“Hehe iya, Ma. Ayo makan dulu, bareng sama Alif,” jawabnya mengalihkan pembicaraan.Dalam hati dan pikiran Alif berkecamuk, banyak hal yang ia pikirkan, tapi belum menemukan solusi yang tepaat.****Dua hari sebelum proses sidang perceraian. Laura diberi pertanyaan secara mendadak oleh ayahnya, setelah beberapa hari didiamkan. Ayahnya marah karena Laura mengambil keputusan tanpa memberitahukannya. “Kamu yakin dengan keputusanmu, Nak?” Ruang keluarga, di sinilah mereka berada. Saat tau surat yang dikirimkan sudah sampai di tangan Alif, Laura diberi pertanyaan mendadak oleh ayahnya.“Tentu saja aku yakin Ayah, tidak ada yang perlu dipertahankan lagi dalam rumah tangga kami.” Laura menjawab. Tanpa ia sadari ada helaan nafas kecewa yang ke luar dari mulut sang Ayah.Di sisi lain, ia belum memberitahukan pada orang tuanya, tentang foto yang dikirimkan nomor tak dikenal padanya.“Apa alasanmu begitu yakin, bahwa pernikahan kalian memang sudah tak pantas untuk dipertahankan.” Ayahnya bertan
“Ma.” Alif langsung mendekat, saat melihat mamanya seperti menahan sakit. Rasa khawatir akan kehilangan kembali menghampirinya.Baru saja memegang, mamanya langsung jatuh tak sadarkan diri. Alif kelimpungan bukan main, terkejut dengan keadaan sang Mama.Tanpa banyak berpikir lagi, Alif langsung membawa mamanya ke rumah sakit terdekat.Di tengah perjalanan, Alif panik sepanik-paniknya. Ia mempercepat laju kendaraannya. Tanpa menghiraukan bunyi klakson, sebagai peringatan untuknya agar berhati-hati saat berkendara.“Kuat, Ma. Sebentar lagi kita sampai, tolong bertahan, Ma.” Alif tak kuasa menahan tangisnya sepanjang perjalanan. Ini kali ke dua dia menangis. Pertama karena Laura, dan sekarang karena sang Mama.Saat sampai di rumah sakit, ia langsung disambut oleh perawat di sana. Dan dibantu agar bidadari surganya segera mendapatkan pertolongan.Di sinilah Alif sekarang, menyesali kecerobohannya, mengakibatkan kejadian yang sangat fatal.Alat bantu terpasang di tubuh orang tersayangnya.
“Rindu ini masih miliknya, Ra.” Tiara tak tahan menatap wajah murung dari Laura. Ia lalu membawa Laura dalam dekapannya.“Tolong peluk aku dengan erat dan katakan bahwa semuanya akan baik-baik saja, Ra,” ujar Laura dengan wajah yang sendu. Ia merasa sangat rapuh sekarang. Bukannya bahagia karena perceraiannya dan Alif terlaksana, tapi ia merasakan kehilangan. Apalagi setelah Alif yang hilang tanpa memberinya kabar.“Semuanya akan baik-baik saja, aku yakin itu,” jawab Tiara penuh keyakinan. Ia tak tega melihat sang sahabat seperti ini. Padahal dulu Laura begitu kuat, tapi entah kenapa sekarang dia menjadi rapuh seperti ini.“Laura, ayo pulang!” panggilan suara membuat mereka berdua menoleh. Laura buru-buru membersihkan sisa air mata yang sempat jatuh membasahi pipinya. Ia tak ingin tangisannya dilihat oleh kedua orangtuanya “Tiara, terima kasih kamu selalu ada untuk Laura, ya.” Ibu Laura memeluk Tiara penuh kasih sayang. Sang Ibu bukan tak tahu bahwa putrinya baru saja menangis, tapi
“Parah gimana? Gue ngelakuin sesuatu yang menurut gue itu benar. Dan yang lu harus tau, gue nggak bakal lakuin hal lebih. Kalo itu nggak menyangkut kebahagiaan gue,” ujar Debi sambil bersiap-siap untuk pergi ke supermarket. Ia mengganti pakaiannya terlebih dahulu.“Iya dah terserah lu. Eh si Yoga gimana kabarnya, nggak lu undang?” tanya Ressa penasaran. Karena setaunya Yoga adalah kekasih dari Debi, walau sebenarnya ia juga sudah tahu bahwa Debi adalah perebut suami orang lain.'Kagak lah, gue udah putus sama dia. Jadi buat apa pakai ngundang dia segala, yang ada nanti acara kita hancur.' Debi berdecak karena pertanyaan Ressa yang menurutnya tidak masuk akal."Jadi gimana, jam berapa lu ke rumah gue. Biar gue siapin perlengkapannya?" tanya Debi pada Resa.“Jam 8 malam aja deh, kayaknya kalo malam sampai subuh seru. Gimana?” tanya Ressa balik. Ia sudah menyusun rencana di tempatnya. Rencana yang mungkin saja membuat Debi menyesali semuanya.“Oke deh, terserah aja yang penting lu pada d
