Badai Hankaara, sudah dua bulan ini mencari jejak dari sang mantan isteri yang sekaligus adalah CEO-nya sendiri.
Namun hingga waktu terus bergulir, penggalan jejak Jingga seolah menguap tak pernah ditemukannya. Tim pencari yang dikerahkan akhirnya memutuskan menyelesaikan pencarian dengan kesimpulan JINGGA HILANG. Tak hanya itu, kini pencarian terus merambah kearah FRANS WIBOWO yang disinyalir berkaitan erat dengan menghilangnya Duma juga Alkala Arshan Prahara.
Malam ini, seorang anak buahnya mendapatkan sebuah informasi jika di hari kejadian terlihat SUV milik Erik meninggalkan kediamannya menuju keluar kota.
Dengan menyogok salah satu petugas pengamanan lalu lintas, akhirnya Badai mendapatkan akses untuk membuka setiap CCVT yang berada di seluruh jalan raya kota ini.
"Darma, kau harus membukanya dengan seteliti mungkin." ucap Badai kepada pria tersebut.
Darma mengangguk mengiyakannya.
Teka-teki raibnya Jingga, masih menyisakkan banya
Holla Hallo, lanjut baca yaa AllDer, yuuk kasih karya ini vote biar bisa naik terus yaaa. Salam sayang selalu dari MDW
"Jangan menangis!" ucap Adjie sambil terus memeluk Jingga. "Mereka kejam sekali!" ucap Jingga pelan dan sangat lirih. Didepan mata mereka, kakek Sura dihabisi dengan cara paling keji. Gurat dendam dan pilu menghantam jiwa keduanya, baik Adjie dan Jingga kini mereka memiliki satu duka yang sama yaitu kehilangan pria tua yang demikian sabar menjaga mereka selama ini. Selesai menghabisi kakek Sura dan mengobrak-abrik semua pondoknya. Para pria berpakaian serba merah itu kemudian menyisir ulang seluruh hutan. Mereka terlihat jelas tengah mencari seseorang. "U..ular ... " ucap Jingga dengan mata terbelalak semnetara mulutnya dibekap oleh Adjie karena khawatir suara Jingga akan membuat beberapa orang dibawah pohon yang mereka naiki itu mendengarnya. 'ssshhhh' Ular berwarna hijau kebiruan itu terus merayap semakin mendekati wajah Jingga. Kini jarak keduanya hanya beberapa inchi saja dari ujung lidah ular yang terus mendesis itu.
Tak terasa, sudah hampir satu tahun setelah kematian tragis kakek Sura di Lembah Cemara, Jingga dan Adjie kemudian memulai hidup baru mereka di Desa Meruya. Berbekal seguci koin emas milik kakek Sura yang dibawa oleh Adjie, mereka memulai hidup baru di Desa terdekat dengan Lembah Cemara ini. Sebidang tanah dibeli Adjie, sementara sebuah pondok dibangun kemudian. Dengan membuat identitas mereka menikah, keduanya mendapatkan pengakuan dari masayarakat sekitar yang kemudian mengenal Jingga juga Adjie sebagai seorang petani bunga disana. Lahan kosong disekitar pondok yang cukup luas dimanfaatkan Adjie dan Jingga dengan menanam bunga-bunga yang indah. Tak disangka, berkat dari memanfaatkan lahan kosong tersebut kini pundi-pundi uang mengalir bak hujan deras di kantong keduanya. "Jingga, ini uang tadi." ucap Adjie sambil menyerahkan seamplop uang kepada wanita yang dikira orang lain adalah isterinya itu. "Syukurlah mas, makin hari bunga-bunga kita s
"Jingga, " ucap Adjie sambil terus memeluk wanita itu. "Ya mas." ucap Jingga dengan debaran di jiwanya yang begitu menjerit oleh dahaga. "Adakah yang salah jika kita memulainya?" ucap Adjie dengan helaan nafasnya yang berat. Jingga terdiam. Wanita ini tahu persis apa yang difikirkan dan tengah dibicarakan oleh pria tersebut. Badai petir yang terus menyambar di langit luar membuat gemuruhnya memekakkan telinga dan makin mengurung Jingga dalam ketakutan yang mencekam. Namun bukan hanya badai petir tersebut yang kini membuat Jingga khawatir. Melainkan badai hasratnya yang semakin kering dan dahaga. "Sayang, kita pernah membaca semua buku bersama. Dan kau ingat mengenai apa yang membuat kita berhasrat lebih dengan fantasi yang liar dan membingungkan adalah salah satu ciri jika kita memang pernah menikmatinya." ucap Adjie sambil terus memeluknya. "Ya mas, aku juga ingat. Pertanyaannya adalah siapakah yang berhak atas diri kita ini m
Malam bergelantung seiya dengan hasrat Jingga yang kini menemukan Tuannya. Namun kecanggungan bathinnya tak bisa ditepiskan, Jingga merasakan ada sebuah ganjalan dibalik hidupnya ini yang membuat bathinnya makin tergerus rasa yang gamang. Kendati kehidupan berjalan lancar, namun setiap saat nafas Jingga berhembus selalu saja dipenuhi oleh sebuah nama yang terus memusingkannya hingga pagi ini. "Ini maksudnya apa?" tanya Jingga kebingungan melihat sejumlah nota di tangannya yang baru saja didapatnya dari Galih-pekerjanya itu. "Seseorang di kota Cortez memesan semua itu untuk acara besok. Dan mereka meminta kita kesana membawa bunga-bunga yang masih belum dihias karena Tuan Frans yang memesannya ingin langsung ditata dirumahnya saja." ucap Galih kepada Jingga. "Sayang, bagaimana kalau besok kita mengantarkannya langsung?" ucap Adjie bertanya. "Terserah mas Adjie saja." ucap Jingga kepada pria yang dua tahun ini menemani hidupnya.
