Marsya dan Reval serempak membelalakkan matanya ketika mendengar ucapan dari sang dokter.
"Istriku hamil dokter?" Reval bertanya dengan wajah berseri-seri."Iya, Tuan Reval, Nyonya Marsya sedang hamil dan usia kandungannya baru empat minggu.""Ya, ampun, Sayang kamu hamil." Reval menoleh kepada sang istri lalu merangkul bahu sang istri dan mencium pipi sang istri."Iya, Sayang." Marysa menjawab dengan perasaan senang.***"Kamu harus jaga kesehatan ya, Sayang. Pokoknya selama kamu hamil jangan makan yang aneh-aneh dan jangan terlalu capek." Tangan Reval mengusap-usap perut Marsya yang masih rata lalu mencium perut beberapa kali.Marysa tersenyum senang melihat sang suami memperlakukannya seperti itu. "Sayang perutku masih rata belum kelihatan.""Kenapa memangnya? Tetap saja di perutmu ini sudah ada hasil dariku." Reval memperhatikan perut rata sang istri.Marysa tertawa sambil menggelengkan kepalaAngel semakin membenci Marsya. Apalagi saat ini Marsya telah mengandung anak dari lelaki yang sangat dia cintai. "Aku ingin hidupmu menderita Marsya. Aku hanya ingin bermain-main dulu denganmu. Setelah itu baru aku akan menghancurkanmu!" Angel menatap dirinya sendiri di cermin. ***"Mudah-mudahan Bapak tidak akan tahu kalau Ibu akan ke rumah Marsya." Bu Tasya turun dari mobil online lalu berjalan ke rumah Marsya. "Ibu!" Marsya bangun dari duduknya setelah melihat sang bunda sedang menghampirinya. "Marsya, kenapa kamu duduk di luar?" tanya Bu Tasya. "Tidak apa-apa, Bu. Ya, sudah, Bu ayo, masuk." Marsya memegang tangan Bu Tasya dan mengajak Bu Tasya masuk ke dalam rumahnya. "Perutmu sudah mulai membesar, Sayang." Bu Tasya mengusap perut Marsya setelah duduk di sofa. "Iya, Bu. Oh, iya, Bapak bagaimana, Bu mendengar Marsya hamil?""Bapakmu sangat senang mendengarnya," kelit Bu Tasya lalu tersenyum di
Marsya menoleh ke arah Reval yang sedang berdiri sambil tersenyum memegag keresek. "Aku sudah tidak mau, nanti saja makannya."Reval menghela napas panjang penuh kecewa, padahal dia begitu semangat menghampiri sang istri. "Sayang, kamu yakin? Kamu tidak mau makan satu biji saja buahnya." Reval menghampiri Marsya yang sedang duduk di sofa."Aku, 'kan maunya tadi sore, Sayang, bukan sekarang. Besok saja aku makannya. Tapi ditemanin sama kamu makannya. Besok, 'kan kamu libur. Oke, Sayang." Marsya mendekati Reval lalu mengambil keresek berisi buah mangga. "Ya, sudah." Reval menjawab dengan lesu. ***"Sayang kamu tahu tidak?" Reval menatap wajah sang istri sambil tidur miring menghadap Marsya dan tangan kanannya mengusap-usap perut sang istri. "Apa?" Marsya memperhatikan wajah tampan Reval. "Aku beli buah mangga yang kamu mau penuh perjuangan, Sayang. Seumur-umur belum pernah aku kaya begitu. Aku tinggal menyuruh orang u
Angel tersenyum kepada Marsya sambil berbicara dalam hati. "Aku berharap kamu keguguran, aku tidak sudi melihat bayi itu. Lihat saja Marsya aku akan membuat Reval membencimu dan juga anak yang ada di kandunganmu mati.""Aku heran sama kamu tiba-tiba berubah seperti ini. Terakhir kita ketemu kamu menyerangku di kamar mandi, tapi kamu pura-pura baik sama aku setelah berada di hadapan Reval," ungkap Marsya. "Sudahlah, Marysa itu, 'kan kejadian sudah Lama. Kenapa kamu membahasnya? Ternyata kamu orangnya pendendam, ya. Masih mengingat kejadian yang aku sudah lupa." Marsya tersenyum dipaksakan. "Aku bukannya pendendam, cuma aku heran saja seorang Angel tiba-tiba seperti ini. Aku berharap sikapmu dan perkataanmu sama seperti isi hatimu." Angel tersenyum sambil memperhatikan Marsya.***"Sore, Tuan." Mbok Lasmi menyapa Reval yang baru pulang dari perusahaan sambil menundukkan kepalanya. Reval tersenyum sambil mengangguk. "I
Reval kemudian memperhatikan foto-foto tersebut lalu kedua matanya membulat. "Berengsek! Apa maksudnya ini?" Reval melihat satu persatu foto tersebut. Dadanya kembang kempis sambil menahan amarah. Kedua matanya memancarkan kemarahan dan juga memerah. Hati Reval pun merasakan sakit yang sangat teramat perih dan juga merasakan sesak di dadanya. Bagaimana tidak, Reval sedang melihat foto sang istri sedang bersama dengan lelaki lain. Di foto tersebut seperti terlihat Marsya sedang bermesraan dengan seorang lelaki. Namun, sayangnya wajah foto lelaki tersebut di blur. "Jadi kamu ingin nonton hanya alasan saja! Ternyata kamu ingin bertemu dengan pria ini. Berengsek kamu Marsya! Dan foto ini, ini sebelum kamu hamil. Ternyata kalian sudah lama berhubungan. Pura-pura juga ingin ke toilet. Jangan sampai anak yang ada di kandunganmu ... berengsek! Awas kamu Marsya. Kamu diam-diam bermain di belakangku dengan lelaki lain." Reval melempar foto ke atas meja secara k
