Share

Bab. 2. Maafkan saya, Tuan!

Marsya belum menyadari jika dirinya berbuat salah kepada Reval. Dia masih bingung apa kesalahannya.  Namun, ketika Marsya mendengar jawaban Reval.  Marsya baru mengerti apa kesalahannya. 

"Maafkan saya, Tuan! Saya tidak bermaksud untuk membohongi, Tuan." Marsya meremas selimut yang sedang dipakainya. 

"Sialan kamu,  kamu mau menipuku, hah. Memangnya keperawananmu bisa kamu tutupi. Dasar wanita bodoh! Kamu pikir aku tidak bisa membedakan mana yang perawan, mana yang tidak. Dasar wanita jalang!" Reval melempar bantal ke tubuh Marsya yang sedang berdiri. 

Marsya tidak bisa menghindar, dia hanya diam saja ketika tubuhnya dilempar bantal oleh Reval. Tidak terasa air matanya menetes begitu saja. Marsya mengakui kalau dirinya memang telah berbohong kepada Reval mengenai keperawanannya. 

"Maafkan saya,  Tuan!  Saya memang bersalah. Saya sudah berbohong terhadap, Tuan. Saya juga  ... sudah berbohong kepada Bapak saya." Air matanya jatuh dipelupuk mata Marsya. 

"Oh,  ternyata Bapakmu tidak tahu kalau kamu sudah tidak perawan. Pantas saja Bapakmu begitu percaya diri. Sama siapa kamu melakukannya? Bukankah Bapakmu bilang kamu belum pernah pacaran."

"Saya memang belum pernah pacaran, Tuan."

"Terus kamu melakukannya dengan siapa,  hah? Dengan pria hidung belang. Dengan Om-Om yang sekali pakai. Ternyata kamu sama saja dengan wanita di luaran sana. Kamu menjadi pelacur tanpa sepengetahuan Bapakmu!" Reval geleng-geleng kepala.

"Jaga mulut, Tuan! Saya bukan wanita seperti itu!" teriak Marsya. 

"Kamu berani membentakku,  sialan!" Reval bangun dari atas kasurnya kemudian memakai kimono dan menghampiri Marsya. "Kamu pikir kamu siapa, kamu berani membentakku, hah!" Reval memegang dagu Marsya. 

"Maaf ... maafkan saya,  Tuan.  Saya tidak bermaksud membentak Anda. Saya cuma tidak mau dikatakan wanita seperti itu oleh,  Tuan."

Reval melepaskan tangannya dari dagu Marsya secara kasar. "Seorang pelacur tidak menerima kalau dirinya pelacur." Reval tertawa mencibir.

"Tapi saya memang bukan pelacur. Saya bukan wanita seperti itu." Marsya menangis sambil menatap wajah Reval. 

"Sudah tidak usah menangis. Air mata kamu hanya air mata buaya. Kamu pikir dengan kamu menangis aku akan simpatik sama kamu. Jangan harap!  Kamu sama saja layaknya dengan wanita malam. Jadi jangan sok-sokan memelas dan menangis di hadapanku."

"Baik, sekarang mau, Tuan apa?  Setelah, Tuan menganggap saya sebagai pelacur! Dari awal saya memang tidak mau dijodohkan dengan,  Tuan. Bapak yang memaksa saya untuk menikah dengan, Tuan." Marsya menatap tajam wajah Reval. 

"Berengsek kamu!" Reval menarik rambut Marsya.

"Aaahh ... sakit,  Tuan. Ampun, Tuan sakit." Marsya meronta sambil menahan sakit kepalanya. 

"Aku tidak peduli kamu kesakitan atau tidak. Sana diam kamu di kamar pembantu! Mulai sekarang kamu menjadi Asisten Rumah Tangga di rumah ini. Paham kamu!" Reval mendorong Marsya setelah berada di luar kamar. "Kalau aku mengusir kamu dari rumah ini, aku yang rugi.  Walaupun aku memang sudah rugi sekarang."

Marsya hanya bisa terdiam sambil menangis. Tidak percaya bahwa Reval akan berbuat seperti ini terhadapnya, hanya karena dia sudah tidak perawan. Marsya memang telah berbohong terhadap Reval dan Pak Bowo. 

"Sudah sana berengsek! Buat apa menangis di hadapanku!" Reval bertolak pinggang sambil menatap tajam Marsya.

"Saya belum pakai baju,  Tuan. Saya, 'kan tidak mungkin ke bawah seperti ini."

"Ya, sudah sana pakai baju! Tidak pakai lama!"

"Baik,  Tuan," ucap Marsya lalu masuk ke dalam kamar. 

***

Kini Marsya sudah berada di kamar asisten rumah tangga. Dia tidak percaya akan berakhir seperti ini.  Setelah Reval menikmati tubuhnya, dengan gampangnya Reval menjadikan dirinya sebagai asisten rumah tangga. 

"Dasar lelaki! Seenaknya menikmati tubuhku. Hanya karena aku tidak perawan. Aku dicampakkan begitu saja. Dasar lelaki sialan!" Marsya merebahkan tubuhnya di atas kasur. 

