Flashback.
Siang itu di halaman belakang SMA NEGERI CITRA, Nathan tengah bersama dengan 3 orang teman satu gengnya."Jangan bilang kalau kamu malah betulan jatuh cinta pada si gendut itu," ucap seorang pria masih mengenakan seragam SMA bernama Daniel."E–enak saja! Aku tidak jatuh cinta pada gadis menjijikan itu! Aku mempunyai selera yang tinggi! Mana mungkin aku jatuh cinta pada gadis gendut seperti dia!" jawab Nathan berdusta.Faktanya, dia menjilat ludahnya sendiri. Dia jatuh cinta pada Arunalia Zunita, seorang gadis yang mempunyai paras cantik tetapi mempunyai tubuh yang berisi.Sekitar 2 bulan yang lalu, Nathan menerima tantangan dari 3 temannya untuk mengambil hati seorang gadis yang selama ini selalu menyendiri dan menjaga jarak apalagi pada seorang pria. Jika dia berhasil menjadikan gadis itu kekasihnya, Nathan akan diberikan imbalan dengan sejumlah uang dan teman-temannya mau dijadikan pesuruh selama satu bulan.Nathan menerima tantangan itu, dia mendekati gadis yang tak lain ialah Aruna, adik kelasnya di sekolah.Bersusah payah dia mengambil hati Aruna, dia mendekati Aruna dan akhirnya gadis itu berhasil dia taklukan juga. Aruna berhasil dia jadikan kekasih. Hampir satu bulan dia menjalin hubungan dengan Aruna dan teman-temannya cukup takjub dengan usaha Nathan yang berhasil menjadikan Aruna kekasihnya.Nathan menang dari taruhan itu, sayangnya dia malah terjebak dalam rasa nyaman bersama dengan Aruna. Tidak peduli dengan bobot tubuh Aruna yang berisi, rasa itu timbul begitu saja. Dia enggan memutuskan hubungan dengan Aruna.Tetapi, dia juga enggan menjadi bahan olok-olokan teman-temannya karena berpacaran dengan seorang gadis gendut. Dia malu mengakui Aruna sebagai kekasihnya."Kalau begitu putuskan dia di hadapan kita!" ucap Daniel."Ya! Putuskan dia! Tidak usah di hadapan kita deh. Kita akan memperhatikan kalian dari jauh, yang penting putuskan dia!" sahut Alex menimpali."Aku akan segera memutuskan dia! Tunggu saja waktunya!" ucap Nathan. Dia menelan salivanya setelah berucap."Bagus kalau begitu, karena kita tidak mau mempunyai teman yang berpacaran dengan seorang gadis yang gendut!" ucap Dean, "Sebenarnya si Lia itu tidak jelek, dia cantik. Tapi sayang, badannya itu lho, kegedean! Kek merusak pemandangan banget!"Kedua tangan Nathan mengepal kuat saat mendengar Dean berucap. Walau dia berpacaran dengan Aruna karena sebuah taruhan, tapi dia sudah mulai jatuh hati. Dia tidak terima mereka mengatai wanita yang dia suka dengan kata seperti itu."Yes! Bener banget! Badannya kegedean! Gak cocok jadi pacar salah satu dari kita, ganggu banget di penglihatan kita," ujar Daniel.Dari jarak yang tak begitu jauh, Aruna yang sedang mereka bicarakan itu diam-diam mendengarkan. Dadanya terasa sesak dan tenggorokannya juga tercekat saat mendengar mereka yang terus mengatai dan mencaci bobot tubuhnya yang berisi. Dia juga begitu marah saat tahu jika ternyata dirinya hanya dijadikan barang taruhan.Tetapi, matanya malah melihat ke arah tangan Nathan yang terkepal kuat. Dia melihat Nathan yang terlihat menahan marah saat teman-temannya itu mencaci dirinya."Apa sebenarnya dia tidak berpihak pada teman-temannya? Apa jangan-jangan dia betulan tulus mencintaiku, tetapi karena teman-temannya itu mengolok-oloknya, jadi dia mengatakan omong kosong," gumam Aruna.Daniel, Alex dan