"Rangga," panggil Gita dengan berbisik ketika dirasakannya pelukan Rangga di tubuhnya mengetat. Ini sudah pagi dan dia baru saja mematikan alarmnya. Tapi Rangga tak mau melepaskannya meski dia tahu suaminya itu sudah bangun. Rangga hanya menggumam kata-kata tak jelas dan kembali menikmati posisinya. Dia menghidu bau Gita dengan mata masih terpejam dan juga kehangatan sang istri dalam dekapannya. Itu membuatnya tak ingin cepat terbangun. Gita memutar matanya mendapati reaksi Rangga. Sejak semalam, lebih tepatnya setelah dia mengucapkan nama Citra, Rangga bertingkah sedikit aneh dengan selalu mengambil kesempatan untuk memeluknya. Rangga tidak meninggalkan sisinya dan bahkan mengikutinya ke mana pun, kecuali ke kamar mandi. Ah, kamar mandi! Itu memberikannya sebuah ide. "Aku mau pipis," kata Gita, mulai melancarkan rencananya lepas dari pelukan sang suami. Tidak. Itu bukan berarti dia membenci berada dalam pelukan Rangga--dia sangat suka. Tetapi dia membutuhkan sedikit ruang untuk l
Rangga sudah menduga Gita akan melakukannya. Overthinking. Ditambah dengan hormon kehamilannya, hal itu pasti akan terjadi. Sejujurnya, dia tidak pernah menduga pertemuan tersebut terjadi. Setidaknya, Gita mengetahuinya tidak dengan cara seperti itu. Siapa yang tak terkejut mendapati mantan kekasih suaminya berdiri di hadapannya? Dan apa dia bilang? Jenny menawarinya bekerja untuk Citra? Itu konyol! Bukan Citra yang dikhawatirkannya melainkan sang istri. Dia cemas dengan apa yang akan Gita pikirkan dan rasakan sepanjang bekerja dengan Citra. Andaikan saja dia dapat membaca pikiran seseorang. Sayangnya, dia tidak dapat melakukannya dan hanya bergantung pada insting untuk menebak-nebak apa yang ada di dalam kepala Gita. "Tentang tawaran Jenny, gimana kalau kamu tolak?" tanya Rangga di dekat telinga Gita. Oh, dia menyukai wangi istrinya. Itu menenangkannya saat menghidu baunya dan merasakan kehangatannya. Rasanya, dia ingin memeluk Gita seharian. Tentu saja, bukan karena percakapan m
[Del, gimana kabarmu?] Gita membaca ulang pesan tersebut sebelum mengirimkannya. Tak lama, dia melihat tanda pesannya telah berhasil dikirim dan bahkan telah masuk ke ponsel sang penerima, Dela. Tak sampai sepuluh detik, tandanya berganti warna biru, menunjukkan bahwa Dela telah membacanya. Namun setelah satu menit berlalu, tidak ada balasan dari wanita itu. Dan itu membuatnya frustasi. [Semua baik-baik saja, kan?] Gita mengirimkannya. Setelahnya, dia mengalami proses yang sama dengan hasil yang juga sama. Dia nyaris bangkit dari duduknya akibat rasa frustasinya. Tangannya bergerak naik dan mengacak rambutnya dengan asal sebagai cara lain untuk mengungkapkan perasaannya. Ada apa dengan Dela? "Kamu kenapa?" tanya Rangga setelah keluar dari kamar mandi dan berjalan menghampiri sang istri. Dia melihat hal ganjil di diri Gita dan itu adalah alasannya bertanya. Gita mendongak dengan bibir mengerucut, alis berkerut, dan mata yang menggenang. Yang terakhir menyebabkan Rangga mempercepat
Akhirnya Gita mendapatkan apa dia inginkan. Jenny sangat baik karena bersedia mengabulkannya. Dan sebagai balasan, dia tidak masalah harus langsung bekerja hari ini. Dia akan bertemu klien sebagai perwakilan dari Jessica. Dia membaca jika itu merupakan brand untuk baju-baju bayi. Jadi dugaannya itu tawaran untuk bayi Jessica. Oh, Jessica memiliki seorang bayi laki-laki yang lucu. Dia menunggu di cafe sembari memesan segelas coklat panas dan kentang goreng. Sayangnya, tidak ada es krim dalam menu makanan mereka padahal dia sangat menginginkannya. Yah, untuk merayakan bagaimana semua berjalan dengan baik akhir-akhir ini. Hubungannya dengan Rangga, kehamilannya, dan pekerjaannya. Semua itu terasa sempurna hingga terkadang dia berpikir apakah itu hanya mimpi. Tapi itu bukan mimpi. Itu kenyataan. Perwakilan dari brand seharusnya datang jam sepuluh. Namun tampaknya ada yang tidak berjalan baik dengan pertemuan mereka sebelumnya--mereka mengatakan punya janji lain sebelum bertemu dengannya