Reval tertawa mencibir mendengar ucapan Farhan. Dia lalu menatap wajah sang asisten. "Kamu tahu kenapa aku seperti ini? Ternyata istriku mengkhianatiku, diam-diam dia selingkuh di belakangku.""Apa?!" Farhan terhentak kaget mendengar ucapan Reval, dia lalu menggelengkan kepalanya. "Reval, tidak mungkin istrimu seperti itu. Aku tidak percaya."Reval menyunggingkan senyumnya sambil menggoyang-goyangkan gelas berisi minuman keras. "Ya, awalnya aku tidak percaya, tapi bukti yang membuat aku percaya. Seorang Marsya yang sangat aku cintai, ternyata dia bermain api di belakangku. Kurang ajar! Sialan! Wanita tidak tahu diuntung!" Reval mengumpat sambil dadanya kembang kempis. Farhan mencerna ucapan Reval sambil mengerutkan keningnya. "Bukti? Bukti seperti apa?"Reval merogoh satu lembar foto yang sudah kusut di saku celananya. "Ini lihat, gimana aku tidak murka dengan istriku." Reval memberikan satu lembar foto kepada Farhan. Farhan kemudian me
Tidak usah pegang-pegang tanganku!" Reval mengempaskan tangan sang istri. "Aku tidak sudi dipegang oleh tanganmu yang kotor itu!" ketus Reval lalu pergi berjalan meninggalkan Marsya. Sontak saja tubuh Marsya langsung terdiam mematung ketika mendengar ucapan sang suami. Dia menatap punggung sang suami yang berjalan meninggalkannya. Tidak terasa air matanya kembali mengalir di atas pipinya sambil satu tangan mengusap perut.Hatinya kembali hancur berkeping-keping. Dadanya seakan tidak bisa bernapas karena sang suami benar-benar membencinya. "Sayang, apa yang harus aku lakukan agar kamu bisa percaya denganku? Aku berpikir kamu tidak akan marah lagi denganku setelah kamu pulang. Tapi ternyata kamu masih marah sama aku. Ya, Tuhan kenapa aku harus diberi cobaan seperti ini di saat aku sedang hamil?" Marsya mengusap air matanya yang tumpah ruah dan sesaat dia terdiam. "Aku harus mencari lelaki itu, tapi bagaimana mencarinya." Marsya menatap lurus ke depan lalu
[ Aku sedang sibuk, aku tidak bisa mengantarmu. Minta antar saja sama pria yang ada di foto itu. ]Lagi-lagi Marsya hanya bisa menghela napas setelah membaca pesan dari Reval. "Padahal kamu selalu antusias jika sudah ada jadwal aku ke dokter kandungan. Tapi sekarang kamu seperti itu." Marsya bermonolog pada dirinya sendiri lalu berusaha untuk menahan air matanya yang sebentar lagi akan keluar. ***"Oh, iya, Tuan. Sore ini jadwal nyonya Marsya ke dokter kandungan." Farhan melirik Reval di kaca spion lalu kembali fokus menyetir. "Hhhmm." Reval hanya berdehem. "Antar aku apartemenku! Aku tidak akan pulang ke rumah," perintah Reval. "Tapi, Tuan, 'kan ....""Aku tidak akan mengantarnya! Biarkan saja dia pergi sendiri," marah Reval. Farhan menghela napas pelan. Dia tidak mungkin memaksa Reval. Perkataan sang CEO tidak akan bisa diubah dan tetap akan pada pendiriannya. Beberapa menit kemudian Farhan sudah sampai d
Kamu tahu, justru aku menyesal pulang ke rumah ini. Aku pikir aku tidak akan mengingat foto-foto itu. Tapi setelah aku melihat wajahmu, pikiranku kembali kepada foto kamu dan pria berengsek itu! Aku benar-benar muak melihat wajahmu!" Reval menatap tajam wajah sang istri. Lagi-lagi perkataan Reval membuat Marsya sakit hati. Bulir air mata kembali menetes di atas pipinya. Dadanya kembali merasakan sesak yang luar biasa. "Sayang please kamu jangan begini terus sama aku! Aku tidak mungkin melakukan hal itu. Aku Sayang kamu, tidak mungkin aku melakukan hal yang tidak sepantasnya." Marsya memegang tangan Reval. Reval menyunggingkan senyumnya sambil menatap tajam wajah sang istri. "Yakin kamu?" "Iya, aku yakin. Aku akan membuktikan ...." Marsya menghentikan perkataannya karena ponselnya berdering. Namun, Marsya diam saja, dia seakan malas mengambil benda pipih yang tergeletak di nakas. "Kenapa diam saja? Kamu tidak mau mengangkatnya?" Reva