Share

Bab 14

“Yura?!” Rommy terdiam sesaat. Perasaan yang awalnya antusias mendadak lenyap dan wajahnya menggelap. Lima tahun yang lalu dia diusir dari kediaman keluarga Randala dan semua itu karena Yura!

Perempuan itu sombong dan licik serta suka menghasut. Dia menghalalkan segala cara hingga sekarang menjadi wakil direktur di Randala Group. Yura kerap memotong gajinya dan Sherly, bahkan bonus sering tidak diberikan pada mereka.

“Bu Yura,” sapa Rommy yang tidak berani tidak mengangkat telepon. Dia juta tidak langsung menyebutkan nama perempuan itu. Dia memaksakan seulas senyum dan kembali berkata, “A-“

Brak!

Dari seberang telepon terdengar Yura yang tengah membanting dokumen dan dengan wajah penuh emosi berkata, “Rommy, kamu dan Sherly dipecat!”

“Dulu kalian hanya dikeluarkan dari keluarga Randala, tetapi setidaknya kalian masih diberikan sebuah pekerjaan agar kalian tidak mati kelaparan. Tapi kalian justru dikasih hati minta jantung! Kalian tahu menantu kalian, Raka, melakukan apa di ulang tahunnya Kakek?! Dia kirim peti mati!”

Suasana di ruang tengah seketika menjadi sunyi. Rommy bagaikan tersambar petir dan pikirannya mendadak kosong. Bukankah dia sudah menyiapkan sebuah patung emas? Kenapa bisa berubah menjadi peti mati?

“Pa-patung emasnya ada di sini,” ujar Sherly dengan gemetar. Dia mengulurkan tangannya menunjuk sudut ruang tamu yang tersembunyi dengan tubuh yang sudah keringat dingin.

Gawat! Semua uang yang mereka simpan dengan susah payah dan tujuannya untuk membeli patung itu agar membuat Irwan senang gagal total karena ulah Raka. Irwan pasti marah besar dengan apa yang dilakukan oleh lelaki itu.

“Bu Yura, ini sebuah kesalahpahaman, pasti hanya salah paham saja,” ujar Rommy dengan wajah pucat pasi dan tangan gemetar.

“Saya dan Sherly nggak tahu apa yang dilakukan Raka! Tolong jangan pecat kami. Saya- Oh! Selama setengah tahun lebih saya dan Sherly bersusah payah dan akhirnya mendapatkan proyek Deston Group! Kami-”

Ucapan Rommy terhenti karena suara tawa dari seberang telepon.

“Memangnya aku nggak tahu dengan semua yang kalian lakukan?” ujar Yura dengan nada angkuh.

“Proyek Deston Group karena hasil usaha kalian? Seharusnya hasil usaha aku! Raka kasih peti mati ke Kakek dan buat aku serta Kak Randy harus minta maaf di ulang tahunnya bocah itu? Cih!”

“Aku malas basa-basi dengan kalian. Mulai hari ini kalian berdua sudah bukan karyawan Randala Group!”

Sambungan telepon diputus secara sepihak.

“Habis sudah,” gumam Rommy dengan tubuh yang sedikit terhuyung dan terduduk lemas di kursi. Wajahnya tampak pucat pasi dan kedua bola matanya mengalirkan air mata.

Semua kerja kerasnya untuk kembali ke kediaman keluarga Randala sudah pupus karena ulah Raka.

“Kak, sekarang harus bagaimana?” tanya Sherly dengan air mata yang mengalir deras. Dia memeluk Rommy sambil terisak hebat.

Setidaknya ketika dia diusir dari kediaman keluarga Randala, mereka masih memiliki sebuah pekerjaan. Sekarang bahkan pekerjaan saja sudah tidak ada. Bagaimana kehidupan mereka berdua kelak?

Keduanya menangis tersedu-sedu dalam waktu yang cukup lama hingga terdengar suara pintu yang dibuka dari luar. Sebuah suara familiar serta sedikit asing terdengar. Suara itu terdengar gemetar bahagia dan haru sambil memanggil, “Pa, Ma.”

Suara itu ….

“Lucy?” Tangisan Rommy dan Sherly seketika terhenti dan wajahnya berubah kaku. Putrinya yang sudah bisu selama lima tahun akhirnya berbicara?! Dia sudah sembuh!

