Gending jawa terdengar ketika Rengganis membasuh wajah di sungai. Dia melihat pantulan dirinya dalam riak air yang jernih itu. Ah, wajah sungguh nampak lusuh tidak terawat. Siapa peduli, tidak ada sama sekali. Terpenting adalah tekadnya sepanas api Rengganis menutup mata, seperti terhipnotis. Dalam benak berontak mungkin kah menemui Nyi Gendeng Sukmo adalah jalan terbaik. Hati kecil menolak, apa yang ditawarkan Nyi Gendeng Sukmo pasti ada timbal balik. Bagaimana jika demit itu hanya memanfaatkan dirinya, begitu pikir Rengganis. "Permaisuri," panggil Khandra membuyarkan lamunan. "Ah, iya Khandra," jawab Rengganis. "Hari sudah menjelang sore, mari kita kembali ke persembunyian. Saya dan Kayana harus kembali ke Istana sebelum matahari tenggelam," ungkap Khandra. "Besok kami akan meninjau lokasi perbatasan, takut kerajaan musuh menyusup," terang Khandra. Ada rasa tidak rela mengingat kedua pemuda itu cukup berperan penting dalam sesi latihan. "Kalian semua a
Bukan Khandra sosok yang Rengganis harap yang hadir melainkan seorang perempuan anggun. Mengenakan kebaya dan kain sari berwarna biru kombinasi batik, di mana pada bagian samping terdapat belahan untuk mempermudah gerakan. Rok bawahan khusus yang dikenakan para prajurit wanita. Mbok Berek memeluk wanita tadi dengan sayang. Netra Rengganis dan wanita itu berserobok, senyum getir terulas di bibir manis permaisuri malang itu. "Hormat saya pada Permaisuri Rengganis," sapanya menyatukan kedua tangan di mana salah satu tangan menggenggam pedang. "Kau Sajani, ksatria wanita putri dari Mbok Berek?" Rengganis menekan perasaan, mencoba mengubah raut wajah. "Benar Permaisuri, kedatangan saya kemari untuk membantu Permaisuri berlatih bela diri atas titah dari Senapati Khandra," ungkapnya. "Terima kasih, istirahat saja dahulu, kau pasti lelah usai perjalanan jauh, bukan?" "Nduk, simbok sudah buatkan sarapan. Kita pergi sarapan dahulu," ajak Mbok Berek. Renggan
Rengganis mendapatkan pelatihan khusus menggunakan busur panah dari para ksatria. Sedangkan untuk berpedang Sajani yang akan melakukan. Bagi Rengganis siapa pun gurunya, dia tidak masalah asal bisa menjadi lebih kuat bukan wanita lemah tidak berguna lagi. "Aku harus lebih kuat agar tidak merepotkan kalian terlalu banyak!" tekad Rengganis ketika suara iba menggema melihat tubuhnya yang kelelahan berlatih. Rengganis mengikuti gerakan Sajani, mungkin karena sesama wanita Rengganis mudah akrab dengan Sajani. Gerakan pun menyesuaikan. Nyaman, Rengganis merasa mungkin seperti itu rasa menyenangkan memiliki seorang saudara wanita. Oh, tapi tunggu, Rengganis pun pernah dekat seperti saudara wanita dengan seorang wanita yang mengubah hidupnya. Yah, dialah Madhavi wanita ayu berwajah ular. Mengingat Madhavi membuat Rengganis menjaga jarak akan pertemanan. Juga Abra lelaki penghianat yang membuat dirinya benci pada sebuah kepercayaan, kepercayaan yang Rengganis junjung
Istana Baskara, Raja Abra menyingkirkan sementara beberapa abdi dalem serta pengikut mendiang Raja Arkha dengan dalih tugas mengunjungi perbatasan juga kerajaan lain yang pernah ditaklukkan Kerajaan Baskara. Dia mengalihkan perhatian mereka bukan tanpa alasan. Abra sendiri sudah mulai untuk bergerak. Mengumpulkan antek-antek juga memberikan undangan pada kerajaan yang menjadi sekutu yang mendukung dirinya. "Baiklah, kita juga harus segera bergerak Ki Kastara, aku tidak mungkin menunggu lebih lama," kata Abra saat dirinya berjalan di taman Istana Permaisuri. "Ini sungguh merepotkan," katanya lagi melihat Istana megah itu. "Saya rasa mengembalikan Permaisuri Rengganis adalah jalan terbaik Gusti Prabu," kata Ki Kastara. "Kita bisa membunuhnya secara tidak terlihat, atau meracuni dirinya agar tidak bisa hamil juga tidak buruk," saran Ki Kastara. "Kau benar Ki," ujar Abra terbahak. "Kita cari Rengganis sampai dapat, kemudian kita buat dia menjadi boneka yang hidup leb
