Sudah habis kesabaran Marsya karena dirinya terus menerus dihina oleh Reval. Akhirnya, Marsya pun mengatakan hal yang sebenarnya kepada Reval. Tak terasa air mata jatuh di pelupuk matanya.
"Kamu jangan bohong! Kamu pasti hanya membela diri saja, 'kan agar aku simpatik sama kamu," ucap Reval.
"Buat apa saya bohong. Kalau saya mau menarik simpatik orang untuk apa harus saya pendam sendiri masalah ini. Saya pendam sendiri karena saya malu dan juga ...." Marsya tidak melanjutkan kata-katanya.
"Dan juga apa?" tanya Reval penasaran.
Marsya hanya terdiam, dia sama sekali tidak mau menjawabnya.
"Marsya! Malah diam lagi kamu? Ayo, jawab! Atau kamu memang lagi berbohong karena tidak mau dikatai pelacur," bentak Reval.
"Saya tidak bohong, buat apa saya bohong!" teriak Marsya, "saya … saya sudah diancam sama orang itu. Saya tidak boleh cerita sama siapapun. Termasuk sama kedua orang tua saya. Kalau saya berani cerita, apalagi sama kedua orang tua saya. Katanya mereka akan dibunuh." Marsya menangis tersedu-sedu.
"Umur berapa kamu waktu itu?" tanya Reval.
Marsya sesaat terdiam, Marsya menarik napas dalam-dalam. Mungkin sudah saatnya bagi Marsya untuk cerita kepada seseorang. Toh, yang di hadapannya adalah suaminya sendiri.
"Enam tahun yang lalu, waktu umur saya masih tujuh belas tahun. Saya baru saja pulang sekolah. Pas saya baru pulang ke rumah, orang tua saya kebetulan tidak ada. Waktu itu saya lupa kunci pintu karena saya pikir ada orang tua saya di dalam. Tiba-tiba saja waktu saya lagi di kamar sedang berganti pakaian. Ada orang masuk ke kamar. Orang tersebut tiba-tiba saja mendobrak pintu kamar. Saya … saya ... langsung diperkosa sama orang itu." Marsya menutupi wajahnya sambil menangis karena langsung mengingat kejadian tersebut.
"Kamu masih ingat wajahnya? Ciri-cirinya ataupun apa yang membuat kamu ingat sama orang itu? Kamu kenapa malah teledor seperti itu." Reval kesal sendiri.
Marsya hanya menggelengkan kepalanya. Dia malah semakin kencang menangis. Dia terus menerus menggelengkan kepalanya sambil kedua tangan menutup wajahnya.
Marsya menangis histeris, kejadian tersebut seperti terulang kembali. Marsya serasa berada di tempat itu, suara lelaki itu terngiang di kuping Marsya. Ancaman-ancaman yang membuat Marsya ketakutan. Bahkan pisau yang ditodongkan lelaki tersebut seakan terlihat jelas.
Reval masih memperhatikan sang istri. Ada perubahan pada diri Marsya ketika Reval memperhatikan istrinya. Di mata Reval, Marsya seperti ketakutan.
"Tidak! Tidak!" Marsya menutup wajahnya sambil berteriak dan menangis histeris
"Marsya!" Reval langsung menghampiri dan memeluk Marsya. "Sudah, sudah kamu jangan ingat lagi kejadian itu. Ada aku di sini, kamu tidak usah takut." Reval memeluk Marsya.
Marsya menangis tersedu-sedu di pelukan Reval. Reval sesekali mengusap punggung Marsya dan juga kepala Marsya. Ada ketenangan dalam diri Marsya ketika dirinya dipeluk oleh Reval.
Marsya tiba-tiba memeluk Reval sangat erat. Jantung Reval tiba-tiba berdetak tidak karuan di saat Marsya memeluk erat sang suami. Reval bingung sendiri ada apa dengan dirinya. Reval pun terus menerus memeluk Marsya dan secara spontan mencium kepala sang istri.
"Sudah jangan menangis, kenapa kamu bodoh sekali. Sampai bisa diperkosa begitu."
***
Waktu sudah menunjukkan pukul 08.00. Reval tidak pergi ke kantor karena hari ini hari sabtu, jadwal Reval libur. Marsya sedang berada di kamar tamu. Dia sedang merapikan tempat tidur.
"Kenapa kamu harus membawa perempuan itu ke sini. Jangan di sini kek, setidaknya hargai istrimu. Walaupun kamu memang tidak menganggapku." Marsya bermonolog sambil memakaikan sprei.
Reval tersenyum tipis, ternyata ia sedang berada di balik pintu. Ia mendengar ocehan Marsya. Sementara Marsya tidak menyadari ada Reval di luar kamar.
