“Apa? Apa? Aku belum dengar pembelaan kalian? Apa suara kalian tidak terdengar karena kalian hanya dua orang saja?! Ahahahahahaha!”
Panji tertawa terpingkal-pingkal bersama Anjali dan anak buahnya dengan nada meremehkan.
Sena sudah mengepal kedua tinjunya, tidak sabar untuk menghantam kepongahan mereka satu per satu, tetapi dia tahu kalau itu tidak ada gunanya. Raksha benar, dia harus fokus pada misinya.
Di tengah gelak tawa itu, tetua Desa Wiraka melangkah untuk menghampiri Sena dan Raksha. Namun dia mendadak berhenti karena jalannya dihalang oleh Anjali dan Panji.
“Tidak perlu repot-repot memberitahu mereka tentang misi ini, tetua desa! Tidak ada gunanya juga! Mereka berdua akan mati oleh siluman itu bahkan sebelum mereka sadar apa yang telah membunuh mereka!” seru Panji meremehkan.
“Jangan khawatir soal jasad kalian nanti. Aku dengan senang hati akan mempersembahkannya untuk siluman lain. Paling tidak itu lebih berg
Tiga hari berlalu semenjak Raksha dan Sena tiba di Desa Wisaka. Sejauh ini, belum ada pergerakan yang berarti dari siluman misterius yang tengah menghantui desa ini. Baik tim Raksha – Sena dan tim Anjali – Panji belum menemukan sedikitpun petunjuk akan siluman tersebut.Langit sore kala itu perlahan kian gelap, menandakan malam telah tiba. Raksha yang ada di bukit dekat desa kala itu masih memantau dari kejauhan kondisi di sekitar desa. Tidak ada pergerakan yang dirasa misterius. Dia hanya melihat puluhan pendekar Dewi Bumi dan Pendekar Tubuh Baja bergantian patroli ke tiap sisi desa untuk mencari siluman yang sama, tetapi selama tiga hari terakhir, hasilnya masih nihil.“Yang Mulia Raksha.”Suara Asoka terdengar jelas di dalam kepala Raksha.“Ada perkembangan terbaru?” tanya Raksha dalam hati.“Saya dan Gardapati sudah memantau setiap sisi desa ini, Yang Mulia. Kami yakin siluman yang anda cari ada di desa
“Tumpahkan semua! Pecahkan saja dengan kendinya sekalian!”Seruan Anjali yang keras kala itu membuat anak buahnya melempari kendi berisi air pemikat siluman itu ke rumah kayu yang tengah didiami Raksha. Walau tidak bisa dihirup oleh manusia, tetapi air itu dapat dihirup dan mendorong nafsu membunuh siluman pada umumnya.Tiga puluh kendi berisi sudah dipecahkan sehingga air pemikat siluman itu kini melumuri tiap sisi rumah kayu yang tengah dididami Raksha. Tepat setelah itu, Anjali dan anak buahnya mundur sekitar 50 kaki, bergantian posisi dengan Panji dan anak buahnya.Panji dan anak buahnya kala itu posisinya melingkari rumah kayu Raksha. Mereka serentak menghentakkan bumi sehingga lempengan tanah yang ada di sekitar rumah kayu Raksha terangkat tinggi, membentuk benteng batu yang menutup jalan masuk Raksha.“Bagus! Pertahankan benteng batu ini! Hajar dia kalau dia berani meloncati benteng batu ini!” seru Panji keras.Kegela
“Jayalah Mahadri! Jayalah Bhagawanta! Kita akan menjadi juara di Kerajaan Kanezka!” Anjali dan Panji bernyanyi merayakan kemenangan mereka dengan anak buahnya. Suara mereka terlalu ribut, sampai-sampai mereka tidak mendengar retakan di bongkahan batu raksasa yang tengah menimpa siluman kelabang itu kini kian panjang dan melebar.Ketika bongkahan batu itu terbelah lalu pecah, sontak Anjali, Panji, dan anak buah mereka pun diam. Senyum mereka yang semula terlihat lebar kini pudar, berganti menjadi raut wajah panik dan cemas. Kepanikan mereka kian menjadi ketika siluman kelabang itu kembali meliuk-liuk sambil berdesis semakin keras.“SSSHHHHH!!!!”“D-dia masih hidup?!”“Ra-rapatkan barisan! Tahan kembali kakinya! Jangan meleng!” Anjali kembali siaga seraya menguatkan tubuh bajanya. Dia dan anak buahnya dengan sigap menyergap tiap kaki siluman kelabang raksasa itu untuk kembali menahannya dengan tubuh baja merek
Dunia Raksha gonjang-ganjing, berguncang tanpa henti. Wajar saja karena dia berada di dalam tubuh Sang Siluman Kelabang. Walau dia kini berlindung diri di dalam tubuh Suja, tetapi dia bisa merasakan dinding daging siluman kelabang itu mengapitnya kian kencang. Belum lagi cairan racun yang hampir memenuhi separuh badannya. Kalau dia tidak berada di dalam tubuh Suja saat masuk ke dalam tubuh Siluman Kelabang Raksasa, mungkin dia sudah habis dicerna oleh siluman sial ini, pikirnya.Raksha mendadak merasakan aliran Kanuragan Wiratama yang kuat dari pusaka gelang Sena yang dia kenakan di pergelangan tangan kanannya. Hal ini menandakan kalau Siluman Kelabang tengah memangsa Sena dan jaraknya semakin dekat seiring dengan menguatnya aliran Kanuragan Wiratama yang dia rasakan. Dia tidak boleh membuang waktu lagi.“Suja, bantu aku.”“Siap, Yang Mulia.”Raksha kini memegang kendali penuh atas tubuh Suja. Dia meregangkan tangannya lebar amat k