"Ayo kita pulang." ucap Jingga sambil membereskan semua bunga yang tersisa ke dalam sebuah vas bunga berukuran besar berwarna perak di sudut meja makan. "Hallo Nonna, namaku Alkala dan kulihat anda baru saja menyelesaikan semua dekorasi bunga di pesta ulang tahunku ini. Terimakasih Nonna." ucap seorang anak laki-laki sambil membungkukkan tubuhnya dengan sangat santun kepada Jingga. Sontak saja, wanita ini menjadi sangat terharu dan berkaca-kaca. "Jadi, pemilik pesta indah ini adalah pria tampan didepanku?" ucap Jingga yang entah kenapa mendadak merasa sangat pilu melihat wajah berseri didepannya yang begitu bersinar penuh kepercayaan diri. "Nonna, maafkan aku tapi sebaiknya anda tak menggoda pria lain didepan suami anda sendiri. Tuan Mdua sepertiku tidak diperkenankan menerimanya." ucap anak lelaki itu sambil menengadahkan wajahnya menatap Adjie yang memang sejak tadi berdiri di belakang Jingga. "Maafkan aku Tuan Muda Alkala." ucap Jingga sambil memeb
"Sayang, mereka siapa?" tanya Adjie yang kebingungan. "Aku tak mengenal mereka mas." ucap Jingga kepada suaminya itu. Sementara itu, di luar rumah mereka. Agnez dan Badai terlibat perseteruan hebat. "Jingga, keluar! Bicaralah dengan kami!" teriak Delina sangat lantang. Suara lantang wanita tua itu terdengar semakin kencang dan membuat Adjie akhirnya memutuskan untuk menemui para tamu tersebut. "Silahkan masuk Nyonya dan tuan." ucap Adjie sambil membuka pintu rumahnya. Delina langsung meringsek masuk diikuti Badai dan Agnez. Sementara Jingga sejak tadi hanya duduk diam di ruang tengah rumahnya. Badai kemudian menjelaskan satu persatu kepingan hidup Jingga yang selama ini dicarinya. Mereka memberikan banyak bukti kesamaan mengenai Jingga kepada Adjie. "Tuan, pergilah. Aku bukan Jingga yang kalian Cari?" ucap Jingga yang merasa tak tahan dengan semua kalimat yang diucapkan Badai padanya. "Sayang, kemarilah. Kurasa
Malam semakin larut, namuan Jingga yang meski sudah berada di ranjangnya tetap tak bisa sedikitpun terpejam. Bayangan semua hal yang baru saja terjadi membuatnya kebingungan. Namun Jingga merasa sudah mengambil keputusan dengan benar. Dia tak mau gegabah mengikuti permintaan orang yang tak dikenalnya itu. Karena meski mereka mengetahui banyak hal mengenai masa lalu keduanya. Namun sedikitpun baik Adjie dan Jingga sama sekali belum mengingatnya. Sementara itu, Badai yang malam ini membelokkan arah mobilnya kembali ke Corteza langsung menemu Frans untuk berbicara banyak dengan pria itu. "Badai? Ada apa?" ucap Frans bertanya dengan sangat penuh keheranan melihat Badai kembali ke rumahnya meski pesta sudah usai. "Frans, aku menemukannya. Dia amnesia" ucap Badai sambil menatap ke kanan dan kiri jika saja ada yang mendengar suaranya. 'glegg' Sontak Frans tercekat salivanya sendiri. Pria ini kehabisan kalimat untuk menjawab ap
Pagi ini, Jingga dan Adjie hendak mengunjungi Lembah Cemara. Mereka sangat merindukan Kakek Tura dan memutuskan untuk berziarah ke makam pria itu yang terkubur rapi didekat pondoknya. "Kalian mau kemana?" sapa salh satu tetangganya bertanya. "Jalan-jalan sebentar mbah, naik gunung cari yang adem." ucap Adjie menjawab dengan berseloroh. "Jangan cari angin aja dong, cari yang menganu gitu biar kalian cepet dapet mongmongam." ucap wnaita tua itu balik menggodai. "Iya ya mbah, udah banyak gaya kupakai masih belum nyangkut aja." timpal Adjie yang sangat periang ini kembali membuat wnaita tua itu tergelak. Jingga hanya mencubit pelan Adjie setelahnya. Mereka terus berjalan kaki hingga perlahan mentari semakin terik dan netra mereka melihat sebuah mobil asing melintasi mereka dengan sangat kencang. "Itu mobil yang memiliki plat khusus yangs ama yang kuingat!" ucap Adjie kepada Jingga berbisik pelan. "Dan entah kenapa, ra