"Apa dia cemburu kalau aku bawa Angel ke sini." Reval menghampiri Marsya sambil berbicara dalam hati. "Setelah beres kamu ke kamarku!"
"Baik, Tuan."
***
"Tuan, Ada yang perlu saya bantu?" tanya Marsya setelah berada di kamar Reval.
"Cariin aku baju, aku mau menjemput Angel ke rumahnya."
"Baik, Tuan." Marsya berjalan ke arah lemari.
Reval bermain ponsel sambil menunggu Marsya mengambil pakaian.
"Ini, Tuan bajunya." Marsya menyerahkan pakaian kepada Reval. "Em, Tuan boleh tidak saya ikut bersama, Tuan?"
"Ikut ke mana! Kamu mau ikut aku sama Angel?"
"Bukan, Tuan. Saya mau ketemu Ibu sama Bapak saya. Boleh ya, Tuan?" Marsya memasang wajah memelas.
Reval memperhatikan wajah Marsya dengan seksama. "Ya, sudah sana ganti baju. Jangan pakai lama!"
"Baik, Tuan. Terima kasih ya, Tuan." Marsya tersenyum senang karena Reval mengizinkannya ikut.
***
Marsya dan Reval sudah dalam perjalanan. Reval tidak memakai supir pribadi. Dia membawa kendaraannya sendiri.
"Ingat ya, setelah kamu berada di rumahmu. Kamu jangan macam-macam. Awas kalau kamu macam-macam! Kamu sudah jadi milikku. Bukan milik orang tuamu lagi, mengerti kamu!"
"Mengerti, Tuan. Sekali lagi terima kasih, Tuan sudah mau mengantar saya," ucap Marsya, "oh, iya, Tuan memangnya, Tuan mau ke mana sama model itu?" lanjut Marsya.
"Dia punya nama. Kenapa selalu menyebut dia model! Kamu lupa nama dia siapa, hah!" kesal Reval.
"Ingat, Tuan. Namanya Angel," ketus Marsya.
"Terus kenapa susah bilang Angel doang."
"Iya, maaf, Tuan."
"Kamu jangan lama-lama di rumah orang tuamu. Sebelum aku pulang kamu harus sudah pulang. Ingat itu!" perintah Reval.
"Iya, baik, Tuan," jawab Marsya.
Reval sudah berada di halaman rumah orang tua Marsya. Marsya diam sejenak melihat rumah baru orang tuanya. Tidak menyangka Reval akan memberikan rumah bagus. Walaupun tidak sebagus dan semewah rumah Reval.
"Malah bengong lagi. Ayo, turun!" Reval geleng-geleng kepala melihat Marsya.
"Baik, Tuan," ucap Marsya.
"Aku mau ikut dulu ke dalam. Aku mau bertemu orang tuamu dulu," pinta Reval lalu membuka pintu mobil.
"Tuan, 'kan mau menjemput Non Angel, nanti terlambat menjemputnya," kata Marsya setelah berada di luar mobil.
"Sok tahu kamu. Tidak usah larang-larang aku. Sudah ayo, kita masuk." Reval memegang tangan Marsya.
Sontak saja Marsya kaget karena tangannya tiba-tiba dipegang oleh Reval.
"Kenapa tidak ada orang tuamu. Tapi pintu malah terbuka." Reval dan Marsya masuk ke rumah.
"Iya, Tuan saya juga tidak tahu," ucap Marsya.
Reval melirik ke arah Marsya. Dia baru menyadari kalau tangannya sedang memegang tangan Marsya. Reval langsung melepaskannya secara kasar. Marsya hanya bisa menghela napas ketika Reval melepaskan tangannya.
Marsya dan Reval berada di ruang tamu. "Ibu, Ibu," panggil Marsya.
Namun, tidak ada jawaban dari sang bunda.
"Kita ke sana saja." Reval mengajak ke arah belakang.
"Sudahlah, Bu. Ngapain kangen-kangen segala sama si Marsya. Toh, dia sudah enak hidupnya. Yang penting kita dapat duit. Sok-sokan kangen, mending dia anak kita. Dia bukan anak kita ini, sudah biarkan saja."