Sena mengatur napasnya yang terasa semakin berat seiring dengan semakin memancarnya cahaya biru kehijauan Kanuragan Wiratama yang kini menyelimuti golok peraknya. Dia tidak menyangka seluruh tenaganya hampir terkuras habis hanya untuk mempersiapkan serangan terakhirnya.Raungan gemuruh dan gempa yang mengguncang kian mendekat, menandakan Siluman Kelabang Raksasa yang mengincar Sena semakin dekat. Sena bahkan bisa melihat tanah yang ada di 50 kaki didepannya itu retak dan terangkat dari dalam tanah, yang berarti sang siluman bergerak pelan ke arah permukaan tanah untuk keluar lalu menyerang Sena.Sena hanya punya satu kesempatan menyerang. Kalau dia gagal, maka dia akan tewas, begitu juga dengan Raksha. Dia mempertaruhkan semuanya pada golok perak yang tengah dia genggam ini. Hanya bermodalkan semangat untuk menyelematkan Raksha, dia memilih untuk melawan balik tanpa melarikan diri.Sena memasang kuda-kuda yang kokoh, menunggu Siluman Kelabang Raksasa muncu
Raksha berjalan pelan menghampiri potongan kepala Raksasa Siluman Kelabang yang masih tersisa. Dia tahu kalau Sang Siluman Kelabang tidak memiliki mata, tetapi siluman itu bisa merasakan kehadirannya jauh melebihi panca inderanya.“RATUSAN TAHUN LAMANYA AKU MENYANTAP RIBUAN PENDEKAR DUNIA ARWAH DAN PRAJURIT KANEZKA, AKU TIDAK PERNAH MENYANGKA KALAU PADA AKHIRNYA TUBUHKU AKAN HANCUR HABIS DI TANGAN SEORANG MAVENDRA BAU KENCUR SEPERTIMU…”“Heh…bagaimana rasanya dikalahkan pendekar ‘bau kencur’ sepertiku? Apa itu menyakitkan, Siluman Kelabang?” sindir Raksha.“KAU MAVENDRA YANG MEMILIKI KANURAGAN YUDHA. ITU ADALAH SESUATU YANG BARU KULIHAT. SEPERTINYA ADA REVOLUSI YANG BESAR DI DUNIA PENDEKAR DUNIA ARWAH. MUNGKIN DUGAANKU SALAH. ADA HARAPAN BESAR DI KALANGAN PENDEKAR DUNIA ARWAH UNTUK MELAWAN BALIK KANEZKA.”“Aku terpaksa menggunakan Kanuragan Yudha.”“….DAN KARENA
Di tengah malam kala itu, Raksha tengah duduk sendirian di selasar salah satu bangunan di Padepokan Pendekar Dewa Matahari. Dia tengah termenung, mengenang kembali apa yang terjadi dua minggu setelah keberhasilannya dan Sena menyelesaikan misi sulit di Desa Wisaka.Keluaga bangsawan Bhagawanta dan Mahadri marah besar ketika mereka menemukan anak-anak kebanggan mereka dalam kondisi hampir lumpuh seluruhnya karena racun siluman Sang Kelabang. Melihat keberhasilan Raksha dan Sena, kedua keluarga itu menuduh kalau Raksha dan Sena menjebak anak-anak mereka sebagai umpan sehingga mereka yang berhasil mendapatkan bintang jasa, walau pada kenyataannya itu adalah sebaliknya.Raksha beruntung mendapat dukungan penuh dari Chandra, yang kini menempati posisi penasihat Guru Besar Padepokan Udayana, sehingga Padepokan Pendekar Dewa Matahari tetap mendapatkan bintang jasa sesuai dengan keberhasilan mereka mengalahkan siluman kelabang raksasa di Desa Wisaka. Dia tahu kalau Bhagawanta
“K-kita harus mencari golok perak itu, guru?” tanya Sena agak ragu ketika melihat golok perak itu tenggelam di tengah danau yang kemudian menghilang entah kemana.“Ya, gunakan Kanuragan Wiratama dan berkonsentrasilah. Kalian seharusnya bisa menemukannya.” balas Nandina santai.Sena dan Raksha saling menatap sejenak tanpa kata-kata. Mereka berdua masih terdiam ragu. Nandina bisa melihat raut ekspresi Sena dan Raksha yang kebingungan. Mungkin kedua muridnya itu berpikir kalau gurunya itu sedang iseng pada mereka, pikirnya."....sepertinya kalian belum menanggapiku serius." Nandina menghela napas panjang. Dia pun berjalan ke arah danau agak cepat, seolah-olah dia hendak menyelam ke dalam danau.Raksha dan Sena beranjak cepat untuk mengejar Nandina karena mereka berdua melihat sang guru terus berjalan ke arah danau. Namun keduanya mendadak berhenti lalu terbelalak kaget ketika sang guru menapakkan kakinya di permukaan danau seperti lay