Share

Di gerebek Warga

"Marni.........keluar kamu....Marni" Pagi hari selah seorang warga berteriak kencang di depan rumah. Ada gerangan apa sehingga membuat mereka berbondong-bondong datang ke rumah kami dengan cara tidak sopan.

"Sayang, kenapa di luar ribut sekali?" Mas Darwin yang baru saja selesai mandi langsung menghampiriku.

"Entahlah, mas. Ayo kita lihat....." Seketika kami keluar kamar. Mengintip dari celah jendela ruang tamu "Mas, kenapa di luar ada banyak orang (Kami saling melempar pandang) kira-kira ada apa, ya?" Dari balik tirai jendela kami melihat sekumpulan warga berdiri sambil mengacungkan tongkat yang terbuat dari kayu. Mereka nampak begitu anarkis dengan terus berteriak memanggil nama Ibu Marni. Kebanyakan kaum ibu terus meneriaki nama ibu Marni. Entah kesalahan seperti apa yang telah beliau perbuat sampai para warga berkumpul depan rumah dengan menampilkan wajah kesal.

Mas Darwin ikut mengintip "Lebih baik kita jangan keluar dulu tunggu sampai mereka pulang"

"Marni....keluar kamu jangan pura pura tuli. Sekarang kami telah mengepung rumahmu jadi cepat keluar atau kami akan hancurkan rumah ini....." beberapa orang mulai melempar batu ke atap rumah.

Aku pun memutuskan membuka pintu meski mas Darwin melarangku.

Baru saja membuka pintu seketika para warga menggeruduk masuk ke dalam rumah. Aku masih belum paham ada peristiwa apa sampai mereka begitu anarkis. "Astaga, ada apa ini...." Ucapku dengan masih berusaha mencerna segala yang terjadi.

Brakkkk....

Seseorang mendobrak pintu kamar ibu Marni.

"Dasar pelakor....." Salah seorang langsung menyeret ibu Marni keluar dari kamar dengan menjambak rambutnya. Beliau begitu marah sampai kedua mata membulat sempurna.

"Awww.....sakit" Ucap Ibu Marni sembari berusaha melepaskan diri dari cengkraman wanita tersebut.

"Pak Rt ini ada apa, tolong jelaskan pada saya sebenarnya ada apa ini? kenapa kalian datang langsung berlaku tidak baik terhadap ibu saya" Ku coba mencari jawaban dari salah satu petinggi desa yang juga ikut andil.

Ibu Sari mendorong Ibu Marni hingga terpelanting ke lantai "Dia tidak pantas di sebut ibu dengan perilaku buruknya...." Menunjuk dengan tatapan penuh emosi "Sekarang juga katakan di mana kamu sembunyikan suamiku?"

"Suami? Maksudnya bagaimana ini coba jelaskan" Pintaku pada ibu Sari.

Mas Darwin langsung mendekatiku dan kami pun mendapat penjelasan dari pak Rt bahwa ibu Marni ketahuan selingkuh dengan suami ibu Sari. Semua bermula ketika Ibu Sari membaca isi pesan singkat yang di kirim Marni pada suaminya. Kebetulan ponsel suaminya tertinggal di tempat teman dekat Dono dan ketika Ibu Sari mencari keberadaan pak Dono semua teman pak Dono terdiam membisu, sebab mereka semua tau hubungan gelap antara Dono dan Marni. Saat hendak pulang ia melihat ponsel suaminya di atas meja, lalu dia langsung mengambilnya. Sari mulai mengecek ponsel suaminya dan ketika melihat sebuah pesan mesra dari Marni ia pun murka sehingga langsung mengumpulkan warga sekitar untuk menggerebek Marni dan suaminya.

"Heh.....katakan jangan diam saja kamu dasar pelakor" Kecam beberapa warga lainnya.

"Jaga mulut kalian jangan asal menuduh orang sembarangan begitu. Apa buktinya kalau kami selingkuh?" Lantang Marni mulai tersulut emosi.

Sari mendekati Marni dan menatap tajam "Baiklah lihat bukti ini" Menunjukkan beberapa rekaman amatir yang ada di ponsel Dona, juga pesan singkat antara mereka.

"Saya tidak menyangka ibu Marni bisa tega melakukan hal sekotor itu. Eh bu, dari pada demenan sama suami orang lebih baik jadi kupu-kupu malam saja. Hobi kok ngerebut milik orang, malu tuh sama umur, sudah tua bukannya memperbaiki diri malah bikin ulah" Sambung salah seorang warga.

"Tutup mulutmu...." Harga diri mulai terluka. Dengan menunjuk ke arah orang tersebut "Tau apa kamu tentang hidupku? Memang kamu sudah baik berani menilaiku begitu"

Plak.....

