"Kamu pikir apa lagi?" Kata Evan sambil maju mendekat ke arah Elin
Elin yang melihat itu pun mundur selangkah demi selangkah mengikuti langkah Evan yang selangkah demi selangkah mendekati nya
"Jangan macam-macam ya kamu" kata Elin mengeluarkan raut garang nya namun masih terlihat jelas kalau dia lagi ketakutan.
"Kamu pikir apa yang akan terjadi jika sepasang laki-laki dan perempuan dewasa berduaan didalam kamar yang tertutup hah?" Kata Evan masih menyudutkan Elin
Elin yang tidak sadar kalau dibelakang nya ada ranjang pun oleng dan tidak bisa menyeimbangkan badan nya sehingga Ia menarik kerah kemeja Evan dengan keras sehingga Evan pun ikut terjatuh ke atas ranjang
Mereka yang terjatuh bersamaan di ranjang pun hanya terdiam sambil melihat satu sama lain, yang terdengar di telinga mereka hanya suara deruan nafas mereka satu sama lain yang terdengar sedikit lebih memburu dari biasanya.
Seolah-olah waktu terhenti begitu saja, suasana
"Kalau kamu tidak mau pakai cara halus, terpaksa saya harus pakai cara kasar" kata Evan sambil menarik Elin lagi ke kasur dan mendorong nya.Evan melihat Elin yang terbaring sambil menatapnya dengan penuh kewaspadaan.Evan ingin naik ke atas ranjang dan mendekati Elin lagi,namun Elin langsung menaikkan tangannya menyuruh agar Evan tidak mendekat"Tunggu" Kata Elin"Apa keuntungan kalau aku mau menikah dengan kamu?" Kata Elin"Kamu ingin apa?""Keinginan aku banyak, karena itu aku nanyain kamu. Kalau gak ngapain nanya" sungut Elin sebal"Kamu boleh memikirkan nya dahulu. Kamu ingin apa kalau begitu" tawar Evan"Oke, terus apa cara kasar yang kamu bilang tadi?" tanya Elin sambil memperbaiki posisinya yang tadi setengah rebahan menjadi duduk di pinggir ranjang"Kamu akan saya pecat dari cafe saya" Kata Evan sambil duduk disamping Elin"Kalau begitu, pecat saja" Balas Elin berani dengan sedikit mengelu
Evan senyum senyum sendiri di mobil mengingat tadi dia bertemu dengan Elin mantan nya dulu semasa SMA, eh bisa gak sih disebut mantan kalau cuma pacaran satu minggu, itu juga mereka pacaran karena Evan ingin memenangkan taruhan yang dibuat sahabatnya.Evan betul-betul ingat cewek gendut polos itu adalah mantan nya, mantan yang buat harga diri Evan tercoreng. Berani sekali dia putusin Evan duluan, dimana harga diri seorang Evan coba. Udah gendut sok putusin duluan.Pokoknya Evan bakal balas dendam biar cewek itu tahu rasanya kehilangan harga diri."Lu kenapa van senyum senyum sendiri mulai dari tadi, kesurupan lu heh? " Ariel sahabat Evan yang bingung bertanya."Gapapa ri" Ucap Evan singkat."Eh ri, lu masih ingat gak sama cewek gendut yang dulu pas SMA kita buat taruhan?" tanya Evan lagi"Cewek gendut yang putusin elu duluan maksud lu?" ucap Ari sambil terkekeh."Cih" Ucap Evan geram plus malu."Iya gua ingat di
Elin berdiri didepan gerbang Panti Asuhan tempatnya dulu dia dibesarkan, tidak terasa sekarang dia sudah dewasa. Dia masih ingat dulu dia sering bermain dengan teman-temannya yang sekarang bahkan dia sudah tidak tahu kabar dan keberadaan mereka.Dia berjalan kedalam gerbang dan disambut dengan suasana panti yang indah dan anak panti yang sedang bermain-main dengan temannya. Dia tersenyum bahagia melihat anak-anak yang sedang bermain dengan girangnya, sampai mereka tidak tahu akan kedatangannya saat ini. Dan akhirnya anak perempuan yang rambutnya dikepang dua tidak sengaja menoleh kearah Elin dan langsung menubruk serta memeluk Elin dengan erat."Mbak Elin...." Teriaknya membuat anak yang lain pun ikut menoleh kearah Elin, membuat mereka pun ikut berlarian menghampiri Elin dan langsung memeluk Elin dan memberondong Elin dengan pertanyaan yang membuat Elin tersenyum geli melihatnya. Setelah Elin disalami anak panti satu persatu Elin menanyakan keberadaan bu Wati, dia tidak