juga Dean berjalan melangkahkan kaki pergi."Kak Nathan?" panggil Aruna.Yang dipanggil beserta 3 temannya sontak langsung menoleh melihat Aruna yang tengah berjalan mendekati mereka."Lia?" jawab Nathan.Daniel, Alex dan juga Dean tersenyum smirk saat melihat keberadaan Aruna."Kita duluan, Than. Kita tunggu di kantin," ucap Daniel.Nathan tak menjawab dan hanya mengangguk saja. Setelah teman-temannya pergi, Nathan kembali menatap Aruna yang dia panggil sebagai Lia. "Ada apa, Lia?" tanya Nathan."Aku mendengar semua yang tadi kalian bicarakan," ucap Aruna."Ha–hah? A–apa?" Nathan begitu terkejut mendengar Aruna berucap."Katakan dengan jujur, kamu sebenarnya tidak begitu kan, Kak? Aku tadi melihat tangan kamu mengepal saat mereka mengatai aku, itu karena kamu marah saat mereka mengatai aku, kan? Aku yakin kamu gak sejahat itu sama aku," ucap Aruna.Nathan menelan salivanya, dia melihat ke arah lain dan ternyata teman-temannya masih berada di tempat yang sama tetapi mereka sedang memgintip. Nathan sontak semakin menelan salivanya.Drrttt.Ponsel di saku celananya bergetar, Nathan lantas langsung mengambil ponselnya itu dan melihat pesan masuk dari Daniel.[Putuskan sekarang juga!] Nathan memejamkan mata setelah membaca pesan masuk itu, dia lalu kembali menatap Aruna lagi."Kata siapa aku marah saat mereka mengatai kamu? Aku biasa saja," jawab Nathan ketus. Terpaksa dia mengatakan seperti itu karena teman-temannya sedang memperhatikan.'Maafkan aku Lia, aku memang mencintai kamu, tapi aku tidak mau menjadi bahan bullyan teman-temanku karena berpacaran denganmu, terpaksa aku mengatakan seperti itu padamu,' batin Nathan.Dada Aruna begitu sesak saat Nathan berbicara."Karena sudah terlanjur ketahuan, ya sudah aku katakan sekarang saja sama kamu." Nathan merapatkan kedua tangannya di bawah dada terlipat. "Sebenarnya aku memang sedang taruhan dengan teman-temanku. Kalau aku berhasil memacari kamu, mereka akan memberikan aku uang dan mereka mau menjadi pesuruhku selama satu bulan. Aku sudah berhasil menjadikanmu kekasih dan itu artinya aku berhasil menang atas taruhan itu. Sekarang, kita putus! Aku tidak mungkin mau berpacaran dengan perempuan gendut seperti kamu!"Mata Aruna mulai berkaca-kaca, dia memegang pergelangan tangan Nathan. "Kak, aku mohon jangan seperti ini. Aku sudah terlanjur nyaman dan cinta sama kamu. Aku akan memaafkan kamu, tapi kita jangan putus ya?"Walau sudah jelas disakiti, tetapi Aruna tetap ingin bersama dengan Nathan karena dia begitu mencintai Nathan."Aku akan melupakan semuanya dan ayo kita mulai lagi dari awal."Nathan melihat ke arah teman-temannya yang masih mengintip. Dia lalu menghempaskan tangan Aruna dengan sangat kasar hingga gadis itu langsung terjatuh. Aruna mulai terisak saat terjatuh, hatinya begitu terasa sangat perih dan nyeri.Nathan sedikit kaget saat Aruna terjatuh, dia ingin menolong tapi teman-temannya masih mengawasinya."Kamu itu bukan seleraku! Dasar perempuan jelek! Sadar diri dong, kamu itu gendut! Masa aku yang tampan ini berpacaran dengan kamu yang jelek! Aku tidak sudi!" ucap Nathan, dia lalu berbalik dan pergi begitu saja meninggalkan Aruna. Sedangkan Aruna, dia masih berada di posisinya dan terus terisak.Hari mulai berlalu.Pagi itu Aruna datang ke sekolahnya seperti biasa. Saat dia berjalan ke arah ruang kelasnya, beberapa siswa melihat ke arahnya, mereka berbisik, kemudian mereka tertawa."Harusnya dia sadar diri!""Iya, masa iya dia yang kek ikan buntal itu bersanding sama Kak Nathan, ya gak level lah!"Aruna tidak memperdulikan, dia terus berjalan ke arah ruang kelasnya. Hingga saat berada di koridor sekolah yang tak jauh dari ruang kelasnya. 