Begitu mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Alice, Prims meraba rambut adik tirinya itu. Sebagai sebuah pembelaan agar dirinya tidak mati di sini karena Alice bisa saja menggila, Prims menarik rambut Alice jauh lebih kuat daripada yang gadis itu lakukan.“PRIMROSE!” jeritnya saat Prims berhasil membalik keadaan dan membuatnya merasakan sesakit inilah yang dia lakukan.Beberapa petugas keamanan datang disertai dengan pengunjung restoran yang penasaran apa yang terjadi di luar.Prims melepas Alice, ia berdiri lebih dulu sedangkan gadis berambut cokelat gelap itu masih berada di lantai.“Dia gila!” teriak Alice lengkap dengan jari telunjuknya yang mengarah pada Prims. “Dia menarik rambutku seperti orang gila!” lanjutnya dengan menyentuh rambut yang nyaris terkelupas dari kulit kepalanya.Pengunjung yang berdiri di sekitar mereka terkesiap mendengarnya. Mereka pasti terpengaruh dengan yang disampaikan oleh Alice bahwa Prims sudah gila karena melakukan penyerangan.Termasuk di sana
“Astaga, kamu membuat kakiku rasanya berubah menjadi jelly,” ucap Prims setelah ia meneguk minuman dari dalam gelas berkaki yang ia raih dengan sedikit gemetar.Arley yang mendengarnya hanya tertawa sebelum mengatakan, “Kemarikan tanganmu, Primrose!” pintanya yang sesaat kemudian dikabulkan oleh Prims dengan memberikan tangan kanannya.Jemari mereka segera saja saling bersentuhan, Arley menyambutnya lalu memasangkan cincin yang cantik itu di jari manisnya.Prims mengamati cincin yang kini tersemat di sana, terlihat sangat manis, persis dengan senyum pria yang memberikan cincin itu untuknya.“Terima kasih,” ucap Prims kemudian memandang Arley yang mengangguk tak keberatan. “Ini sangat cantik.”“Hal-hal yang cantik memang cocok untuk kamu.”Prims menyentuh pipinya yang menghangat dengan menggunakan punggung tangannya, bisa terbakar jika Arley terus saja melakukan hal seperti ini.Tapi untungnya, mereka mengambil jeda berbicara saat makanan utama datang. Rasanya sangat nikmat, Prims piki
Hangat, dekapan tangan Arley yang melingkar di pinggangnya terasa selalu hangat. Melewati satu malam yang manis, pagi ini Prims bisa melihat wajahnya yang tampak damai saat terpejam.Di sebelah kirinya, hidung Arley yang tinggi hampir saja bersentuhan saat Prims memandang ia yang tidur miring menghadapnya.Ia masih terlelap, sedangkan Prims baru saja bangun dan tersenyum melihat bagaimana otot bisep yang seolah tak ingin melepaskannya.Prims memberanikan diri untuk mendekat dan mengecup bibirnya, mumpung orangnya belum bangun, Prims bisa sesekali melakukan ini.Ia tersenyum, wajahnya memanas mengenang apa yang mereka lakukan semalam. Benar ... itu adalah mengulang malam manis seperti yang mereka lakukan sebelumnya. Wangi Arley masih tertinggal di leher dan seluruh tubuhnya, meraba dirinya yang tidak terlindung dalam seutas benang di bawah selimut yang menutupi mereka, Prims sekali lagi dibuat berdebar-debar. Ia masih belum mengakui bahwa semua ini adalah sebuah kenyataan.Rasanya ter
“Alice, Pak Will?” ulangi Prims dengan segera memandang ke depan.“Benar, Nona Primrose,” jawab Will seraya menunjuk pada seorang perempuan yang datang dari arah kanan mereka menyeberang jalan dengan setengah berlari.“Dia kenapa?” tanya Prims dengan alis yang berkerut, pertanyaan yang sama yang disampaikan oleh Arley sehingga terdengar bersamaan bagi Will.“Bukankah itu gaun yang dia pakai tadi malam?” tanya Prims kemudian menoleh pada Arley yang mengangguk membenarkannya.“Iya.”“Kenapa dia berlari seperti itu?”“Tidak tahu. Biarkan saja. Mungkin dia ada urusan yang pelik dengan partner kencannya?” tanya Arley balik sembari menunjuk pada seorang pria yang berdiri di tepi jalan dan memandang kepergian Alice dengan raut yang sedikit marah.Dugaan yang disampaikan oleh Arley membuat Prims membenarkannya, “Benar juga ya?”“Jangan hiraukan dia,” ucap Arley setelah Will mengemudikan mobilnya melewati persimpangan jalan, “Apa yang ingin kamu katakan?” lanjutnya.Prims memandang Arley, mera