***

Sementara di kamar Reval,  dia uring-uringan sendiri. "Sial, kenapa aku bisa tertipu dengan wajah polos dia.  Dasar pelacur sialan, aku sama Bapaknya sudah ditipu sama dia." Reval mengacak-acak rambutnya sendiri.

Reval lalu bergegas pergi ke lantai bawah. Dia akan pergi ke club malam. Reval ingin bersenang-senang di club malam. 

"Marsya! Marsya!" teriak Reval. 

Samar-samar terdengar oleh Marsya, Reval sedang memanggilnya. "Iya, Tuan." Marsya berlari menemui Reval di meja makan.

"Kenapa kamu lelet sekali aku panggil!" marah Reval. 

"Maaf,  Tuan." 

"Aku akan pergi ke club malam.  Ingat sebelum aku pulang ke rumah, kamu jangan tidur dulu. Kamu harus tunggu aku sampai pulang. Awas kalau kamu sampai ketiduran!" perintah Reval. 

"apa,  Tuan! Saya harus nunggu, Tuan gitu. Kalau mata saya ngantuk, bagaimana, Tuan?"

"Kamu mau membantah omonganku,  dasar pembantu sialan!" kesal Reval, "minggir sana! Pokoknya kamu tunggu aku sampai pulang." Reval mendorong Marsya sampai tubuh Marsya terdorong ke belakang lalu meninggalkan Marsya. 

Marsya hanya bisa menghela napas ketika dirinya dimaki oleh Reval dan ditinggalkan begitu saja. "Ini semua gara-gara Bapak. Aku jadi berakhir seperti ini." Marsya duduk di kursi meja makan. 

***

Marsya sedang duduk di sofa ruang tamu.  Waktu menunjukkan pukul 23.35, kedua mata Marsya sudah sangat mengantuk. Dia lalu merebahkan tubuhnya di sofa. Tidak terasa Marsya malah terlelap tidur.

Tidak lama kemudian Reval baru pulang, dengan keadaan mabuk. Dia diantar oleh asisten pribadinya.  Marsya langsung bangun karena mendengar ocehan Reval. 

"Tuan!" Marsya bangun dari tidurnya lalu menghampiri Reval. 

Marsya kemudian memapah Reval masih dibantu oleh Farhan. "Terima kasih, asisten Farhan sudah membantu Tuan Reval. Sudah sampai di sini saja, sekali lagi terima kasih, ya."

"Ya, sudah. Saya permisi dulu." Farhan meninggalkan Marsya dan Reval. 

***

Marsya sudah berada di dalam kamar Reval. Dia kemudian merebahkan Reval ke atas kasur. Marsya memang sudah terbiasa menghadapi orang mabuk. Setiap malam Bapaknya selalu pulang dalam keadaan mabuk. 

"Kenapa semua lelaki harus seperti ini. Tidak Bapak, tidak tuan Reval pada doyan mabuk." Marsya membuka sepatu Reval dan kaos kaki Reval. 

Marsya kemudian menyelimuti Reval. Namun, di saat dirinya akan beranjak dari atas kasur.  Tangan Marsya malah ditarik oleh Reval. 

"Tuan apaan sih, lepaskan!" Marsya berontak ingin melepaskan pegangan tangan Reval. 

"Jangan berontak kamu,  aku mau malam ini kamu tidur denganku. Kamu harus melayaniku."  Tubuh Marsya di peluk Reval.

"Aku tidak mau lepaskan! Tuan sedang mabuk. Lepaskan, Tuan!" Marsya meronta ingin melepaskan pelukan tangan Reval. 

Semakin Marsya ingin melepaskan pelukannya dari tangan Reval. Justru tangan Reval semakin kuat memeluk tubuh Marsya. Kini tubuh Marsya sudah berada di bawah tubuh Reval.  

"Kamu istriku, kamu harus melayaniku. Kamu jangan membantah." Reval memegang bibir Marysa lalu melumatnya dengan kasar. 

Marsya berontak, dia menggerak-gerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Sama sekali bibirnya tidak mau dicium oleh Reval. Akan tetapi, tetap saja Reval masih  menikmati bibir Marsya. 

Reval menatap tajam wajah Marsya karena dirinya tidak suka ditolak. Apalagi yang menolaknya hanyalah seorang Marsya. Seorang wanita yang hanya sebagai penebus hutang. 

"Kamu siapa berani-berani menolakku, hah!  Kamu tahu tidak, tidak ada wanita yang berani menolakku. Kamu yang sok-sokan tidak mau tidur denganku. Di luaran sana banyak wanita yang ingin tidur denganku!  Kamu yang bukan siapa-siapa berani menolak, padahal kamu tidak lebih hanyalah seorang pelacur!"

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Da Chan
Reval kejem banget het dah
goodnovel comment avatar
Weka
seh, itu si reval yak. udah mulut kayak bon cabe
goodnovel comment avatar
Pasar Buah
kejam banget suaminya, Marsya juga harusnya cerita dong kenapa jadi gak bersegel lagi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status