4 orang pria menghentikan langkah di depannya."Terima kasih untuk hiburannya, Lia. Kamu berhasil membuat perut kami keram," ucap Daniel sembari tertawa pelan.Aruna mengernyitkan dahi bingung."Kamu pasti bingung kan kenapa anak-anak lain melihatmu dengan tatapan aneh?" tanya Dean, "Sebentar." Dean mengambil ponselnya dan memperlihatkan layar ponselnya itu pada Aruna.Aruna yang melihat sebuah video antara dirinya dan juga Nathan yang sedang berbicara di halaman belakang kemarin sore itu terputar di sana.Sebuah video di mana dia meminta Nathan untuk tetap bersama dengannya walau dia sudah tau jika dirinya hanya dijadikan barang taruhan saja. Mata Aruna mulai berkaca-kaca saat melihat video itu terputar."Maaf ya, aku sebar di grup anak-anak, jadi mereka semua udah pada tau," ucap Dean kembali tertawa."Jadi perempuan kok murahan," ucap Alex, "Udah tau dijadiin taruhan, malah minta mulai dari awal lagi. Pfffttt …."Daniel, Dean dan Alex menertawakannya begitu puas.Mata Aruna sudah tidak tahan ingin menangis."Harusnya lo tuh sadar diri! Badan kek truk gandeng so-soan mau sama Nathan yang ganteng. Kaca itu penting, Lia!" ucap Seorang wanita yang tiba-tiba saja datang bernama Bella.Bulir bening kristal tiba-tiba saja keluar dan membasahi pipi Aruna. Padahal Bella sama-sama perempuan seperti dengannya, tetapi kenapa malah ikut menjatuhkan harga dirinya?"Huuuu … tidak punya malu!" ucap siswa lain, "Walau lo jual murah, kita juga ogah kali sama lo, Li. Hahahaaa …."Mereka tertawa bersama."Kalian bener-bener jahat!" ucap Aruna. Dia menatap Nathan dengan tatapan benci. "Kamu! Menjijikkan!" Aruna langsung berbalik dan pergi.Flashback End."Demi apa pun itu jahat banget sih, Than!" komentar Devian setelah mendengar cerita Nathan saat di masa lalu antara dirinya dan juga Aruna. "Pantes aja dia marah dan dendam banget sama kamu, aku juga kalau ada di posisi dia jelas akan marah dan dendam! Itu udah termasuk bullying! Belum lagi body shaming! Aku tidak menyangka kamu akan sejahat itu, Than." "Aku tidak pernah bermaksud menyakiti dia, Dev! Walau dulu dia gendut, jujur saja waktu itu aku beneran jatuh cinta sama dia! Gak peduli dengan bobot tubuh dia yang berisi, aku suka sama dia! Tapi aku tidak punya pilihan lain. Aku tidak mau menjadi bahan bullyan teman-temanku jadi aku melakukan itu!" sahut Nathan membela diri."Tapi tetap saja itu keterlaluan," jawab Devian. "Aku tahu itu keterlaluan! Aku juga sangat menyesal! Waktu itu aku juga ingin meminta maaf, tetapi dia tak datang ke sekolah," jawab Nathan membela diri."Dia tidak datang ke sekolah?" tanya Devian.Nathan memberikan anggukan kepala pelan mengiyakan. "Aku bertanya
