Verra memberhentikan mobilnya tepat di depan rumah kontrakan.“Makasih ya,” ucap Aldan menerbitkan segurat senyuman.“You are welcome,” balas Verra sembari mengangguk yang diiringi senyuman manis di bibir.Aldan membuka pintu mobil dan melambaikan tangan pada Verra, “Daah.”“Dahhh.” Verra melajukan mobilnya.Sementara dua orang yang berada di sekitar sana mulai bergerak menghampiri Aldan.“Selamat sore,” sapa Bahri.“Sore. Ada apa lagi? Apa tua bangka itu menyuruh kalian?” tanya Aldan santai.“Benar, kawan. Kami datang mau mengingatkan lo. Pak Wahyu bukan cuma menyuruh kami buat menghajar lo. Ada 5 preman lagi yang dibayar. Tapi masalahnya kami gak mengenal mereka ... Jadi maksud kedatangan kami kesini ingin lo sementara waktu tinggal di tempat lain yang lebih aman,” ungkap Dani terus terang.“Kami ingin membalas budi atas kebaikanmu kemarin. Jadi kami memberitahu lo duluan kalau nanti jam 11 malam ke atas, mereka akan ke sini buat menghajar lo,” tambah Bahri serius.Aldan tersenyum,
Aldan bersantai di sofa ruang tengah sembari menonton televisi. Wajahnya begitu semringah melihat berita yang menggemparkan publik atas pengakuan mengejutkan dari Wahyu Kosim.Wahyu kosim mengatakan bahwa orang yang hampir membunuhnya adalah orang terdekatnya, tetapi dia tidak menyebutkan nama Hendrawan.“Cerdik sekali. Jika Wahyu menyebut nama Hendrawan, dia justru bakalan mendekam di penjara karena dia tidak memiliki bukti. Hemmm tapi semisal ada bukti yang mengarah pada Hendrawan, kurasa Wahyu akan tetap waspada karena Hendrawan bisa dengan mudah membalikkan fakta. Hendrawan menggunakan seragam polisinya untuk berkuasa seenak Jidatnya,” gerutu Aldan dengan raut wajah dari senyuman miring berubah menjadi tatapan geram ke arah layar televisi yang memperilhatkan wajah Wahyu dan Hendrawan secara bergantian.Di titik ini ponsel Aldan berbunyi. Tangan kirinya mengambil benda itu di sebelahnya, sementara tangan kanannya menekan tombol off remote televisi.“Ya, Faiz?” tanya Aldan setelah m
“Kenapa berhenti disini? Kamu gak macem-macem ‘kan?” tanya Adelia curiga saat Aldan berhenti di kawasan hotel.“Ayolah, Lia. Jangan negatif thinking mullu.”Adelia mengerutkan kening, “Ya gimana gak negatif thinking. Ini hotel, bukan kafe.”Aldan terkekeh pelan, “Yang bilang kafe siapa? Aku membawamu kesini karena Iqbal ada di sini bersama dengan wanita kupu-kupa malam?”“What pelacur maksudnya?” pekik Adelia dengan mata melebar. “apa hubunganya? Kamu gak aneh-aneh ‘kan?”Aldan lagi-lagi terkekeh pelan. Lalu dia menjitak pelan dahi Adelia, “Pintar-pintar kok oon. ‘kan sudah kubilang, aku sedang menjebak Iqbal. Udah ah jangan banyak nanya, ayo ke atas.”Aldan membawa Adelia ke kamar hotel, di sana sudah ada Faizal yang menunggu.“Selamat malam, b-bro.” Hampir saja Faizal memanggil bos sebelum akhirnya Aldan memperingatkannya melalui gerakan mata.“Gimana, bro?” tanya Aldan, dan Faizal pun menunjuk ke arah laptop yang ada di atas nakas.“What?” Adelia membuka mulut dan membulatkan matan
“Aku gak mau pacarku terkena masalah. Mungkin kamu bisa membebaskan Clara, tapi nyawamu bakalan terancam. Mereka pasti mengirim penjahat untuk membunuhmu,” ucap Aldan serius dengan tetap menerbitkan senyuman. Dia tidak mau gadis yang baru saja menjadi pacarnya mendapat teror dari pihak Iqbal setelah menyerahkan rakaman itu.“Gak masalah. Selama aku benar, aku gak takut. Aku sudah terbiasa mendapatkan teror, tapi aku tetap baik-baik saja karena Tuhan bersamaku,” ungkap Adelia. Tidak ada rasa takut sedikit pun yang tergambar di wajahnya, membuat Aldan semakin kagum.Namun, Aldan tidak akan membiarkan nama Adelia terpampang di media. Dia ingin menggunakan cara lain agar rekamannya tetap sampai di tangan media. Dia mempunyai firasat bahwa pihak Iqbal bukan orang sembarangan, buktinya mereka mampu membalikkan fakta kasus ini sebelumnya.“Aku salut dengan keberaniamu membela kebenaran meski nyawa taruhannya. Tapi sebagai pacar yang baik, izinkan aku membantumu lagi. Aku janji akan membebask
