“Aahhh….!”Chalya menjerit ketika dirinya, bersama dengan Raksha dan Sena, jatuh dari batu yang telah runtuh dihancurkan Baswara. Kepulan debu dari pecahan batu datang menutupi pandangan sekitar, tetapi mereka sontak siaga karena mereka bisa merasakan derap langkah kaki siluman srigala datang mendekat cepat.“Raksha, tahan sampai matahari terbit! Aku yakin pasukan Kanezka akan datang sebentar lagi!” seru Sena seraya memendarkan cahaya perak di tangan kanannya menjadi tombak sakti.Raksha tahu kalau rencana Sena itu adalah pilihan terakhir karena mereka berdua tidak lagi melihat batu besar yang serupa untuk kembali berlindung disekitar mereka. Kalaupun ada, pasti sudah ditempati kandidat lain. Raksha dan Sena tentunya tidak mau melukai kandidat lain hanya untuk keselamatan mereka sendiri.“Yang mulia Raksha. Siluman srigala yang datang jumlahnya sangat banyak. Anda membutuhkan bantuan kami agar bisa bertahan.” tawar Asoka yang terdengar didalam kepala Raksha.Raksha tahu kalau itu adal
“Selamat, kalian semua telah lulus menjadi kandidat Klan Pendekar Pedang Cahaya.”Selebrasi Chandra, sang komandan pasukan Kanezka yang datang menjemput para kandidat, kala itu terdengar datar dan dingin. Chandra ditemani puluhan prajurit Kanezka di belakangnya. Setiap dari mereka menumpakki kuda dan mengawal para kandidat yang masih bertahan hidup untuk kembali ke kota Udayana.Di sepanjang perjalanan, Raksha melihat mayat para kandidat yang bergelimpangan dengan luka cakar yang menggurat di punggung, badan, atau leher. Para siluman srigala yang tewas telah hilang terpendar menjadi buih-buih hitam karena terbakar oleh sinar sang matahari.Raksha ingat kalau gurunya pernah berkata bahwa tubuh siluman yang sudah mati tidak akan tahan sampai pagi karena mereka sejatinya bukanlah mahluk hidup seperti hewan, tetapi hewan yang telah dirasuki arwah jahat pengganggu yang berkeliaran di dunia. Ketika hewan biasa menjadi siluman, maka tubuhnya sebagian besar sudah rusak.Raksha melihat sekilas
Raksha melihat langit malam yang perlahan berubah menjadi ungu karena mentari sebentar lagi tiba. Lengan kirinya yang diselimuti Kanuragan Ozora memancarkan aura ungu kehitaman. Dia tengah dikelilingi dua ratus prajurit arwahnya, termasuk Asoka dan Suja, yang bersimpuh hormat kepadanya. Tidak ada siapapun selain dia dan prajuritnya di tengah padang rumput yang lokasinya sekitar 4000 kaki di luar perbatasan Kota Udayana.Raksha duduk bertapa seraya mengatur napas dan menjaga konsentrasinya semalam suntuk. Dia mempertahankan kestabilan Kanuragan Ozora dalam dirinya yang menggerakan dua ratus prajurit arwahnya selama 30 hari terakhir ini. Baginya, ini adalah perkembangan yang baik, tetapi satu hal yang dia sadari bahwa kekuatan prajurit arwah relatif lebih stabil dan kuat di malam hari dibandingkan dengan waktu lainnya.Dalam 30 hari terakhir, Raksha baru mampu memanggil 10 prajurit arwah elit dan ratusan prajurit arwah dengan kekuatan rata-rata. Namun dia tahu langkahnya masih jauh untu
“Raksha!”Sena datang menghampiri Raksha sambil tersenyum. Raksha sempat termenung melihat wajah Sena yang tampil lebih seksi karena penuh dengan keringat. Namun dia mendehem untuk menepis dorongan yang dia rasa aneh itu.“Hai, Sena. Ajian pembentuk senjata suci-mu tadi bagus.” puji Raksha.“Tahu darimana?” tanya Sena balik.“Aku mendengar Guru Harsa memujimu.”Sena terkekeh. Dia menyikut lembut Raksha. “Kamu juga dipuji Guru Harsa, kan? Aku dengar kok. Kamu bahkan sudah mencapai tingkat ksatria!”Raksha hanya mengangkat bahu sambil tersenyum sekilas. Dia tahu latihannya bersama Sena selama satu bulan terakhir membuahkan hasil.Terlepas dari itu, Raksha merasa bahwa dia bisa mencapai tingkatan kanuragan Senjata Suci yang cukup cepat dibandingkan yang lainnya karena dia dibantu oleh Kanuragan Ozora. Dia sebenarnya kagum dengan bakat Sena dan Baswara yang hampir mengimbanginya.“Ini semua berkat latihan bersama kita selama satu bulan terakhir, Sena. Terima kasih ya.” Raksha melanjutkan