“Papa, Mama!” seru Lucy sambil mendorong pintu dan berlari masuk dalam pelukan Sherly. Perempuan itu tampak menangis dan tertawa tanpa bisa menghentikan laju air matanya.

“Aku sudah sembuh! Suaraku sudah kembali! Raka yang menyembuhkanku dengan sebuah bunga! Huhuhu, sudah lima tahun ….”

Raka yang ada di belakangnya melangkah masuk sambil menggendong Elena. Dia tersenyum pada Rommy dan Sherly sambil berkata, “Pa, Ma, ini memang seharusnya aku lakukan untuk Lucy.”

Kedua orang tua itu terdiam. Mereka marah dan juga senang serta tidak bisa mengatakan perasaan tak berdaya yang mereka rasakan. Ekspresi wajah mereka tampak sulit dijelaskan. Tangan mereka terkepal lalu terbuka lagi dan setelah itu sebuah bogeman menghantam meja ruang tamu.

“Pa?” Lucy menyadari ada yang salah ketika menatap Sherly keluar dari pelukannya.

Elena yang ada dalam gendongan Raka juga terkejut hingga menangis histeris sambil berkata, “Kakek, Kakek Kenapa? Huhuhuhu, Kakek jangan buat Elena takut ….”

“Kak ….” Lucy mengatupkan bibirnya rapat dan air matanya mengalir kembali tanpa sadar. Dia menoleh ke arah Raka dan Lucy sambil menangis.

“Raka, hari ini apa yang sudah kamu lakukan? Tadi Yura telepon.” Dia menceritakan kembali percakapan dengan Yura tadi hingga akhirnya air matanya meledak lagi sambil menunjuk Raka dan berkata,

“Raka, apa belum cukup kamu membuat Lucy menderita? Kamu masih mau membuat kami berdua menderita?! Kenapa kami mau susah payah mempertahankan pekerjaan itu dan rela diinjak-injak? Demi pensiun kami! Biar nggak merepotkan Lucy dan keluarga ini!”

“Apa yang tersisa sekarang? Proyek Deston diambil oleh Yura dan kami nggak ada harapan untuk kembali ke keluarga Randala lagi. Sekarang semuanya sudah nggak ada lagi.”

Tubuh Lucy menegang kaku dan ekspresi bahagia di wajahnya lenyap tak tersisa. Dia menolehkan kepalanya secara perlahan ke arah Raka dan menggerakkan bibirnya seakan hendak berkata sesuatu. Setelah itu dia menunduk dan air matanya menetes tanpa bisa berkata apa pun.

Suaminya membuat keributan di acara ulang tahun Kakek untuk membalaskan dendamnya. Bahkan lelaki itu juga menyembuhkan suaranya. Apakah Raka salah? Jika iya, Lucy bersedia menanggung kesalahan itu bersama dengan Raka.

“Sekarang semua sudah terlambat,” ujar Rommy dengan lemas sambil tertawa sinis.

“Selama lima tahun ini Papa dan Mama nggak pernah mau mengundurkan diri. Tetapi Yura mengancam kami dengan Lucy dan Elena hingga membuat kami takut. Sekarang … Hahaha! Proyek Deston Group … sudah lah, nggak perlu dibicarakan lagi.”

Dia menggelengkan kepalanya dan bangkit dari sofa. Tangan yang tadi memukul meja tampak meneteskan darah segar, tetapi dia tidak terlihat kesakitan. Rommy melangkah secara perlahan kembali ke kamarnya.

“Kak,” panggil Sherly dengan suara terisak. Dia langsung mengejar suaminya itu dan masuk ke dalam balik pintu kamar yang tertutup rapat.

“Lagi-lagi Yura!” gumam Raka sambil menggendong Elena. Dia menatap Lucy yang berlinangan air mata dan juga pintu kamar Rommy dan Sherly yang tertutup rapat dengan sorot tajam.

Dia bergumam dalam hati, “Yura, aku sudah kasih kamu kesempatan tujuh hari untuk introspeksi diri, ternyata kamu malah balas dendam ke mertuaku?! Bagus!”

Raka meletakkan Elena dan berjalan seorang diri keluar dari ruang tamu sambil mengeluarkan ponsel dan mengirimkan pesan singkat.

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status