Tidak ada yang bisa mendengar apa yang disampaikan oleh Arley selain Prims, tetapi kerlingan mata dari Jayden terlihat tidak biasa, yang menandakan bahwa sepertinya Arley juga melakukan hal seperti ini kepada wanita untuk pertama kalinya.Prims berdeham, tidak lagi menyentuh tangan berotot milik Arey melainkan meremas jemarinya sendiri. Kegugupannya terlihat jelas oleh Arley karena kedua pipi Prims terlihat memerah.Bukan hanya pipi melainkan juga kedua telinganya.Beberapa lama kemudian barulah pertemuan bersama dengan Giorgino berakhir. Tentu saja itu telah dilengkapi oleh perbincangan tentang Prims yang seorang Rosefiore.Pria itu meminta tanda tangan Prims yang ia katakan akan ia berikan pada istrinya yang juga seorang penggemar.Keluar dari ruang pertemuan dan mengantar Giorgino hingga ke pintu lift yang terbuka, sedetik kemudian Jayden menoleh pada Arley seraya bertanya, “Apakah Pak Arley dan Nona Primrose akan pulang sekarang?”“Tidak, Jay. Kami akan menginap di sini,” jawab Ar
Ternyata peringatan ‘jantung lemah’ yang dikatakan oleh Prims tidak berhasil untuk Arley karena prianya itu malah sengaja membuat Prims salah tingkah semakin banyak.Mau menolak pun, Prims tidak bisa melakukannya sebab ia tak menemukan alasan untuknya menolak Arley. Sehingga yang terjadi adalah kedua tangan kecilnya melingkar di leher Arley. Turut menikmati debaran yang buncah dari dalam heningnya aktivitas mereka meski bibir memagut tanpa memberikan jeda.Ini tak akan berakhir, mereka pasti tanggelam di dalam buaian rasa yang mengambil alih jika tidak ada suara bel dari pintu kamar hotel.Prims menarik wajahnya, tetapi Arley masih mengejarnya. Sesaat Prims berpikir bahwa prianya itu seperti akan memakan habis bibirnya karena gigitannya meninggalkan bekas dan membuat bagian bawahnya terasa bengkak.“A-ada orang di luar,” ucap Prims dengan menahan dada Arley menggunakan kedua tangan kecilnya sekuat tenaga. Mencegah prianya itu menghabisi jarak sekali lagi karena ada seseorang di luar.
“Tidak mau ah, nanti saja,” jawab Prims dengan mengedipkan matanya sebanyak beberapa kali. Dia harap Arley akan mengerti.“Kenapa tidak mau sekarang?” tanya prianya itu sembari menunduk dan memberi kecupan di pipinya, merengkuh pinggangnya semakin erat.“Kalau sekarang anda akan meminta hal yang lainnya, Tuan Arley.”“Tuan Arley ....” ulanginya dengan mata menyipit yang tampak kesal.“Aku tak suka kamu memanggilku seperti itu. “Bukankah aku sudah bilang kalau sekarang aku lebih suka mendengar kamu memanggilku sebagai ‘sayangku?’”Prims tertawa mendengar itu. Manis sekali. Semakin lama Prims mendengar apa-apa saja yang dikatakan oleh Arley, rasanya semakin bertambah manis.“Baiklah, Sayangku ....”Untuk pertama kalinya, dari dekat Prims bisa menyaksikan wajah salah tingkahnya. Padahal dia adalah pria dewasa yang harusnya tak perlu merasa salah tingkah akan hal-hal seperti ini, atau sapaan yang sebenarnya terdengar biasa-biasa saja.Tetapi semua itu tidak berlaku bagi Arley karena Prims
“Selamat siang,” sapa Arley sembari menundukkan kepalanya. Hal yang sama dilakukan oleh Prims. Wanita bergaun hitam dengan tas tentang yang terlihat glamor itu memindai mereka bergantian seraya menganggukkan kepalanya, “Selamat siang,” jawabnya lebih dulu. “Kalian di sini?” “Iya, Mama. Apa yang Mama lakukan di sini?” tanya Arley dengan tangannya yang tetap menggandeng Prims.“Hanya ... akan bertemu dengan teman. Ada acara makan siang.”Prims hanya mendengarnya tanpa sanggup memandang Katie. Pandangannya tertunduk menghindari kontak mata. Menjaga diri dari hinaan yang sewaktu-waktu bisa menghujaninya, mengingat perlakuan Katie yang selama ini tak pernah menyukainya.“Selamat menikmati kegiatan kalau begitu,” ujar Arley dengan sedikit menarik Prims, agar mereka sedikit menyisih sekiranya Katie akan lewat.“Kalian sedang apa di sini? Liburan?”Prims tidak menduga jika Katie ingin tahu apa yang mereka lakukan, padahal wajahnya tadi terlihat ketus, tetapi nada bicaranya sangat jauh deng