Ketika Marsya sudah sampai di rumah baru orang tuanya. Marsya tidak sengaja mendengar pembicaraan pak Bowo dan Bu Tasya. Dia tidak percaya dengan apa yang sudah didengarnya.Marsya seakan hilang keseimbangan di saat dia mendengar ucapan pak Bowo. Untung saja Reval langsung sigap memegang badan Marsya. Reval menatap wajah Marsya dengan penuh kasihan.Marsya menutup mulut dengan tangan kanannya. Tidak terasa air mata jatuh di pelupuk mata Marsya. Bibir Marsya seakan kelu dan dia menggelengkan kepalanya beberapa kali."Sudah jangan ditangisin. Ayo, kita keluar," bisik Reval. "Tapi …." Marsya meneteskan air matanya."Sudah, ayo!" Reval memegang tangan Marsya lalu membawanya keluar.Marsya melonjak kaget. Akan tetapi, Marsya tetap mengikuti sang suami berjalan. Tangan Marsya dipegang erat oleh Reval. Sang istri menangis sambil berjalan mengikuti sang suami. "Sudah jangan menangis, buat apa kamu tangisin mereka." Marsya hanya mengangguk lalu menghapus air matanya. Dia kemudian melihat R
"Apa!" kamu jangan mengada-ada, Reval. Sejak kapan kamu bisa akting?" "Terserah kamu mau percaya atau tidak. Yang jelas Marsya memang istriku." "Kamu sedang mabuk, 'kan? Tidak, pokoknya aku tidak percaya kalau dia adalah istrimu. Sejak kapan kamu menikah? Kalau kamu sudah menikah sama dia. Kemarin malam buat apa kamu tidur denganku, kita sudah bercinta dan kamu sendiri yang bilang kalau dia adalah pembantu." "Iya, kemarin adalah kesalahanku. Aku sedang marah sama dia. Makanya aku berbuat begitu sama kamu dan ingat kita tidak bercinta malam itu!" Reval menunjuk wajah Angel. "Jadi aku hanya pelampiasanmu saja. Tetap saja kamu sudah menikmati tubuhku! Aku tidak terima pembantu ini istrimu!" Angel menatap tajam wajah Marsya. "Pergi kamu. Ayo, pergi!" Reval menarik tangan Angel. "Tidak, aku tidak mau! Aku cinta sama kamu, Reval. Aku mohon jangan usir aku." Angel mengangkat kedua tangannya memohon. Reval malah menyunggingkan se
Angel merasa geram kepada Reval dan juga Marsya. Bisa-bisanya mereka jalan bersama. Reval yang seharusnya menjemput dirinya, mereka malah pulang berduaan."Aku akan buat perhitungan dengan kalian. Apalagi kamu Marsya. Ingat, Marsya kamu sudah dibilang pembantu sama Reval. Reval milikku, milikku selamanya!" Angel melempar parfum dan yang lainnya yang ada di atas meja rias.***Marsya sedang berada di kamar Reval. Dia tiduran di atas sofa sambil melihat-lihat galeri ibunya di ponsel. Dia menatap wajah sang bunda sambil tersenyum.Marsya begitu rindu dengan ibunya. Walaupun Marsya sudah tahu kalau Bu Tasya bukanlah orang tuanya. Akan tetapi, tetaplah Bu Tasya telah merawat Marsya.Akhirnya, Marsya menghubungi Bu Tasya melalui ponselnya. "Hallo, Bu." Mata Marsya berkaca-kaca."Marsya! Ya, ampun Marsya ibu kangen sama kamu," jawab bu Tasya di balik ponsel."Iya, Bu. Marsya juga kangen sama, Ibu. Ibu baik-baik saja,
Ketika Angel sedang marah dan menjambak rambut Marsya. Reval telah pulang dari perusahaan. Dia merasa geram terhadap Angel karena Angel malah menjambak rambut sang istri."Reval! Kamu sudah pulang?" Angel langsung melepaskan rambut Marsya."Pergi kamu! Ngapain kamu datang ke rumahku lagi, hah? Tidak tahu diri, belum jelas aku bilang apa sama kamu. Kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi, Angel." Reval menatap tajam wajah Angel.Sementara Marsya hanya terdiam dan menunduk."Reval please, aku mau balik lagi sama kamu, Sayang. Aku cinta kamu, aku tidak mau kehilangan kamu." Angel mengangkat kedua tangannya memohon.Reval menyunggingkan senyumnya. Ia kemudian berjalan ke arah Angel yang sedang duduk di sofa bersama Marsya. Reval sama sekali sudah tidak punya perasaan apa-apa lagi kepada Angel."Ayo, pulang kamu! Aku sudah menikah. Jadi kamu tidak usah menggangguku lagi. Paham kamu!" Reval menarik tangan Angel."Aku tidak mau. Lepaskan