Seketika saja ibu Sari menamparnya dengan sangat keras, sehingga meninggalkan bekas merah di pipi "Pelakor jaman sekarang masih mentingin harga diri toh, orang seperti kamu itu tidak pantas di hargai meski satu rupiah pun" Ibu Sari dengan emosi yang membeludak.

"Pak Dono ada di kolong ranjang...." Teriak salah satu warga. Seketika Pak Dono di seret keluar lalu mereka di sidang depan muka umum.

Bersama aparat desa mereka di cecar beberapa pertanyaan. Pak Dono pun mengakui bahwa memang dia lebih mencintai Marni dari pada ibu Sari, istrinya. Dengan terang terangan mereka mengatakan bahwa cintanya memang untuk Marni seorang.

Plak...

"Bapak sangat keterlaluan. Apa bapak tidak melihat bagaimana aku mengabdikan diri hampir tiga puluh tahun, semua hanya demi bapak. Tapi kenapa bapak justru menghianati aku dan anak anak. Sadar pak, istigfar, bapak sudah tua punya cucu banyak, memang bapak tidak malu...." Teriak ibu Sari sembari berderai air mata.

"Makanya jadi orang jangan kumel biar suaminya tidak berlain hati. Jelas mas Dono pilih aku, di banding sama kamu aku jauh lebih cantik" Ucap Marni tanpa merasa bersalah sama sekali.

"Oh jadi kamu bangga sebagai pelakor, iya? Dasar perempuan murahan..." Kecam ibu Sari.

"Cukup! Jangan sentuh Marni sedikit pun atau kamu akan berurusan denganku..." Ucap Dono sembari menatap tajam mata sang istri.

Air mata ibu Sari terus menetes tanpa henti. Semua pasti tau bagaimana luka itu menancap di hatinya. "Astagfirullah....jadi bapak lebih membela pelakor ini dari pada aku, istrimu sendiri?" Sembari menunjuk ke arah Marni.

Plak....

"Dia bukan pelakor. Asal kamu tau sebelum kita menikah aku dan Marni lebih dulu menjalin hubungan. Kamu yang telah merusak hubunganku dengannya." Dengan kedua mata melotot.

"Hentikan....." Saking terpancing emosi aku pun berteriak sekuat tenaga. Seluruh badan ini terasa gemetaran. Ternyata ibu tiriku perusak rumah tangga orang lain. Sebagai seorang anak jelas aku sangat malu sekali. "Saya tidak menyangka kalau ibu bisa berbuat seperti itu. Kenapa harus dengan suami orang, buk? Apa ibu tidak malu menjadi sampah masyarat seperti sekarang ini"

Ibu Marni tanpa rasa bersalah justru tertawa di depan semua orang "Kamu mau apa jika mamang saling suka sama suka. Tanyakan pada Dono apakah dia memilih istrinya atau diriku..."

Mas Darwin memelukku karena dia pasti tau hatiku rapuh sekarang. "Sudah tenangkan dirimu...."

"Jelas aku lebih milih Marni" Ucap pak Dono sembari duduk di samping ibu Marni.

Semua orang mulai geram dan ingin sekali memukuli pak Dono. Namun, para petinggi setempat meminta para warga agar tidak berti dak anarkis. Pada akhirnya kesepakatan di ambil. Warga akan menikahkan mereka sekarang juga dengan syarat setelah itu mereka di usir dari tempat tinggal masing masing.

"Aku tidak keberatan selama bisa memiliki Marni apa pun akan kutempuh" Ucap Pak Dono.

Mereka seolah tak punya hati nurani. Semua orang hampir lepas kendali mengingat betapa songong mereka berdua. Yang salah bukan mengaku salah tapi bersikap biasa seolah tidak punyai masalah.

"Kenapa bapak lebih memilih wanita murahan ini di banding aku, istrimu. Sadar pak yang kamu lihat sempurna sekarang justru adalah yang terburuk bagi masa depanmu...." Meraih lengan pak Dono, namun dengan tegas Pak Dono menepis tangan beliau "Jangan mengajariku tentang kesempurnaan. Mulai sekarang aku talak kamu dengan talak tiga...."

Gelegar talak membuat ibu Surti menangis histeris. Perlahan kaki melemas sehingga terduduk di atas lantai "Tega kamu pak melakukan itu padaku..."

Aku tidak tega melihat ibu Sari "Bu Sari saya selaku anak dari Ibu Marni meminta maaf atas segala perbuatan beliau. Saya juga tau yang ibu saya lakukan tidak benar, sekali lagi saya minta maaf" Ku tundukkan kepala di depan semua orang sebab rasa malu ini begitu besar.

"Heh....bilang sama dia (Menunjuk ibu Marni) suatu hari nanti pasti karma akan membalas luka hatiku ini. Ingat, tidak semua kejahatan akan menang di atas kebenaran. Aku bersumpah seumur hidup dia tidak akan pernah hidup tenang dan bahagia" Ucap Ibu Sari.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status