“Raksha, kamu tidak apa-apa?”Sena buru-buru menghampiri Raksha. Raut mukanya masih menampikkan kecemasan. Dia mengamati dari ujung kepala hingga ujung kaki Raksha, tetapi tidak sedikitpun ada luka yang dia duga sebelumnya.“Tidak apa-apa. Kamu belum makan?” tanya Raksha santai.“Apa yang terjadi dengan Baswara?” Sena masih penasaran.“Dia masih di luar di saung dengan anak buahnya.”Sena diam sejenak untuk berpikir. Dari gelagatnya, dia tahu kalau Raksha tidak memilih untuk tunduk pada Baswara seperti yang dia duga sebelumnya. Namun hal itu belum menghilangkan kekhawatiran dalam hatinya. “Apa yang kamu lakukan kepada mereka?”“Sedikit usil. Sudah, jangan dipikirkan. Ayo makan.”Raksha meninggalkan Sena yang masih gelagapan dibelakangnya. Dia mengambil piring dan daun pisang yang sudah tersedia di meja lalu mengambil nasi dan lauk yang dia rasa cukup.Masih banyak yang ingin Sena tanyakan, tetapi dia tidak bisa menahan rasa laparnya. Dia pun ikut mengambil nasi dan lauk dibelakang Rak
“Ujian minggu depan akan sulit.” Gala memulai pembicaraan seraya melahap pisangnya.“Kau tahu apa yang akan diujikan minggu depan?” tanya Sena penasaran.Gala memandang sekitar, memastikan tidak ada yang mengamati mereka, lalu kembali mengalihkan perhatiannya ke Sena dan Chayla. “Ya, kudengar ujiannya adalah mengambil liontin perak di hutan Dharmawangsa.” Bisiknya pelan.Chayla dan Sena yang mendengarnya mendadak terbelalak. Berbeda dengan Raksha yang tampak bingung.“Mengambil liontin di hutan? Hanya itu ujiannya?” Raksha masih tidak percaya.“Liontin itu bukanlah liontin biasa, Raksha. Liontin perak itu adalah milik Pendekar Pedang Cahaya yang meninggal di hutan.” Chayla menjelaskan.“Pendekar Pedang Cahaya tentunya tidak mati tanpa sebab di hutan Dharmawangsa, kecuali mereka diserang oleh para siluman yang menempati hutan itu. Ketika Pendekar Pedang Cahaya meninggal, Kanuragan Khsatriyans yang masih bersemayam dalam tubuhnya akan terkumpul dan membentuk liontin perak yang tertanam
“Dulu aku ingat kau hendak menjadi prajurit untuk mengangkat martabat keluargamu, Chayla.” hibur Raksha di tengah perjalanannya menyusuri hutan. “Menurutku itu tujuan yang mulia. Kau harus bangga akan pilihanmu ini.”Chayla menatap Raksha lalu tersenyum lirih. “Benarkah?” tanyanya memastikan.“Ya, kau pernah cerita kalau kau adalah anak paling tua di keluargamu. Aku salut dengan kedewasaanmu.”Chayla menundukkan wajahnya yang memerah malu. Senyumnya merekah, menggantikan ekspresi muram yang semula terpahat di wajahnya.“…tapi aku sadar kalau aku masih jauh apabila dibandingkan denganmu dan Sena. Rasanya seperti langit dan bumi.” Chayla menghela napas.“Sudah kubilang, jangan memikirkan orang lain. Fokus pada dirimu.”“Y-ya, kau benar, Raksha.” Chayla membenarkan dengan senyum kikuknya.Tak terasa, bandul perak yang Chayla genggam kala itu berdenging kian keras. Chayla dan Raksha tahu kalau itu adalah tanda liontin perak yang mereka incar semakin dekat.Percikan suara air sungai yang t
“Siapkan perisai dan rantai! Biar aku yang penggal kepalanya!”Teriakan Baswara membangkitkan semangat tarung kelima anak buahnya yang sempat gentar melihat sosok Raksha yang kini menyerupai prajurit arwah yang berzirah lengkap. Dua anak buahnya dengan cepat memendarkan cahaya Kanuragan Khsatriyans di tiap lengan mereka sehingga membentuk perisai yang kokoh. Di saat yang sama, tiga anak buahnya mengubah bentuk cahaya perak di lengan kanan mereka menjadi rantai. Hanya Baswara yang membentuk cahaya Kanuragan Khsatriyans di lengan kanannya menjadi golok sakti.Raksha reflek menunduk rendah ketika rantai perak musuhnya yang hendak melilit tubuhnya itu datang. Dia langsung menerjang untuk membalas. Namun dua anak buah Baswara langsung berembuk rapat sambil mengangkat perisai mereka.Baswara yang semula percaya diri mendadak merinding takut ketika perisai anak buahnya itu sontak luluh lantak di cakar oleh Raksha. Perisai perak sekelas pendekar muda tidak akan kuat menahan cakar siluman hari