Reval menatap tajam wajah sang istri yang sedang berada di bawah tubuhnya. Jantung Marsya seakan mau copot karena ditatap sebegitunya oleh sang suami. Tatapan yang membuat semua para wanita dimabuk kepayang. "Kenapa? Kamu terpesona melihat ketampananku? Asal kamu tahu semua wanita menginginkanku. Mereka berharap ingin bercinta denganku. Jadi kamu adalah wanita paling beruntung karena bisa bercinta denganku dan menjadi istriku." Reval mendekatkan wajahnya ke arah Marsya. Reval menciumi bibir Marsya. Marsya merasakan ciuman tersebut. Ciuman malam ini sangat berbeda dirasakan oleh sang istri. Reval mencium bibir Marsya dengan begitu lembut. Marsya secara refleks membalas ciuman Reval. Sang suami begitu senang di saat sang istri membalas ciumannya. Akhirnya, mereka pun bercinta dengan begitu panas. Tidak bisa dipungkiri Marsya sangat menikmatinya. Sentuhan-sentuhan dan ciuman lembut Reval membuat Marsya tidak berdaya. "Ada
Akhirnya, Marsya sudah tidak bisa menahannya. Niat hati tidak ingin mengatakan hal itu. Namun, perkataan Pak Bowo membuat Marsya geram. "Marsya kamu bicara apa? Kamu anak Ibu dan Bapak. Kamu jangan berkata seperti itu." Bu Tasya memeluk Marsya. "Ke mana orang tua Marsya, Bu? Kenapa Marsya bisa sama, Ibu dan Bapak?" Marsya memeluk erat Bu Tasya sambil menangis tersedu-sedu. Pak Bowo sama sekali tidak merasa simpatik kepada Marsya. "Sudah-sudah ngapain kalian pada menangis. Tidak penting, cuma masalah anak kandung atau bukan. Tahu dari mana kamu, kalau Bapak sama Ibu bukan orang tua kandungmu?" tanya Pak Bowo. Bu Tasya melepaskan pelukan Marsya. Dia lalu mengusap pipi Marsya yang sudah basah oleh air mata. Bu Tasya tidak habis pikir dengan kelakuan suaminya. "Bapak tidak perlu tahu! Toh, itu tidak penting, 'kan buat, Bapak. Marsya benci sama, Bapak. Bapak jahat!" Marsya berlari meninggalkan Pak Bowo dan Bu Tasya. "Mau ke mana kamu,
Ketika Marsya dan Reval sedang makan di cafe. Tiba-tiba saja Angel menghampiri mereka. Yang membuat geram Reval dan Marsya bisa-bisanya Angel mencium pipi Reval.Reval tidak bisa menghindar karena kedatangan Angel begitu sangat tiba-tiba. Begitu pun dengan ciuman Angel kepada pipi Reval. Dada Reval kembang kempis karena ulah Angel yang menurutnya sangat menyebalkan."Kamu apa-apaan sih, Angel, sembarangan saja kamu melakukan hal ini. Minggir sana!" Reval menatap tajam Angel sambil mendorong tubuh Angel.Angel menyunggingkan senyumnya. "Kenapa kamu marah-marah sih, Sayang. Aku kangen lho, sama kamu," ucap Angel masih merasa tidak bersalah, "kamu bawa pembantu kamu buat makan di sini?" Angel menatap sinis Marsya sambil berdiri."Kamu jangan sembarangan bicara, Angel!" bentak Reval."Maksud kamu, Reval? Memang kenyataannya kaya begitu, 'kan. Dia itu pembantu di rumahmu. Kamu sendiri, 'kan yang bilang sama aku kalau dia pembantu." Angel menunjuk
Di saat Reval masuk kamar. Ternyata Marsya sudah berada di atas kasur dan sedang menangis. Reval semakin merasa bersalah terhadap Marsya."Marsya, maafkan aku, ya. Aku sebenarnya tadi mau mengejarmu, tapi Angel malah menghalangiku. Maafkan aku, ya. Sudah kamu jangan menangis lagi. Kamu tidak marah, 'kan sama aku?" Reval duduk di tepi kasur lalu mengusap pipi Marsya.Marsya hanya diam saja sambil menatap wajah Reval."Kenapa kamu diam saja. Aku, 'kan sudah minta maaf.""Buat apa, Tuan minta maaf? Memangnya, Tuan salah apa sama saya?" tanya Marsya."Ya ... karena aku tidak bisa mengejarmu. Kamu jadi pulang sendiri, terus Angel juga malah mendekatiku dan ... dia juga bilang kalau kamu pembantuku. Kamu jangan marah, ya.""Siapa yang marah. Saya cuma ...." Marsya tidak melanjutkan kata-katanya. "Saya memang pembantu di sini. Pernikahan kita hanya terpaksa. Tuan pun memang menganggap saya pembantu. Nona Angel tidak salah mengatak