Pagi itu Rana terbangun oleh teriakan Alea yang menggema. Ini masih jam 4 subuh, tetapi wanita itu sudah sangat histeris, dengan mata yang masih enggan terbuka, Rana segera berlari, khawatir jika terjadi sesuatu yang buruk.“Ada apa, kenapa teriak-teriak sepagi ini?”“Rana coba lihat, berapa like yang kudapat dari postinganku semalam? Sudah 1,3 juta like. Ini benar-benar gila, Rana.”“Oh, ya? Kau berteriak hanya karena itu?” Rana hanya bisa menggeleng sembari mengelus dadanya. Seharusnya ia tak perlu buru-buru hanya karena berita yang tak penting. Alea memang tak tidur sejak semalam, sibuk mengotak-atik layar ponselnya. Semalam suntuk ia terus saja memilah beberapa pakaian muslim dan juga kerudung. Ia benar-benar ingin mengubah penampilan atas nama cinta.“Mereka memujiku. Katanya, aku cantik dan anggun. Apakah aku terlihat lebih cantik dengan penutup kepala ini, Rana?”“Setiap wanita yang berhijab memang akan terlihat lebih cantik. Mereka seperti memancarkan aura tersendiri.” Alea la
“Itu baru namanya temanku. Jangan takut istri, untuk apa tunduk sama satu perempuan.” Syahru yang melihat dari kejauhan hanya bisa meliriknya. Ia tahu keteguhan Andi pada pernikahannya sangat kuat. Tak mungkin ia setuju menghabiskan malam dengan wanita lain jika tak ada alasan yang sama kuatnya. Kebetulan saat itu Syahru habis dari toilet jadi, ia tak sengaja mendengar percakapan dua orang itu, yang berada di depan pintu keluar. Andi kembali masuk, kali ini ia diboyong ke lantai atas. Ada tempat karoke dan kamar-kamar yang biasa disewakan untuk praktik prostitusi. Jangan tertipu dengan wajah depannya yang berupa rumah makan jepang, karena saat malam hari tempat ini memiliki fasilitas lain, yang membuatnya tak pernah sepi pengunjung. Khususnya para pria hidung belang. Pakaian pelayan yang berjaga di depan, bahkan sangat jauh berbeda dengan pelayan yang mengantar makanan saat berada di dalam. Rok span panjang super ketat dengan sobekan sampai di atas lutut, menajadi pe
“Kamu gila, Alea. Cintamu membuatmu buta!” teriak Rana, yang diabaikan begitu saja oleh Alea. Wanita itu tetap meneruskan langkahnya kembali masuk ke dalam restorant. Dengan langkah lebar, dan wajahnya yang sudah bermandikan air mata ia terus menelusuri setiap ruang demi ruang. Mencari keberadaan wanita yang baru saja keluar bersama Andi.Hingga sampailah mereka bertemu di jalan yang mengarah ke toilet. Anisa terkejut dengan kedatangan Alea yang seperti singa yang siap menerkam mangsanya.“Katakan, apa dia menyentuhmu?” tanya Alea.“Apa urusannya denganmu? Kami memang melakukannya,” kata Anisa sambil tersenyum sinis.“Aku tidak percaya.”“Kupikir kamu istrinya, hahha ternyata sama-sama pengganggu suami lain. Enggak malu sama penampilanmu?”“Jangan mengomentari penampilanku, katakan saja berapa uang yang kamu butuhkan, agar kamu mau mengatakan apa yang terjadi seben
“Aku enggak bisa terima ini?” tolak Ayu.“Kenapa? Apa Adek mulai berpikir untuk meninggalkan Abang?” Ayu segera mengembalikan berkas-berkas itu ke tangan suaminya.“Abang memberiku terlalu banyak, itu bukan hakku. Tidak perlu seperti ini. Aku enggak mau dikatai wanita serakah, hanya karena menerima semua ini,” ucap Ayu sembari memalingkan wajahnya.“Abang memang salah, karena pernah mengatakan sesuatu yang membuatmu tersinggung. Maka dari itu, terimalah semua ini, Dek. Abang ikhlas ngasih semuanya buat kamu. Abang sadar, kalau yang aku butuhkan di dunia ini, itu kamu. Kehidupan kita sudah membaik. Alhamdulillah kita juga sudah bisa buka 2 cabang lagi, tapi tetap saja rasanya beda. Setiap kali Abang ke rumah, kamu sudah enggak seperti dulu. Pleaise, terima ini.” Andi berpikir jika dengan memberi semuanya, akan membuat Ayu kembali seperti dulu.“Aku sudah tidak menginginkannya lagi.”