Adelia mematikan televisi dengan wajah masih kegirangan, tetapi ekspresinya berubah ketika dia menatap ke arah Aldan. Dia tersenyum manis, ada perasaan yang aneh di dalam dirinya. Dia semakin penasaran pada sosok pria tampan yang kini tengah menatapnya dengan tatapan menggoda. “Emmmm mau kencan sekarang?” tanya Adelia diiringi senyuman merekah ruah. Entah kenapa kali ini nada suaranya sangat lembut, dia sendiri pun bingung.Mungkinkah aku benar-benar mencintainya? Tanya Adelia dalam hati, bersamaan dengan jantungnya yang semakin berdetak kencang melihat tatapan pria tampan itu yang seolah-olah menghipnotisnya.Sementara Aldan masih menatap lekat-lekat kekasihnya. Lalu di detik berikutnya senyuman konyol kembali menghiasi wajahnya, “Ah aku ingin sekali berkencan denganmu. Tapi sepertinya kencan kita tertunda. Masih banyak pekerjaan yang kita lakukan untuk menyelesaikan kasus Clara.”Entah kenapa Adelia kecewa mendengar jawaban itu. Benar-benar aneh, ‘Kenapa jadi aku yg ngebet sekali b
Di kediamannya, Adelia sudah diserbu oleh beberapa wartawan dari berbagai Media. Sementara Aldan memperhatikannya di ambang pintu rumah kontrakan.“Ternyata wartawan Kota Jakarta sangat cepat. Mungkin karena kasus ini bakalan meenghasilkan banyak cuan.” Aldan tertawa kecil memperhatikan beberapa wartawan saling memberondong pertanyaan-pertanyaan pada Adelia.Salah satu wartawan bertanya, “Apa tanggapan Ibu Adelia mengenai rekaman yang tersebar di stasiun televisi? Apa Ibu ada kaitannya dengan rekaman ini?”Wartawan lainnya meyambung, “Kira-kira siapa yang merestas siaran televisi?”Adelia santai dan tersenyum ramah. Dia paham betul kemana arah tujuan pertanyaan para wartawan. Mereka penasaran apakah dirinya adalah orang yang merencanakan semua ini untuk membuktikan kejahatan Iqbal beserta oknum-oknum yang mempermainkan hukum.“Terima kasih teman wartawan mau datang ke rumahku.” Akhirnya Adelia bersuara. “Pertama-tama saya tidak tahu sama sekali mengenai rekaman itu, tapi yang jelas ki
Faizal masih mengawasi dari kejauhan gerak-gerik kedua orang bertubuh besar itu yang terlihat mencurigakan.Di saat bersamaan ada satu mobil polisi berhenti di sekitar rumah Adelia. Dia turun dari mobilnya dengan mengenakan pakaian dinas kepolisian. Semua wartawan yang masih ada disana pun menoleh dan langsung mengerubungi polisi itu.Polisi itu tersenyum ramah, “Maaf ya teman-reman wartawan, berikan saya jalan. Saya perlu menyampaikan amanah saya kepada saudari Adelia.”“Apa ini berkaitan dengan kasus saudara Iqbal?” tanya salah satu wartawan.Polisi itu mengangguk, “Maaf ya saya tidak bisa lama disini, saya harus menyampaikan hal penting kepada saudari Adelia.”Polisi itu melangkah maju ke depan, para wartawan pun terpaksa membuka jalan sambil tetap mengikuti sang polisi.“Selamat malam, saudari Adelia,” sapa polisi itu ramah setelah berdiri di depan Adelia.“Selamat malam, pak. Ada keperluan apa bapak menemui saya?” tanya Adelia ramah, meskipun tatapannya mencari sebuah kebenaran.
Tubuh Adelia diikat kuat di kursi, mulutnya juga disumpal dengan kain. Air mata ketakutan gadis itu keluar tanpa permisi. Jantungnya berdegup kencang, rasanya akan keluar dari tubuh. Perasaan merinding menyelimutinya ketika mereka menatapnya dengan tatapan penuh nafsu. Rasa takut yang menyelimuti diri Adelia semakin menjadi-jadi ketika mereka melangkah mendekat, apalagi satu orang memainkan pisau di tangannya seperti ingin menyembelih hewan. “Heuuummmn ....” Adelia meronta-ronta sembari berteriak dengan mulut yang tersumpal kain. Pikiran Adelia kalut, sepertinya hal buruk akan terjadi pada hidupnya. Hal yang paling menakutkan dalam pikirannya adalah mereka memperkosanya. Tentu saja Adelia tidak mau kejadian itu terjadi, lebih baik dia mengakhiri hidupnya daripada digilir paksa oleh mereka. Namun, apa yang bisa Adelia lakukan? Melepaskan diri saja tak bisa. “Aku pikir kamu pengacara hebat, tapi nyatanya kayak anak kecil yang mudah ditipu,” seru polisi itu yang disambut tawa re