“Uang segini mana cukup untuk beli skincare! Tambah!” pekik Desi pada Aruna dengan nada yang sarkas. “Tidak ada lagi, hanya ada itu!” jawab Aruna.“Alaaahh! Bohong! Duit jual diri kan lumayan! Ya masa beliin Ibu skincare saja kamu gak sanggup! Kamu kemurahan kasih harga atau gimana sih? Gak becus cari duit!” sahut Desi.Kedua telapak tangan Aruna terkepal kuat, ingin rasanya ia mendaratkan sebuah tamparan di pipi sang ibu tetapi sayangnya otak dan pikirannya masih waras. Walau ia tak begitu menyukai sikap sang ibu dan selalu di buat kesal, tapi ia tak berani jika harus bersikap kasar pada ibunya sendiri.“Jaga ucapanmu ya, Bu! Aku tidak pernah menjual diri!” ucap Aruna dengan gigi yang menggertak kesal. Amarahnya ia tahan sekuat mungkin.“Udah deh Aruna gak usah bohong! Ibu tuh tau kamu pasti jual diri kan di sana? Cih! So-soan gak ngaku,” ucap Desi dengan sudut bibir yang terangkat sebelah, ia merapatkan kedua tangannya di bawah dada dan menatap Aruna dengan tatapan yang terlihat hi
Aruna beranjak dari posisinya setelah mendorong tubuh Nathan. Begitu pun dengan Nathan, ia juga beranjak dari posisinya dan berdiri lagi di hadapan Aruna. “Keluar dari pekerjaan itu dan ikut denganku. Kamu bisa bekerja di perusahaanku sebagai apa pun yang kamu mau,” ucap Nathan.“Pffttttt ... berhenti dari pekerjaanku dan ikut bekerja di perusahaanmu? Maksudnya bekerja sebagai budakmu agar kamu bisa kembali menyiksaku lebih parah dari dulu, begitu?” tanya Aruna tertawa pelan. Ia menyeka air mata yang sedikit keluar dari sudut matanya, kemudian merapatkan kedua tangannya di bawah dada terlipat.“Rencana apa yang sedang kamu rencanakan sekarang, hm? Kamu pasti sudah membuat rencana baru setelah tahu aku ini siapa kan? Masih tidak terima karena aku sudah mempermalukan kamu di club malam waktu itu? Ingin balas dendam?” Nathan menggelengkan kepalanya. “Sumpah demi apa pun aku sama sekali tidak mempunyai niat buruk sama kamu. Aku serius ingin meminta maaf, aku benar-benar sangat menyesal
“Kenapa? Kamu tidak mau? Katanya aku bebas memilih posisi apa pun, ya itu aku ingin jadi sekertaris,” jawab Aruna, “Kalau tidak mau ya sudah ... aku tidak akan memaksa, gak rugi juga kok.” ucap Aruna, ia lantas langsung berjalan melewati Nathan.Nathan memejamkan mata, ia lalu berjalan mengejar Aruna dan kembali berdiri di hadapan Aruna lagi. “Jangan jadi sekertaris, itu cukup berat. Kalau menjadi asisten pribadiku saja bagaimana? Kamu hanya tinggal mengikuti perintahku saja dan ikuti kemana pun aku pergi.” Kedua tangan Aruna kembali terlipat di bawah dada dan matanya memicing tajam. “Benar kan dugaanku, kamu hanya ingin menjadikan aku ini budak kamu!" ucap Aruna, "Kamu mau nanti aku mengikuti semua perintah kamu, kan? Cih! Aku tidak mau!” pekik Aruna.“Ti–tidak ... bukan seperti itu maksudku,” jawab Nathan cepat.Ia memberanikan diri memegang kedua bahu Aruna dan punggungnya sedikit membungkuk agar kepalanya setara dengan kepala Aruna karena Aruna lebih pendek darinya.Sorot mata me
"Aruna?" panggil Gerald saat Aruna sudah keluar dari club malam miliknya.Aruna sontak langsung menghentikan langkah dan menoleh menatap sang mantan atasan yang memanggilnya.Ya. Aruna datang ke club malam untuk mengundurkan diri dan berhenti dari pekerjaannya sesuai permintaan Nathan kemarin malam dan setelah ini ia akan bekerja di perusahaan Nathan.Dan dari kejauhan, Nathan yang berada di dalam mobilnya itu mengawasi Aruna, ia yang sejak tadi duduk bersandar menunggu Aruna itu mulai terduduk tegak saat melihat Aruna keluar dari club malam dan menghentikan langkah saat seorang pria si pemilik club yang sepertinya memanggil Aruna. Nathan masih berada di mobilnya untuk kembali mengawasi."Iya, Mas?" jawab Aruna. "Tidak bisakah kamu pikirkan ulang keputusan kamu keluar dari sini?" tanya Gerald."Saya sudah mantap dengan keputusan saya, Mas. Saya ingin keluar dari pekerjaan ini karena saya sudah dapat pekerjaan baru yang menurut saya lebih baik. Saya capek di hina sama ibu saya sendiri
