“Uhh…”
Raksha mendadak limbung sambil memegangi kepalanya yang mendadak nyeri. Dia tahu ada yang sesuatu yang bergejolak didalam hatinya ketika dia melihat Sena. Dia tidak ingat siapa Sena, tetapi hati kecilnya kerapkali menyeru kalau Sena adalah orang yang penting baginya. Perasaannya menegur tanpa henti kalau dia akan menyesal kalau sampai melukai Sena.
Siapa wanita itu?
Sena?
Siapa Sena?
Kenapa wanita itu seolah sedang membantuku?
Bukankah dia juga bagian dari Kanezka yang menzalimi titisan Ashura?
Kenapa aku bersikap seperti ini?
Semua pertanyaan itu berseliweran memenuhi pikiran Raksha sampai pusing dibuatnya. Dia tidak bisa fokus karena kepalanya terasa nyeri, seolah-olah kepalanya itu tengah dibelah dua secara paksa dari dalam.
“Ini benar-benar bodoh! Kuatkan dirimu! Kau tahu kalau dendammu belum selesai!” Raksha menyentak dirinya keras untuk memaksakan diri menahan semua rasa perih
“Jangan....menyerah….ayo….bangun….”Sena komat-kamit menyemengati dirinya sambil mengatur napasnya yang masih berderu cepat. Kedua lututnya masih belum cukup kuat untuk beranjak dan lanjut bertarung. Semua otot di tubuhnya serasa sobek dan dadanya belum berhenti kembang kempis untuk meraup udara yang rasanya tidak pernah cukup. Dia tidak menyangka kalau Kanuragan Wiratama benar-benar menguras tenaga dalam waktu yang singkat.Golok biru yang ada di genggaman Sena perlahan berubah kembali menjadi keris pusaka suci Ragnala karena Kanuragan Wiratama yang menguatkannya kian habis. Tenaga Sena sekarang bahkan tidak cukup banyak untuk menggunakan Kanuragan Kshatriyans.Di tengah keterpurukannya, Sena mendengar suara langkah yang menghampiri. Tubuhnya gemetaran tegang karena yang mendekatinya itu adalah prajurit arwah elit, siluman harimau, dan siluman srigala, yang dia tidak tahu kalau mereka bertiga adalah Suja, Asoka, dan Gardapati. S
Kecemasan yang sempat berkemelut di hati Sena luruh setelah dia melihat pasukan Kanezka dan bantuan dari istana tiba ke arah Benteng Bisma untuk membantu siapapun yang masih bertahan hidup. Dia harap mereka bisa segera bergerak cepat untuk menyembuhkan Ragnala, Yajna, Enda, dan siapapun yang terluka parah disini, termasuk Lingga sekalipun.Sejenak Sena termenung. Dia mengingat lagi momen ketika dia bertarung melawan Jayendra Mavendra untuk pertama kalinya. Entah dia nekat atau sudah gila, dia tidak menyesali pilihannya untuk beradu silat melawan Jayendra dengan taruhan nyawa. Terlepas dari ketakutan yang menaungi jiwanya ketika dia bertarung melawan Jayendra, dia bisa merasakan kemarahan dan kebencian yang luar biasa besar dari tatapan dingin Jayendra.“Kesaktian dia memang luar biasa, Raksha…tapi…” ujar Sena sekonyong-konyong.“Hmm? Kenapa, Sena? Siapa yang kamu maksud?” tanya Raksha yang masih merangkul Sena. Dia tampak ke
Dinginnya angin malam yang berhembus tidak membuat Raksha kehilangan konsentrasinya. Dia duduk bersila sambil memejamkan matanya, menajamkan fokusnya sehingga kanuragan Ozora yang muncul di kirinya menyebar ke seluruh tubuhnya merata.Dengan pandangan batinnya, Raksha melihat kalau prajurit arwah yang dia miliki kini menambah menjadi sekitar 1000 prajurit ditambah dengan tiga prajurit arwah elitnya yang paling diandalkan Raksha, yakni Suja, Asoka, dan Gardapati. Sejauh ini Kanuragan Ozora dalam tubuhnya berkembang pesat setelah pertempurannya di Benteng Bisma, tetapi di saat yang sama, dia tidak bisa melepas kekhawatirannya akan Kanuragan Yudha yang ada di dalam tubuhnya.Dalam satu minggu terakhir, Raksha mencoba menggunakan Kanuragan Yudha lagi untuk sekedar mempelajarinya, tetapi hasilnya nihil. Kanuragan Yudha itu seolah ‘hidup’ dan hendak menguasai jiwa dan pikirannya. Bahkan apabila dia tidak sedang berlatih atau menggunakan kemampuan silatnya,