“Surprise Mamah!” Teriakan Ilham terdengar dari arah belakang. Disusul Rania, yang juga mengikuti aksi kakak laki-lakinya memeluk kaki Ayu, satu di sebelah kiri dan kanan. Keributan itu nyatanya juga memancing Reno yang tinggal di kamar sebelah ikut berkumpul di ruangan itu. Sementara Andi yang masih berada di lantai bawah, buru-buru berlari, ia baru tersadar akan kejutan yang sudah ia siapkan sejak tadi pagi.“Sayang, selamat datang kembali,” kata Andi begitu sampai di kamarnya. Senyumnya semakin merekah seiring dengan Ayu yang kini menatapnya.“Mamah enggak senang, ya?” Ayu mendadak tersenyum, mungkin lebih tepatnya menggerakkan bibirnya, karena tak ada ketulusan yang terpancar dari matanya. Andi menyadari hal itu, begitu pun Reno yang memilih meninggalkan tempat itu. Ia hanya tak ingin merusak kebahagiaan adik-adiknya.“Aku tahu, kamu tidak senang ‘kan?” bisik Andi saat tengah memotong cake
“Mah, tapi tadi ada Papah,” elak anak kecil itu yang masih saja penasaran dengan televisi yang menampilkan papahnya. Suasana menjadi tegang, seiring dengan Ilham yang terus memaksa ingin menyalakan televisi. “Sayang, ada apa? Kenapa Ilham menangis?” tanya Andi yang heran melihat anak-anaknya merajuk. Namun, Ayu sama sekali tak terbesit untuk menolong mereka. “Papah kenapa masuk ke kamar sama perempuan? Aku tadi lihat Papah sama perempuan di Tv.” “Astaghfirrullah.” Andi langsung menutup mulutnya, lantas refleks menengok Ayu yang sama tegangnya. “Aku akan bawa anak-anak ke kamar Reno,” kata Ayu. Cekalan di lengannya yang tiba-tiba itu membuatnya langkah Ayu terhenti. “Kamu tahu ‘kan, aku tidak melakukan apa pun,” ucap Andi. “Apa ada saksi?” Ayu menatap suaminya dengan begitu datar. “Mana ada saksi di sana. Kenapa tanya begitu, apa sekarang Adek mulai enggak percaya sama Abang?” “Bukan masalah percaya atau
“Apa kamu sedang tidak percaya diri?”“Sebaiknya kita makan sekarang, ayo.” Lagi-lagi Ayu mengalihkan pembicaraan. Ia dengan cepat mematikan televisi, lalu segera memanggil anak-anak yang tengah bermain di halaman depan. Mereka makan dalam diam, tak ada lagi tawa dan saling bercengkerama seperti hari-hari sebelumnya.“Bang, hari ini aku izin buat belanja bahan-bahan untuk membuat kue.”“Biar Abang antar.”“Enggak perlu aku bisa sendiri.”“Hari ini Abang libur,” katanya.“Sebaiknya Abang gunakan waktu libur ini buat istirahat,” ucapnya.“Memangnya harus sekarang banget, kamu baru aja pulang dari rumah sakit. Biar aku yang belikan, istirahatlah sebentar. Cukup kasih aku catatannya.”“Tidak perlu seperti itu, ini ‘kan usaha aku. Mana bisa aku merepotkanmu?”“Aku yang mau, bagaimana kalau nanti kamu pingsan
“Sayang, ayo pulang!” ajak Andi sambil menggandeng lengan istrinya dengan begitu mesra. Tak peduli jika wanita di depannya bahkan melihat aksinya tanpa berkedip. Baik Alea mau pun Rana sama-sama tak menyangka jika Andi juga berada di tempat itu. Ayu tampak tersenyum melihat ekspresi Alea yang mendadak berubah.“Mas Andi, ya ampun aku kira kamu enggak ada di sini. Mbak juga kenapa enggak bilang dari tadi.” Alea yang gugup, lantas ia berusaha menggapai lengan Ayu.“Lepaskan istri saya!” Andi sengaja menekankan nada bicaranya hanya agar Alea tahu jika perbuatannya salah. Mengingat Alea sering kali salah paham, jika Andi hanya bicara dengan nada biasa. Ia masih saja menganggap jika kebaikan Andi adalah karena dia menaruh rasa yang berbeda. Padahal, pada kenyataannya pria itu memang baik pada semua orang.“Mas, kamu enggak perlu sekasar itu ‘kan? Kamu lihat sendiri aku hanya memegang tangannya. Mana ada aku menyakiti di