Tubuh Gita membeku di tempat saat melihat sosok itu berjalan mendekat. Tidak. Citra sudah berada dekat dengannya ketika memanggilnya, dan lebih dekat lagi karena wanita itu sudah ada di depannya sekarang. Citra tersenyum dan bertanya, "Boleh aku duduk di sini?" Dan Gita tak memiliki jawaban selain anggukan penuh keraguan. Dia tidak mungkin menolaknya ketika dia melihat senyum cerah itu seolah-olah Citra sedang bertemu seorang teman. Tapi mereka bukan teman, dan dia ragu mereka bisa berteman. "Sebenarnya aku sampai sini saat kamu sedang meeting dengan wanita sebelumnya. Dan aku lihat kamu sangat profesional." Gita tidak yakin ingin mendengarnya. Maksudnya untuk apa menjelaskan hal tersebut kepadanya? Itu sesuatu yang normal dikerjakan oleh seorang asisten sepertinya. Berurusan dengan klien, mangatur schedule, dan menemani talent ke kegiatannya. Itu hal-hal dasar yang perlu dilakukannya sebagai seorang asisten. Namun saat ini, dia hanya mengambil yang pertama, sesuai permintaannya. T
Gita memijat lembut pangkal hidungnya untuk menghilangkan penat yang dia rasakan. Tidak. Dia pusing. Dan semua dimulai semenjak pertemuan tak sengajanya dengan Citra. Bagaimana pertemuan itu berlangsung? Yang mengagetkan adalah pertemuan itu berjalan lancar. Gita tidak meledak-ledak, menangis, kesal, dan sukses menjaga dirinya dari apa pun emosi merambati hatinya. Hal itu juga mengejutkannya karena dia dapat tenang menghadapi Citra. Dia pernah membayangkan dia mungkin kabur atau bersembunyi demi menghindari wanita itu. Nyatanya, mereka duduk saling berhadapan dan bahkan dia menghibur Citra. Betapa hebatnya dia! Tetapi lancarnya pertemuan itu tidak menjamin efeknya pada dirinya. Gita pulang dengan kepala pusing mengingat percakapan mereka dan permintaan Citra soal pertemanan. orang-orang yang mengenalnya dengan baik akan mudah menebak jawaban Gita. Dia menerimanya. Benar-benar bodoh, bukan? Namun bagaimana dia menolak seseorang memintanya menjadi seorang teman? Aku nggak bisa jadi
Gita terbangun sendirian pagi itu. Ranjang sisinya kosong karena setelah melihat jam, ini sudah jam sembilan. Kedua alisnya berkerut. Kenapa alarmnya tidak berbunyi? Itu pasti Rangga. Rangga membuatnya kelelahan semalam setelah memastikan bahwa dia tidak memiliki schedule hari ini. Dan tidurnya pasti sangat nyenyak sehingga dia tak mendengar suara alarmnya dan bahkan tidak merasakan kepergian suaminya. Dia terbiasa bangun dalam pelukan Rangga dan pagi ini, dia tidak bisa merasakannya. Gita melihat lipatan baju dengan catatan di atasnya. Jika dia yang pertama bangun, Rangga biasanya akan menyiapkan baju untuknya karena dia dapat dipastikan telanjang di balik selimutnya. - Mandilah sebelum turun. Dan jangan buru-buru! Aku nggak akan ke mana-mana. Bibir Gita tertarik membentuk senyuman membaca pesan tersebut. Tidak ada sapaan pagi tapi dia menyukai bagaimana Rangga memperhatikannya. Itu terasa manis dan menenangkannya. Dan sebutan My Queen atau Ratuku, dia kini menyukainya. Itu menan
Gita bersenandung sepanjang perjalanan menuju rumah Lukman. Dia bahagia karena rencananya mengunjungi rumah mereka akhirnya terlaksana. Tentu saja, dengan Rangga bersamanya untuk dia perkenalkan kepada mereka. Ya, kalian tidak salah baca. Dia akhirnya memutuskan untuk memberitahukan semuanya. "Kamu kelihatan senang banget," kata Rangga di sebelahnya. Matanya tertuju pada jalanan meski sesekali dia melirik ke arah sang istri yang melihat keluar jendela dengan senandung panjang dan berirama dari bibirnya. Siapa pun tahu Gita sedang dalam mood yang bagus. Dan itu menular kepadanya sehingga sesekali dia tersenyum hanya dengan mendengar suara wanitanya. Gita menoleh dan menyunggingkan senyum lebarnya. "Tentu saja. Aku akan bertemu sahabatku. Mereka benar-benar kejam nggak mengabariku sama sekali." Suaranya terdengar kompleks. Rasa senang diakhiri gerutuan. Tapi perasaan senang adalah yang dominan sebab sorot matanya memancarkan binar-binar antusiasme meski dengusan pelan dikeluarkannya.