Rengganis menatap ke langit-langit gua, nampak bebatuan terbentuk tidak teratur, damar (lampu minyak tanah) menyala temaram. Beberapa kali Rengganis mengubah posisi tidur. Bayangan percakapan para ksatria berputar dalam pikiran. Satu hal yang masih terngiang bahwasanya kekuatan bela diri pun akan lebih sempurna jika mampu menguasai ajian untuk melindungi diri. Rengganis pernah mendengar akan namanya ajian pengasihan, juga ilmu kekebalan tubuh dan lain sebagainya. Namun, semua hal tersebut dia anggap angin lalu. Dulu dia tidak merasa minat saat mendengar percakapan para dayang dan ksatria penjaga Istana Permaisuri. "Aku pun ingin belajar beberapa ilmu kanuragan dan juga ajian untuk menjadi lebih kuat," keluh Rengganis. Lelah dalam berpikir, mata mulai sayu terbawa mimpi bersamaan alunan musik gamepan yang terdengar tidak tahu batas dan waktu. Rengganis kembali bermimpi aneh berjumpa Nyi Gendeng Sukmo. Dalam mimpinya Rengganis diperlihatkan bagaimana Nyi Gend
Sayup angin dingin menerpa, menerbangkan rambut panjang Rengganis yang terurai. Dia memeluk tubuh sendiri yang mulai menggigil. Dilihat sekali lagi sang rembulan samar menyinari di balik pepohonan yang rimbun. Rengganis kembali menatap wanita ayu yang sedang mandi tengah malam itu. "Apa kau tidak merasakan kedinginan berendam di sungai tengah malam, Nyi?" teriak Rengganis. Dia masih mencoba menyelidiki niatan Nyi Gendeng Sukmo. Ingin dia langsung bertanya mengapa wanita tersebut mengulurkan tangan untuk dirinya. Bukankah segala hal ada timbal balik? Itu pula yang Rengganis pikirkan. Tidak akan ada pemberian secara cuma-cuma, bukan. Dia melangkahkan kaki menapak pada bebatuan satu per satu untuk mendekati Nyi Gendeng Sukmo yang kini tepat berada di bawah air terjun. Tatapan awas menyelidik ke segala penjuru. Takut jika ada binatang berbahaya merayap pada tubuhnya. Nyi Gendeng Sukmo terkekeh, "Aku sedang melatih tubuh ini," kata Nyi Gendeng. Giliran Rengganis t
Nyi Gendeng Sukmo duduk berdampingan bersama Rengganis menghangatkan tubuh pada api unggun. Tatapan Rengganis masih dingin penuh selidik, tetapi tidak ada lagi ketenggangan dia lebih santai dari pertemuan dengan wanita demit tersebut. Bayangan wujud ular itu perlahan menghilang, yang Rengganis pikir wanita di sampingnya bukan manusia, mungkin bisa mengubah diri dengan bentuk apa pun yang dia suka dan dia mau. Berbeda dengan Nyi Gendeng Sukmo yang bisa lebih menguasai diri, menjerat seorang Rengganis bisa dilakukan dengan kelembutan. “Kau tidak ingin mempelajari ajian dan juga beberapa jurus Rengganis?” tanya Nyi Gendeng Sukmo. Wanita tersebut menutup mata, kemudian merentangkan tangan dan melompat ke udara, berpijak tanpa suara di tanah lalu melompat lagi. “Ini jurus meringankan tubuh, kau tahu,” kekehnya. ‘Jangan tertipu oleh wanita demit itu Rengganis, jurus meringankan tubuh para ksatria juga punya. Kau bisa meminta mereka untuk membantu mempelajari,’ berontak Renggani
Bak wayang yang dilakonkan oleh seorang dalang, tubuh Rengganis bergerak mengikuti Nyi Gendeng Sukmo yang juga menggerakkan tubuh menari, dalam lantunan musik gending jawa yang entah Rengganis tidak tahu dari mana berasal. Rengganis menggerutu dalam hati. Merasa bahaya akan apa yang terjadi. Nyi Gendeng Sukmo mengangkat tangan kanan ke atas. Tubuh Rengganis pun ikut melakukan hal sama, seperti menghempaskan sesuatu ke udara. Rengganis juga melakukan hal sama, tangan terulur ke atas, begitu lentik memainkan ujung selendang tersebut padahal sebelumnya dia tidak pernah belajar menari. Dia menghempaskan selendang tersebut mengikuti gerakan Nyi gendeng dan ….. Blar! Percikan api kecil membumbung ke udara, Rengganis tersentak dia ingin menghindar, tetapi tidak bisa. Tubuhnya masih menari seperti yang dilakukan Nyi Gendeng Sukmo. Rengganis menangis dalam diam, mulut terkunci rapat. Dia ketakutan bukan main saat beberapa kali saat mengibaskan tangan lalu muncul percikan api. Nyi Gendeng