Aruna membuang napas dengan sangat kasar saat Nathan mengatakan mencintainya dan meminta kembali. "Drama macam apa yang sekarang kamu mainkan, hm? Kamu sedang membuat rencana baru?" tanya Aruna."Aku tidak sedang mengatakan omong kosong, aku serius, Lia." Aruna memasang wajah masam. "Sudah aku bilang jangan memanggilku dengan panggilan seperti itu! Namaku Aruna, bukan Lia." "Iya, iya ... Aruna maksudku," jawab Nathan, ia lalu memegang telapak tangan Aruna dan menggenggamnya, "Aku benar-benar serius padamu, aku ingin kita kembali seperti dulu." "Tapi sayangnya aku tidak mau," jawab Aruna melepas tangan Nathan yang menggenggamnya, "Setelah aku berubah kurus begini saja kamu mengatakan cinta, dulu rasa tulusku kamu hempaskan begitu saja hanya karena aku jelek dan gendut. Jujur saja, sakitnya masih berasa sampai sekarang!" "Waktu itu aku bukan tidak mencintai kamu, aku mencintaimu tulus tanpa melihat bagaimana dirimu. Memang benar aku memacari kamu karena taruhan dengan teman-temanku,
"Aku rasa perempuan itu tak menyukaiku," ucap Aruna."Siapa? Della?" tanya Nathan berjalan ke arah meja kerjanya.Aruna mengikuti langkah kaki Nathan dan terduduk di kursi yang berada berhadapan dengan Nathan. "Perempuan yang tadi menyapamu di luar, itu Della namanya?" tanya Aruna.Nathan memberikan anggukan kepala mengiyakan ucapan Aruna. "Iya, dia sekretarisku," jawab Nathan.Mata Aruna sontak langsung menyipit, menatap Nathan penuh telisik."Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Nathan."Pantas saja aku meminta posisi sebagai sekretaris tidak kamu indahkan, ternyata sekertarismu itu cantik, seksi dan badannya juga seperti gitar spanyol. Kamu pasti berat kan melepaskan dia? Kalau posisi dia aku gantikan, kamu tidak bisa memanjakan matamu dengan melihat badannya yang montok itu," ucap Aruna dengan kedua tangan yang terlipat di bawah dada.Entah mengapa memikirkan apa yang ia pikirkan malah membuatnya kesal. Sedangkan Nathan, pria itu malah tertawa pelan saat Aruna berucap."Kenapa? Ka
"Apa ini?" tanya Aruna saat Nathan kembali datang dan memberikan buku dan juga handphone padanya."Pekerjaanmu, tadi kamu minta kerjaan, kan? Ya itu kerjaannya," jawab Nathan yang kini sudah kembali terduduk di kursi kerjanya lagi."Hah?" Aruna menatap Nathan dengan tatapan bingung."Buku itu isinya jadwalku dan handphone itu fasilitas kantor. Nomor yang ada di handphone itu isinya orang penting semua. Mulai hari ini kamu asisten pribadiku, kan? Jadi mulai hari ini juga kamu yang atur semua jadwalku. Atur jadwal meeting, atur kapan orang bisa bertemu denganku, atur janji temu, pokoknya semua apa yang akan aku lakukan kamu yang atur. Masalah meja kerja, aku sudah mengatakannya pada Della, dia akan segera mengurusnya, mungkin besok atau lusa baru datang." ucap Nathan seraya tersenyum dan menaik-turunkan alisnya.Aruna tak menjawab ucapan Nathan setelah pria itu banyak berkata, ia lalu membuka buku catatan yang kini berada di hadapannya dan melihat apa saja isinya."Hari ini tidak ada ja