“Hah!? Maksudnya apa!?” seru Sonya yang kaget mendengar kalimat bernada tuduhan pada dirinya, siapa yang berani menuduhnya melonte? Siapa yang melonte? Otaknya masih waras dan harga dirinya yang tinggi tidak akan mungkin mengizinkan dirinya melakukan pekerjaan seperti itu.
Seketika itu juga Sonya merasakan tubuhnya dibalik dan membuat dirinya menatap orang yang melontarkan kata-kata kasar tadi, siapa lagi kalau bukan suami sintingnya, Emir.“Kamu ngomong ngaco, yah!?” seru Sonya sembari mendorong dada Emir sekeras mungkin dengan tangannya yang sedang memegang gelas.“Ngaco? Aku ngaco kata kamu?” tanya Emir sembari merebut gelas Sonya dan melemparkannya sembarang hingga membuat suara gaduh dan pecahan kaca berserakkan ke mana-mana.“Emir!? Sinting kamu, maksud kamu apa lempar-lempar gelas, hah!? Mau bikin gaduh? Mau bikin ibu bangun?” tanya Sonya kaget, Sonya dengan cepat berjalan menjauh dari pecahan gelas yang sudah luluh lantah di lantai. BahkanBrak!?Tubuh Sonya bergetar saat merasakan pukulan yang Emir lakukan, suaminya itu memukul kasur sekeras mungkin membuat tubuh Sonya ngilu, sengilu perkataan Emir yang benar-benar membuat harga diri Sonya tergerus, serendah itukah dirinya di mata suaminya? Sampai ia harus menjajahkan dirinya? Apakah dia tidak boleh merasa dicintai hanya karena dirinya mandul? Apakah wanita mandul dilarang menerima cinta siapa pun juga dan pasrah dengan keadaan!? Lucu!? Ludruk suaminya ini!?“Ngelonte kamu bilang? Kamu nggak ngotak, aku nggak pernah ngelonte, harga diri aku masih tinggi dan masih ada laki-laki baik yang mau nerima aku, laki-laki yang selalu peluk aku saat aku berada di titik paling rendah, sedangkan lelaki yang seharusnya melakukan itu semua malah pergi entah ke mana!? Aku masih pantas untuk dicintai, Emir!?” sentak Sonya sembari terus menarik selimut dan menutupi dadanya yang terbuka.“Kamu harusnya bersyukur, aku masih mau jadi suami kamu, Sonya!? Kamu ha
"Aku ...." Emir menelan ludahnya sambil mengumpulkan keberanian yang ia miliki untuk mengungkapkan apa yang sebenrnya terjadi. Dia yakin bila dia beritahukan kebenarannya amarah Sonya akan meledak."Emir ... jawab, jawab pertanyaan aku," isak Sonya sembari menatap Emir, mencoba menyelami perasaan suaminya. Ia selalu penasaran dengan jalan pikiran suaminya itu, selalu tertutup bila Sonya menanyakan masalah Janu dan terkadang Sonya melihat kilatan penyesalan disorot mata Emir, setiap mereka membicarakan Janu."Sonya ...," bisik Emir sembari mengusap pipi Sonya pelan, pedih rasanya melihat sorot mata Sonya yang seperti saat ini. Sorot mata yang membuat Emir selalu merasa bersalah dan rendah diri, sebuah sorot mata yang membuat Emir diselimuti penyesalan. "Kasih tahu aku ....""Kalau aku kasih tahu kamu, aku yakin kamu nggak bakal maafin aku, Sonya." Emir merebahkan dadanya ke dada Sonya yang hangat. Astaga ... dia rindu kehangatan tubuh istrinya yang selalu ia dapatkan
“Maksud kamu apa?” tanya Emir kaget saat Sonya berteriak.Sonya berjongkok dan menutup kedua koper itu serapat mungkin. Dia sudah muak, dia benar-benar sudah tidak sanggup lagi berurusan dengan Emir, terserah Emir mau melakukan apa pun juga. Dia muak.“Sonya, kamu ngomong apa tadi? Maksud kamu apa?” tanya Emir sembari menahan tangan Sonya untuk mengangkat koper ukuran besar tersebut keluar dari ruangan baju. Sonya mengalihkan pandangannya dari koper ke arah Emir, “Maksud aku, kamu enyah dari sini!? Muak aku liat muka kamu, enyah!? Urus lonte kamu itu, urus si Miska sialan yang sedang hamil anak kamu!? Urus dia dan nggak usah urus aku, aku udah muak sama kelakuan kamu!?” Bagai petir disiang bolong Emir kaget dengan informasi yang Sonya berikan, “Maksudnya apa? Maksud kamu Miska hamil?” tanya Emir kaget.“Kuping kamu perlu diperiksa di THT atau gimana? Nggak paham bahasa Indonesia atau perlu aku pakai bahasa isyarat biar kamu paham aku ng
"Ibu ...." Sonya kaget dengan perkataan mertuanya yang biasanya tidak pernah marah atau pun berkata kasar pada dirinya, saat ini tiba-tiba menghinanya mandul dan tidak tahu diuntung, seketika itu juga Sonya merasakan sakit hati. "Ibu ... kenapa Ibu ngomong gitu?""Kamu tadi bilang kalau kamu selingkuh dan laki-laki itu lebih baik berkali-kali lipat daripada Emir," rutuk Parwati sembari menyentuh dadanya dan bernapas sedikit demi sedikit karena mulai merasakan rasa sakit bercampur sesak di dadanya."Bu ... nggak gitu, ini semua Emir duluan. Dia duluan yang seli—""Kamu nggak punya bukti aku selingkuh, Sonya!?" potong Emir cepat, dia tidak mau kalau Sonya membeberkan kelakuan bejatnya selama ini. Dia tidak mau kalau Parwati sadar kalau apa yang Sonya lakukan saat ini adalah akibat dirinya suka berselingkuh dengan wanita-wanita klub malam dan berakhir dengan Miska. Tidak, Ibunya tidak boleh tahu hal itu, ia harus selalu bersih di mata ibunya.Sonya men
