Marsya tiba-tiba berteriak dan menangis histeris. Jantungnya berdetak tidak karuan dan tubuhnya bergetar hebat.
Reval merasa bingung melihat Marsya. "Sayang kamu kenapa?" Reval memegangi tubuh Marsya sambil memperhatikan wajah sang mantan istri dengan penuh khawatir. "Orang itu ... orang itu ada lagi." Marsya berucap dengan terbata dan menangis lalu menyembunyikan wajahnya di dada Reval. Reval mengerutkan keninnya sambil berpikir lalu memperhatikan Pak Bowo dan teman pemilik rumah bordil yang sedang berjalan. "Tuan Reval." Pak Bowo menundukkan kepalanya setelah berada di depan Reval. Namun, dia merasa bingung melihat Marsya sedang menangis. "Ada ... ada apa dengan anak saya?" tanya Pak Bowo lalu menoleh kepada pemilik rumah bordil. Sang pemilik rumah bordil pun merasa bingung sambil mengerutkan keningnya."Saya mohon maafkan saya. Jangan masukkan saya ke penjara. Saya mohon Tuan. Saya mengakui saya telah bersalah kepada Marsya. Saya ... Saya benar-benar minta maaf." Pak Bowo mengangkat kedua tangannya memohon sambil menundukkan kepalanya. Reval menyunggingkan senyumnya sambil memperhatikan Pak Bowo. "Minta maaf? Aku tidak salah dengar! Anda jangan minta maaf kepadaku, tetapi kepada Marsya anakmu!" jerit Reval, "Sekarang Anda minta maaf setelah semuanya sudah terbongkar. Ke mana saja Anda selama ini? Bahkan Anda masih memanfaatkan Marysa dan akan menjadikan mantan istriku sebagai wanita malam. Dan sekarang Anda berkata menyesal. Dasar manusia tidak tahu diri. Jika Marsya tidak mengenal teman Anda, Anda tidak mungkin melakukan hal ini. Oke, tunggu saja. Dalam waktu satu kali dua puluh empat jam Anda dan teman Anda akan masuk ke penjara!" desis Reval.Pak Bowo bangun dari duduknya lalu menghampiri Reval. "Tuan saya mohon jangan penjarakan saya. Saya mohon, Tuan!" Pak
Sore hari, Marsya baru pulang dari kerjanya. Tiba-tiba saja Marsya langsung disuruh oleh Pak Bowo untuk membersihkan diri dan berganti pakaian yang bagus. Dia akan dijodohkan kepada Reval Adrian Altezza, tanpa sepengetahuan sang anak. "Kita mau ke mana, Pak?" tanya Marsya setelah berganti pakaian. "Sudah kamu tidak usah banyak tanya. Pokoknya Bapak jamin, kamu pasti bahagia." Pak bowo merangkul Marsya sambil berjalan keluar rumah. "Kita cuma berdua, Pak, kenapa Ibu tidak diajak?" Marsya menoleh ke belakang. "Bawel ya, kamu! Dari tadi bicara terus. Sudah, ayo, naik! Kita tidak boleh terlambat." Pak Bowo mendorong paksa Marsya agar masuk ke dalam mobil. "Ingat, ya. Di sana kamu jangan banyak bicara. Awas kalau kamu bertingkah! Kamu harus menuruti apa yang diinginkan oleh tuan Reval," perintah Pak Bowo setelah berada di dalam mobil online, "jalan, Pak," pinta Pak Bowo kepada supir."Maksud, Bapak apa? Tuan Reval, tuan Reval siapa sih, Pak?" Bingung Marsya dengan ucapan Pak Bowo.
Marsya belum menyadari jika dirinya berbuat salah kepada Reval. Dia masih bingung apa kesalahannya. Namun, ketika Marsya mendengar jawaban Reval. Marsya baru mengerti apa kesalahannya. "Maafkan saya, Tuan! Saya tidak bermaksud untuk membohongi, Tuan." Marsya meremas selimut yang sedang dipakainya. "Sialan kamu, kamu mau menipuku, hah. Memangnya keperawananmu bisa kamu tutupi. Dasar wanita bodoh! Kamu pikir aku tidak bisa membedakan mana yang perawan, mana yang tidak. Dasar wanita jalang!" Reval melempar bantal ke tubuh Marsya yang sedang berdiri. Marsya tidak bisa menghindar, dia hanya diam saja ketika tubuhnya dilempar bantal oleh Reval. Tidak terasa air matanya menetes begitu saja. Marsya mengakui kalau dirinya memang telah berbohong kepada Reval mengenai keperawanannya. "Maafkan saya, Tuan! Saya memang bersalah. Saya sudah berbohong terhadap, Tuan. Saya juga ... sudah berbohong kepada Bapak saya." Air matanya jatuh dipelupuk mata Marsya. "Oh, ternyata Bapakmu tidak
Dalam keadaan mabuk bisa-bisanya Reval mengatai Marsya. Marsya tidak terima dirinya dikatai pelacur. Sama sekali apa yang dikatai sang suami tidak benar adanya. "Lepaskan, lepaskan saya!" Marsya memukul dada Reval berulang-ulang."Diam berengsek!" Reval tidak peduli dengan penolakan Marsya dan juga pukulan Marsya. "Kamu itu istriku, kamu harus melayaniku.""Tapi bukan kaya begini caranya! Aaaah ...." Marsya berteriak sekencang mungkin."Aku tidak peduli dengan teriakanmu. Teriak sekencang yang kamu bisa, pelacur!" "Aku bukan pelacur! Lepaskan!" Marsya meneteskan air matanya. Reval pun bercinta dengan Marsya. Walaupun sag istri menolak dan menangis, Reval tidak peduli. Yang terpenting dia bisa mengeluarkan hasrat kelelakiannya. Pergulatan pun telah selesai. Marsya hanya bisa menangis setelah ditiduri oleh Reval. Dia menoleh ke arah Reval dan sang suami sudah tertidur pulas.***"Kepalaku pusing sekali." Reval memegangi kepalanya lalu mengingat kejadian semalam. "Sial! Kenapa
