Citra. Nama itu terus terngiang-ngiang di kepala Gita sejak hari pertama dia mendengarnya langsung dari sang pemilik nama. Seberapa pun keras usahanya untuk menghilangkannya, itu tidak berhasil dan justru semakin bercokol kuat di sana. Itu menyebalkan dan dia nyaris frustasi dibuatnya. Namun dia benar-benar tak tahu harus bagaimana untuk melenyapkannya. Itu juga membuatnya kesulitan tidur semalam. Padahal dia butuh istirahat yang cukup. Benar-benar menyebalkan! Citra adalah wanita yang cantik dan dari informasi yang Gita peroleh, Citra memiliki kepribadian yang baik. Itulah mengapa penggemarnya menyayangkan berakhirnya hubungannya dengan kekasihnya, terutama Rangga. Gita bahkan menemukan beberapa komentar yang meminta Citra kembali kepada Rangga. Lalu, bagaimana dengan Gita? Dia adalah istri Rangga meski dunia belum mengetahuinya. Tunggu. Apakah itu alasan Nenek mendorongnya untuk mempercepat pengumuman pernikahan mereka? Untuk mengalahkan popularitas hubungan Rangga dan Citra di m
Gita hanya diam menatap jalanan di hadapannya. Itu tampak familiar meski dia tak mengetahui tujuannya. Rangga cuma mengatakan tentang akan membawanya ke suatu tempat tanpa memberikan sebuah penjelasan. Jadi, apa yang bisa dilakukannya hanya menebak-nebak maksud suaminya. Rangga mengambil belokan ke kanan di persimpangan yang Gita ketahui mengarah ke rumah Kirana. Otaknya bekerja menghubungkan semuanya. Apakah tujuan mereka adalah rumah Kirana? Tapi untuk alasan apa? Mereka belum membuat janji, atau Rangga memiliki janji di belakangnya. Tapi apa? Pertanyaan itu terus berputar di kepala Gita hingga Rangga mengarahkan mobilnya memasuki perumahan di mana Kirana tinggal. Jika demikian, apakah benar mereka akan mengunjungi Kirana? Rangga seharusnya memberitahukannya terlebih dahulu sehingga dia bisa membawa sesuatu untuk Kirana. Anehnya, Gita melihat rumah Kirana namun Rangga tidak memelankan mobilnya dan justru melewatinya. Dia pun hanya bisa menatap bingung dari jendela mobil mereka ke
Gita dan Rangga tengah duduk di ruang santai sembari menonton televisi dengan tubuh Gita dalam pelukan Rangga saat ponsel pria itu berbunyi. Dari Kirana. "Aku ada di luar rumahmu," kata Kirana singkat begitu panggilannya diangkat. Dia sudah mengatakan ingin mengunjungi rumah sepupunya dengan membawa makan malam. Ini untuk merayakan rumah baru mereka. Rangga segera beranjak dari duduknya dan berjalan menuju kotak yang tertempel di dinding--itu untuk akses kunci gerbang dan pintu utama serta menunjukkan siapa tamu merekaa--dan melihat mobil Kirana di layar kecil di sana. Lalu dia menekan tombol untuk membuka gerbang. Layar kemudian memperlihatkan mobil Kirana melewati gerbang dan setelah masuk sepenuh ke dalam area rumah mereka, barulah dia menekan tombol untuk menutup kembali gerbang. Setelahnya dia membuka kunci pintu agar Kirana tak perlu lagi menghubunginya ataupun membunyikan bel. Yah, itu merupakan teknologi terbaru demi keamanan kediamannya. "Dia datang," lapor Rangga seraya
"Rangga," panggil Gita dengan berbisik ketika dirasakannya pelukan Rangga di tubuhnya mengetat. Ini sudah pagi dan dia baru saja mematikan alarmnya. Tapi Rangga tak mau melepaskannya meski dia tahu suaminya itu sudah bangun. Rangga hanya menggumam kata-kata tak jelas dan kembali menikmati posisinya. Dia menghidu bau Gita dengan mata masih terpejam dan juga kehangatan sang istri dalam dekapannya. Itu membuatnya tak ingin cepat terbangun. Gita memutar matanya mendapati reaksi Rangga. Sejak semalam, lebih tepatnya setelah dia mengucapkan nama Citra, Rangga bertingkah sedikit aneh dengan selalu mengambil kesempatan untuk memeluknya. Rangga tidak meninggalkan sisinya dan bahkan mengikutinya ke mana pun, kecuali ke kamar mandi. Ah, kamar mandi! Itu memberikannya sebuah ide. "Aku mau pipis," kata Gita, mulai melancarkan rencananya lepas dari pelukan sang suami. Tidak. Itu bukan berarti dia membenci berada dalam pelukan Rangga--dia sangat suka. Tetapi dia membutuhkan sedikit ruang untuk l
