Keynan dan istrinya untuk mengadopsi anak dengan harapan Dinda bisa mengandung.Hari ini adalah waktu mereka untuk pergi ke panti asuhan. Mereka memil
Di balik niqab-nya, Vanesa menyebutkan nama itu. Lebih tertampar lagi saat dia melihat Keynan dan juga Ibunya. Kaki Vanesa seakan lemas untuk berdiri, hingga dia menjatuhkan piring yang sedang dipegangnya.Prankkk!Virga berteriak saat melihat Bundanya terduduk di lantai. "Bunda ... Bunda nggak apa-apa? Bunda kenapa? Bunda sakit?""Nggak apa-apa, Sayang. Tiba-tiba kepala Bunda pusing, maaf ayammu jatuh ke lantai," ucap Vanesa pelan.Umi Kalsum langsung menghampiri Vanesa yang mempunyai gelagat aneh. "Kamu kenapa, Nak? Kamu sakit?""Tiba-tiba kepalaku pusing, Umi. Aku hanya ingin istirahat di kamar saja," jawab Vanesa, dia berdiri kemudian masuk ke dalam rumah.Keynan dan Dinda bersikap biasa saja, karena memang dia tidak mengenal sama sekali identitas Vanesa.Umi Kalsum kembali bersama dengan Keynan dan keluarganya. Mereka mengobrol di ruang tamu. Meski baru bertemu, Virga juga sangat dekat dengan Dinda dan juga Keynan. "Bagaimana? Apa ada anak yang menarik perhatian Ibu dan Bapak?"