Sudah habis kesabaran Marsya karena dirinya terus menerus dihina oleh Reval. Akhirnya, Marsya pun mengatakan hal yang sebenarnya kepada Reval. Tak terasa air mata jatuh di pelupuk matanya."Kamu jangan bohong! Kamu pasti hanya membela diri saja, 'kan agar aku simpatik sama kamu," ucap Reval."Buat apa saya bohong. Kalau saya mau menarik simpatik orang untuk apa harus saya pendam sendiri masalah ini. Saya pendam sendiri karena saya malu dan juga ...." Marsya tidak melanjutkan kata-katanya."Dan juga apa?" tanya Reval penasaran.Marsya hanya terdiam, dia sama sekali tidak mau menjawabnya. "Marsya! Malah diam lagi kamu? Ayo, jawab! Atau kamu memang lagi berbohong karena tidak mau dikatai pelacur," bentak Reval."Saya tidak bohong, buat apa saya bohong!" teriak Marsya, "saya … saya sudah diancam sama orang itu. Saya tidak boleh cerita sama siapapun. Termasuk sama kedua orang tua saya. Kalau saya berani cerita, apalagi sama kedua orang tua saya. Katanya mereka akan dibunuh." Marsya menang
Ketika Marsya sudah sampai di rumah baru orang tuanya. Marsya tidak sengaja mendengar pembicaraan pak Bowo dan Bu Tasya. Dia tidak percaya dengan apa yang sudah didengarnya.Marsya seakan hilang keseimbangan di saat dia mendengar ucapan pak Bowo. Untung saja Reval langsung sigap memegang badan Marsya. Reval menatap wajah Marsya dengan penuh kasihan.Marsya menutup mulut dengan tangan kanannya. Tidak terasa air mata jatuh di pelupuk mata Marsya. Bibir Marsya seakan kelu dan dia menggelengkan kepalanya beberapa kali."Sudah jangan ditangisin. Ayo, kita keluar," bisik Reval. "Tapi …." Marsya meneteskan air matanya."Sudah, ayo!" Reval memegang tangan Marsya lalu membawanya keluar.Marsya melonjak kaget. Akan tetapi, Marsya tetap mengikuti sang suami berjalan. Tangan Marsya dipegang erat oleh Reval. Sang istri menangis sambil berjalan mengikuti sang suami. "Sudah jangan menangis, buat apa kamu tangisin mereka." Marsya hanya mengangguk lalu menghapus air matanya. Dia kemudian melihat R
"Apa!" kamu jangan mengada-ada, Reval. Sejak kapan kamu bisa akting?" "Terserah kamu mau percaya atau tidak. Yang jelas Marsya memang istriku." "Kamu sedang mabuk, 'kan? Tidak, pokoknya aku tidak percaya kalau dia adalah istrimu. Sejak kapan kamu menikah? Kalau kamu sudah menikah sama dia. Kemarin malam buat apa kamu tidur denganku, kita sudah bercinta dan kamu sendiri yang bilang kalau dia adalah pembantu." "Iya, kemarin adalah kesalahanku. Aku sedang marah sama dia. Makanya aku berbuat begitu sama kamu dan ingat kita tidak bercinta malam itu!" Reval menunjuk wajah Angel. "Jadi aku hanya pelampiasanmu saja. Tetap saja kamu sudah menikmati tubuhku! Aku tidak terima pembantu ini istrimu!" Angel menatap tajam wajah Marsya. "Pergi kamu. Ayo, pergi!" Reval menarik tangan Angel. "Tidak, aku tidak mau! Aku cinta sama kamu, Reval. Aku mohon jangan usir aku." Angel mengangkat kedua tangannya memohon. Reval malah menyunggingkan se
Angel merasa geram kepada Reval dan juga Marsya. Bisa-bisanya mereka jalan bersama. Reval yang seharusnya menjemput dirinya, mereka malah pulang berduaan."Aku akan buat perhitungan dengan kalian. Apalagi kamu Marsya. Ingat, Marsya kamu sudah dibilang pembantu sama Reval. Reval milikku, milikku selamanya!" Angel melempar parfum dan yang lainnya yang ada di atas meja rias.***Marsya sedang berada di kamar Reval. Dia tiduran di atas sofa sambil melihat-lihat galeri ibunya di ponsel. Dia menatap wajah sang bunda sambil tersenyum.Marsya begitu rindu dengan ibunya. Walaupun Marsya sudah tahu kalau Bu Tasya bukanlah orang tuanya. Akan tetapi, tetaplah Bu Tasya telah merawat Marsya.Akhirnya, Marsya menghubungi Bu Tasya melalui ponselnya. "Hallo, Bu." Mata Marsya berkaca-kaca."Marsya! Ya, ampun Marsya ibu kangen sama kamu," jawab bu Tasya di balik ponsel."Iya, Bu. Marsya juga kangen sama, Ibu. Ibu baik-baik saja,