Rangga sudah menduga Gita akan melakukannya. Overthinking. Ditambah dengan hormon kehamilannya, hal itu pasti akan terjadi. Sejujurnya, dia tidak pernah menduga pertemuan tersebut terjadi. Setidaknya, Gita mengetahuinya tidak dengan cara seperti itu. Siapa yang tak terkejut mendapati mantan kekasih suaminya berdiri di hadapannya? Dan apa dia bilang? Jenny menawarinya bekerja untuk Citra? Itu konyol! Bukan Citra yang dikhawatirkannya melainkan sang istri. Dia cemas dengan apa yang akan Gita pikirkan dan rasakan sepanjang bekerja dengan Citra. Andaikan saja dia dapat membaca pikiran seseorang. Sayangnya, dia tidak dapat melakukannya dan hanya bergantung pada insting untuk menebak-nebak apa yang ada di dalam kepala Gita. "Tentang tawaran Jenny, gimana kalau kamu tolak?" tanya Rangga di dekat telinga Gita. Oh, dia menyukai wangi istrinya. Itu menenangkannya saat menghidu baunya dan merasakan kehangatannya. Rasanya, dia ingin memeluk Gita seharian. Tentu saja, bukan karena percakapan m
[Del, gimana kabarmu?] Gita membaca ulang pesan tersebut sebelum mengirimkannya. Tak lama, dia melihat tanda pesannya telah berhasil dikirim dan bahkan telah masuk ke ponsel sang penerima, Dela. Tak sampai sepuluh detik, tandanya berganti warna biru, menunjukkan bahwa Dela telah membacanya. Namun setelah satu menit berlalu, tidak ada balasan dari wanita itu. Dan itu membuatnya frustasi. [Semua baik-baik saja, kan?] Gita mengirimkannya. Setelahnya, dia mengalami proses yang sama dengan hasil yang juga sama. Dia nyaris bangkit dari duduknya akibat rasa frustasinya. Tangannya bergerak naik dan mengacak rambutnya dengan asal sebagai cara lain untuk mengungkapkan perasaannya. Ada apa dengan Dela? "Kamu kenapa?" tanya Rangga setelah keluar dari kamar mandi dan berjalan menghampiri sang istri. Dia melihat hal ganjil di diri Gita dan itu adalah alasannya bertanya. Gita mendongak dengan bibir mengerucut, alis berkerut, dan mata yang menggenang. Yang terakhir menyebabkan Rangga mempercepat
Akhirnya Gita mendapatkan apa dia inginkan. Jenny sangat baik karena bersedia mengabulkannya. Dan sebagai balasan, dia tidak masalah harus langsung bekerja hari ini. Dia akan bertemu klien sebagai perwakilan dari Jessica. Dia membaca jika itu merupakan brand untuk baju-baju bayi. Jadi dugaannya itu tawaran untuk bayi Jessica. Oh, Jessica memiliki seorang bayi laki-laki yang lucu. Dia menunggu di cafe sembari memesan segelas coklat panas dan kentang goreng. Sayangnya, tidak ada es krim dalam menu makanan mereka padahal dia sangat menginginkannya. Yah, untuk merayakan bagaimana semua berjalan dengan baik akhir-akhir ini. Hubungannya dengan Rangga, kehamilannya, dan pekerjaannya. Semua itu terasa sempurna hingga terkadang dia berpikir apakah itu hanya mimpi. Tapi itu bukan mimpi. Itu kenyataan. Perwakilan dari brand seharusnya datang jam sepuluh. Namun tampaknya ada yang tidak berjalan baik dengan pertemuan mereka sebelumnya--mereka mengatakan punya janji lain sebelum bertemu dengannya
Tubuh Gita membeku di tempat saat melihat sosok itu berjalan mendekat. Tidak. Citra sudah berada dekat dengannya ketika memanggilnya, dan lebih dekat lagi karena wanita itu sudah ada di depannya sekarang. Citra tersenyum dan bertanya, "Boleh aku duduk di sini?" Dan Gita tak memiliki jawaban selain anggukan penuh keraguan. Dia tidak mungkin menolaknya ketika dia melihat senyum cerah itu seolah-olah Citra sedang bertemu seorang teman. Tapi mereka bukan teman, dan dia ragu mereka bisa berteman. "Sebenarnya aku sampai sini saat kamu sedang meeting dengan wanita sebelumnya. Dan aku lihat kamu sangat profesional." Gita tidak yakin ingin mendengarnya. Maksudnya untuk apa menjelaskan hal tersebut kepadanya? Itu sesuatu yang normal dikerjakan oleh seorang asisten sepertinya. Berurusan dengan klien, mangatur schedule, dan menemani talent ke kegiatannya. Itu hal-hal dasar yang perlu dilakukannya sebagai seorang asisten. Namun saat ini, dia hanya mengambil yang pertama, sesuai permintaannya. T