“…jadi alasanmu memilih Pendekar Dewa Matahari karena kamu ingin menjadi prajurit elit Kanezka?”Tebakan Raksha itu membuat Sena termenung sejenak.“Ya, itu benar….tetapi semuanya tidak sesederhana itu.” jawab Sena setelah jeda panjang.”Aliran Pendekar Dewa Matahari paling sulit dikuasai dibandingkan semua aliran yang sudah kubahas. Tidak banyak orang yang memilih aliran ini karena mereka khawatir tidak bisa menguasai tingkatan tertentu di aliran ini lalu tidak bisa menempati posisi tinggi di Kanezka nanti.” lanjutnya.“Kalau kamu orangnya, kurasa kamu bisa menguasai Aliran Pendekar Dewa Matahari. Kamu berbakat.” balas Raksha tenang. Dia ingat saat dia bertarung dengan Sena di Benteng Bisma. Sena menunjukkan kepiawaiannya dengan Kanuragan Wiratama yang baru saja dia pelajari pada saat itu juga. Bahkan Ragnala pun terkaget-kaget dibuatnya. Mungkin Sena bukan sembarang pendekar. Dia adalah pendekar terp
“Anjali, kau mendengar narasi yang salah! Aku adalah saksi mata langsung atas tragedi di Benteng Bisma! Baik Keluarga Suradarma ataupun Pendekar Dewa Matahari bukanlah orang yang sepantasnya disalahkan atas tragedi itu! Semua sudah terjadi! Kita tidak perlu membahas siapa yang salah dan siapa yang benar!” seru Sena dengan niatan untuk menengahi Anjali yang sudah kepalang murka.“Kau tidak pantans menceramahiku, Suradarma! Atas semua pengkhianatanmu yang membela Jayendra Mavendra dan fitnah yang telah kau sebar dengan licik, kau masih berani menceramahiku?! Aku bersumpah akan membalas penghinaan yang telah kau lakukan dengan keji kepada ayahku!” Anjali masih tidak mau terima.“Tapi-““Sena.” bisik Raksha cepat sembari memegangi pundaknya sehingga Sena berhenti. “Aku tahu Anjali sudah buta akan amarahnya, tetapi ada yang aneh dengan keyakinannya. Dari semua amarah yang dia lontarkan, sepertinya dia hanya percay
“Raksha, awas!”Sena menyeru keras. Cahaya perak Kanuragan Khsatriyans di telapak tangan kanannya memancar terang lalu membentuk pisau perak yang langsung dia lempar ke arah Panji sebelum pendekar Dewi Bumi itu meninju tanah lagi untuk mendatangkan gempa.Panji sadar akan ancaman yang datang. Dia langsung membatalkan jurusnya lalu meloncat mundur, tetapi tidak cukup cepat karena pisau perak Sena berhasil menyayat tipis dadanya.Di saat yang sama, Baswara menerjang dari titik buta Sena. Tombak sakti Baswara melesat cepat untuk menebas Sena sebelum mangsanya itu sadar.“Sena!” Raksha buru-buru menerjang lalu menarik mundur Sena sehingga keduanya menunduk amat rendah menghindari tebasan horizontal Baswara yang liar.Baswara yang jengkel mengencangkan genggaman gagang tombaknya untuk lanjut menebas keduanya secara horizontal. Namun niatan itu mendadak berhenti karena Raksha baru saja meloncat maju ke arahnya. Dugaannya kalau Rak
“Bunuh mereka!”Teriakan Panji yang menggelora sontak membuat Wanda dan Taksa siaga. Angin dingin yang terbentuk dari gabungan ajian sakti mereka kembali muncul lalu menerjang Raksha. Di saat yang sama, Panji mencengkeram keras tanah yang ada didepannya lalu dia angkat kasar sehingga lempengan tanah didepannya itu terlempar kencang hendak menghantam Sena dan Raksha.Raksha berkonsentrasi penuh membentuk rentetan perisai perak yang melindunginya dan Sena. Di saat yang sama, Sena fokus menggunakan Kanuragan Wiratama-nya. Cahaya biru kehijauan yang memancar di tubuh Sena itu kini membuat perisai perak yang Raksha buat semakin kokoh. Namun mereka tidak menyangka kalau terjangan angin dingin yang membekukan dan lempengan tanah keras dari musuh begitu kuat sehingga sebagian perisai perak yang melindunginya pecah.Pecahan batu dan es tersebar liar. Sena yang sadar akan hal itu hampir terlambat menghindar, tetapi Raksha buru-buru menangkisnya dengan tubuhnya
Keheningan menyeruak selepas kepergian Gala dan Chayla. Namun sebelum Raksha dan Sena pergi, Saguna datang menghampiri.“Aku minta maaf atas keributan ini. Aku tidak menyangka mereka berkomplot untuk menyerang kalian terang-terangan di kota ini.” Saguna menunduk sopan dan penuh hormat.“Oh, Tuan Saguna tidak perlu memohon maaf. Tuan sudah menyelamatkan kami!” balas Sena ramah.“Ya, tuan. Kami selamat karena tuan berani membela kami.” Raksha menambahkan. Kalau Saguna tadi tidak turut campur, mungkin dia sudah menyuruh Asoka atau Gardapati untuk mencabik-cabik salah satu dari komplotan Baswara itu.Saguna tersenyum. “Tidak perlu pakai ‘tuan’ segala. Usia kita sepertinya tidak beda terlalu jauh.” Dia menyalami Sena dan Raksha bergantian. “Namaku Saguna Arkananta, Pendekar Dewa Api. Aku mendengar kabar tentang kekacauan di Kota Rasagama, tetapi aku tidak percaya kalau keluarga Suradarma yang me