***Pagi harinya, Debi terbangun dengan rasa yang sangat menyakitkan. Ia merasakan seluruh badannya seperti tak bertulang, bahkan membuka matanya pun terasa sangat sulit bagi Debi."Aduh, aku kenapa sih. Kok rasanya badan aku pegal-pegal semua, perasaan malam tadi ga ada ngapa-ngapain deh." Debi memijat kepalanya yang terasa sakit. Ia mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi malam tadi, tapi satu pun kejadian sama sekali tak dapat terlintas di pikirannya.Debi merasakan sakit yang sangat di bagian bawah. Ia membuka mata perlahan, sambil meringis pelan.“Aw, sakit banget gila!” umpat Debi.Ia lalu duduk dari tidurnya sambil mengucek mata.“Siapa kalian!” teriak Debi setelah kesadarannya penuh. Ia terkejut bukan main melihat ada beberapa pria berada di dalam kamarnya.“Kau sudah bangun?” tanya seorang lelaki sambil merapikan jasnya. Sedangkan yang satunya lagi baru ke luar dari kamar mandi. Devi bertanya-tanya mengapa mereka bisa berada di dalam kamarnya.“Siapa kalian, hah! Berani sek
***Pagi harinya, Debi terbangun dengan rasa yang sangat menyakitkan. Ia merasakan seluruh badannya seperti tak bertulang, bahkan membuka matanya pun terasa sangat sulit bagi Debi."Aduh, aku kenapa sih. Kok rasanya badan aku pegal-pegal semua, perasaan malam tadi ga ada ngapa-ngapain deh." Debi memijat kepalanya yang terasa sakit. Ia mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi malam tadi, tapi satu pun kejadian sama sekali tak dapat terlintas di pikirannya.Debi merasakan sakit yang sangat di bagian bawah. Ia membuka mata perlahan, sambil meringis pelan.“Aw, sakit banget gila!” umpat Debi.Ia lalu duduk dari tidurnya sambil mengucek mata.“Siapa kalian!” teriak Debi setelah kesadarannya penuh. Ia terkejut bukan main melihat ada beberapa pria berada di dalam kamarnya.“Kau sudah bangun?” tanya seorang lelaki sambil merapikan jasnya. Sedangkan yang satunya lagi baru ke luar dari kamar mandi. Devi bertanya-tanya mengapa mereka bisa berada di dalam kamarnya.“Siapa kalian, hah! Berani sek
“Sudahlah, tak usah berlagak suci. Nyatanya kau memang kotor dari sananya. Kami pamit dahulu, sebenarnya kami ingin bermain lagi denganmu pagi ini. Tapi apalah daya, kami harus segera berangkat ke kantor. Oh ya, ngomong-ngomong malam tadi kamu sangat menggoda. Terima kasih untuk malam yang indah itu ya, cantik,” ucap salah satu dari mereka sambil mencolek dagu Debi. Debi menghapus bekas colekan itu dengan kasar. Merasa jijik dengan tubuhnya sendiri karena telah digilir oleh dua pria yang pantasnya menjadi ayahnya.Mereka tak memperdulikan isak tangis Debi yang mulai terdengar. “Jangan disesali, lagipula kamu sepertinya sudah banyak bermain. Uang bayaranmu, ambil dengan temanmu tadi malam.” Mereka lalu meninggalkan Debi yang masih menangis menyesali acaranya tadi malam. Bukannya berakhir bahagia, malah itu menjadi petaka untuknya. Dan pastinya akan meninggalkan jejak luka yang sangat menyakitkan.Tak ingin berlarut dalam penyesalan, Debi pergi ke kamar mandi, membersihkan dirinya dan
***“Kamu yakin mau balik lagi ke Jakarta?” tanya Rina pada Alif keponakannya. Pasalnya setelah 3 bulan kepergian Ibunya, Alif semakin merasa kesepian di rumahnya sendiri. Rina sendiri berniat berkunjung menjenguk Alif, tapi kedatangannya dikagetkan dengan Alif yang tiba-tiba ingin kembali ke Jakarta “Iya, Tan. Alif di sini malah tambah susah buat ngelupain semuanya. Alif nanti bakalan sering jenguk Mama kok di sini,” jawab Alif sambil merapikan tasnya."Kamu nggak mau ngurusin toko butik mamamu saja? Daripada harus memulai semuanya dari awal, 'kan," ucap Rina sang Tante. Ia masih berat jika harus melepaskan Alif untuk pergi ke kota.Alif berniat kembali ke kota, tempat di mana ia dulu memulai usaha dan mendapatkan pujaan hati. Walau awalnya berat, Alif tetap bertekad untuk kembali ke sana. Ia ingin merintis usaha dari bawah. Bukan untuk mencari tahu tentang keberadaan Laura. Alif ikhlas, mungkin ini memang jalan mereka untuk berpisah.Lagipula, cinta tak akan mungkin bisa dipaksaka