Sonya terdiam dan menatap nanar mobil ambulans yang pergi meninggalkan dirinya, ada perasaan sakit, lega, sedih dan marah saat melihat mobil itu pergi bersama Emir dan Parwati seolah menorehkan luka yang teramat dalam di hati Sonya. Dirinya bukan sakit hati karena gugatan cerai Emir, sumpah demi apa pun dia tidak peduli dengan gugatan cerai itu, bahkan sejujurnya saat ini hatinya sedang bersorak-sorai karena Emir akan menggugat cerai dirinya, sehingga ia tidak perlu repot-repot mengurus semuanya dan hanya terima beres, dia malas mengurusi birokrasi yang ada. Sonya menghela napas pelan, berusaha untuk meredam emosi dan sakit hatinya yang teramat sangat dengan kata-kata mertuanya yang mengatakan secara tidak langsung kalau dirinya hina, mandul dan yang paling membuat Sonya perih adalah kata-kata kalau Sonya adalah istri tidak tahu diuntung benar-benar membuat Sonya sakit hati, rasanya ia ingin berteriak dengan keras di telinga Parwati kalau anaknya, lah, suami tidak ta
Sonya merasakan bibir Awan yang basah dan manis menekan bibirnya, lidah Awan menyelusup dan menggelitik setiap inci mulutnya. "Kamu yakin?" tanya Awan sembari mengurai ciumannya, entah kenapa dia takut kalau seandainya apa yang Sonya ungkapkan tadi hanya pikiran sesaat dan membatalkan semuanya, hanya memberikan harapan palsu pada Awan. Awan nggak mau, dia nggak akan sanggup bila Sonya melakukan hal itu, terlalu sakit. Sonya memejamkan matanya dan mengganguk pelan, "Iya ... aku mau, aku udah nggak tahu lagi buat apa aku pertahanin pernikahan aku, Wan ... bahkan tadi ...."Sonya terdiam saat menyadari kalau Emir sudah menjatuhkan talaknya tadi, ada rasa sedih tiba-tiba menyelimuti dirinya. Bukan ... bukan karena Sonya mencinta Emir, sumpah demi apa pun Sonya sudah tidak ada rasa lagi dengan suaminya itu, tapi, Sonya merasa sakit hati karena apa yang sudah ia korbankan untuk mempertahankan pernikahannya dengan Emir tidak dianggap oleh mertuanya dan Emir den
"Ah ... Awan." Sonya menjerit saat menyadari kalau Awan sudah memenuhi mulutnya dengan putingnya, lidah Awan sudah menari dengan liar di sana menggoda bagian tubuh Sonya yang paling sensitive. Dimajukan dada Sonya, berharap Awan membenamkan lebih banyak lagi payudaranya, Sonya menjerit dan mendesah saat merasakan isapan dan gigitan kecil yang Awan berikan pada dirinya. Tangan Awan bergerak di samping Sonya, mengusap setiap inci garis tubuh wanita yang ia puja, tangan itu terus bergerak turun ke bagian bokong, Awan meremas bokong Sonya yang padat namun, lembut membuat Sonya menggerakkan pinggulnya menggesek bagian pribadi Awan. "Sonya ...," erang Awan saat menyadari satu gerakkan kecil saja sudah mampu membuat kejantanannya mengeras dengan sempurna. Lidah Awan menari di bagian payudara Sonya, melingkar dibagian putingnya dan terus naik ke bagian leher Sonya yang dingin namun, manis.Tangan Sonya menyusuk ke bagian rambut Awan dan mencengkeramnya
Sonya menggerakkan tubuhnya dengan pelan, ia merasakan tubuhnya kelelahan namun, puas dan nikmat akibat percintaan liarnya dengan Awan di sofa ruang tamunya. Matanya mengerjap dan mencari sosok Awan di sekitarnya, namun, nihil tidak ada Awan di sana.Helaan napas terdengar, saat Sonya menyadari dirinya sendirian di kamar itu, Sonya melihat sekelilingnya dan menyadari kalau saat ini ia sedang tertidur di kamar Awan dalam keadaan telanjang. Ia ingat setelah bercinta Awan mengangkat tubuhnya dan membawanya ke lantai dua rumahnya. Awan hanya menidurkan Sonya di ranjang kemudian memeluk tubuhnya sepanjang malam, tanpa melepaskannya sama sekali. Sebuah kebiasaan yang baru Sonya sadari adalah Awan sangat suka mengusap-usap pahanya, entahlah kenapa lelaki itu sangat terobsesi dengan seluruh bagian kakinya, padahal menurut Sonya semuanya biasa saja tidak ada yang spesial."Kamu udah bangun?" Suara maskulin Awan yang sensual terdengar di kamar itu.Sonya