Evan sangat gemas dengan Elin karena sifat cerewetnya, seingat Evan dulu Elin itu pendiam tapi kenapa sekarang Elin sangat cerewet sekali. Evan menghentikan langkahnya tiba tiba sehingga Elin menubruk punggungnya. Evan menelan ludahnya kasar karena Ia dapat merasakan gundukan kenyal yang menempel sebentar dipunggungnya itu, ya cuma sebentar. Evan berdehem menghilangkan pikiran joroknya dan menoleh kebelakang melihat Elin yang sedang menunduk sambil memilin jari tangannya, kenapa Ia menunduk dan kelihatan takut? Semenakutkan itukah seorang Evan?Evan memperhatikan wajah Elin yang samar-samar karena disini suasananya agak gelap, namun Evan masih bisa melihat pipi chubby nya Elin.Tiba-tiba Evan menggeram karena Elin menggigit bibirnya pelan, Evan sangat ingin membantu Elin menggantikan menggigit bibir merahnya itu jika Elin mau."Kenapa kamu menundukkan kepala seperti itu? Aku gak akan membunuhmu. Lagipula aku rugi kalau menghabiskan tenaga dan
"Masuk!!!" tekan Evan kepada Elin, dia masih sangat kesal dengan kejadian di cafe tadi. Bagaimana mungkin ada pria yang mengajak jalan gadis gendut seperti ini "dasar pria bodoh" dumelnya dalam hati."Terimakasih" ucap Elin gugup, dia sangat gugup melihat wajah Evan yang ketat seperti lagi sesak pup. "Sepertinya dia lagi ada masalah" batin Elin."cihhh.. Ternyata ada juga pria yang mau mengajak kamu jalan" kata Evan dengan raut sinis dan dengan suara ngegas seperti mengajak berantam."iya ada, kamu kan?" tanya Elin polos.Evan sangat terkejut dengan pertanyaan Elin barusan, sebenarnya itu bukan pertanyaan. Tapi itu adalah pernyataan.Evan ingin menyangkal karena harga dirinya yang tinggi, tapi dia diam saja.Evan menghidupkan musik dan lanjut fokus menyetir, dia lagi malas berdebat dengan Elin, ya meskipun melihat wajah kesal Elin adalah kesenangan tersendiri bagi Evan, tapi kali ini enggak dulu.
Elin berjalan dengan menundukkan kepala masuk kedalam hotel, Elin tidak percaya diri untuk bertemu dengan teman-temannya. ya meskipun sebenarnya Elin sangat ingin beramah tamah dengan mereka. Tapi mengingat dulu semasa SMA nya dia tidak pernah dianggap bahkan menjadi bahan cemoohan yasudah dia diam saja."Hey lihat itu, bukankah dia si gendut Elin? Hahaha" seru seorang wanita heboh sehingga mengundang tatapan orang-orang kepadanya."Datang juga kamu gendut, ternyata kamu memiliki kepercayaan diri yang sangat tinggi juga ya" ucap wanita satunya lagi.Elin sangat malu, tapi dia tidak bisa kabur takutnya nanti akan menambah cemoohan orang kepadanya.Elin hanya bisa tersenyum menutupi sakit hatinya, namun dia sudah terbiasa mendapat perlakuan yang seperti ini, bahkan yang lebih menyakitkan daripada ini sudah pernah dia alami, jadi ini belum seberapa batinnya."Tapi sepertinya dia makin kurus, bukankah sep
Badan Elin bergelinjang geli karena sapuan tangan Evan mulai dari lehernya, turun semakin turun hingga sampai ke pinggang nya.Tiba-tiba tangan Evan mencengkram keras pinggang Elin hingga Elin berteriak keras.Bibir Evan yang mula nya bermain diatas bibir Elin, kini juga ikut turun semakin ke bawah.Hingga badan Elin pun meliuk-liuk karena merasakan sesuatu yang baru pertama kali Ia rasakan. Rasa geli dan nikmat bersamaan hingga Elin pun hanya bisa menggigit bibir nya tanpa berani menolak perlakuan Evan.tangan Evan pun mulai nakal menjelajahi tubuh Elin mulai dari pinggang Elin dan makin turun ke paha, lalu naik lagi ke atas. Dengan pelan tangan Evan membuka paha yang dijepit erat oleh Elin.Evan tersenyum melihat pemandangan yang sangat indah dimatanya. dengan nakal jari tengah Evan mulai mengelus-elus inti Elin, mencubit pelan klitoris nya, dan dengan tiba-tiba jari tengah Evan telah memasuki lubang itu. hingga Elin pun t
"Dahhhh... Elin pulang dulu ya mbak" izin Elin kepada Fani, dan dibalas hanya dengan anggukan saja.Elin yang melihat itu pun hanya bisa tersenyum saja, dia sudah terbiasa dengan sikap dan sifat senior nya itu. Tapi meskipun begitu Elin tidak ada sedikit pun menyimpan rasa dongkol dihatinya.Elin hanya berpikir "setiap orang pasti memiliki sifat yang berbeda-beda. Ada yang kelihatan ramah, tapi didalam hatinya ada rasa iri dengki. dan ada juga yang kelihatan cuek, judes, tidak ramah namun bila kita dekat dengan nya, ternyata dia orang yang humble".Jadi dia berpikir mbak Fani ada didalam opsi kedua.Elin tidak mau asal nge-judge orang, justru dia ingin lebih dekat dengan mbak Fani, siapa tau dia bisa menambah circle pertemanan nya.Dari dulu Elin itu selalu kesepian, oleh karena itu dia tidak mau membuat drama dalam hidup nya, sehingga akan mempersempit niat orang untuk berteman dengan nya.Elin tidak ingin merasakan kesepian lagi.Setelah El