“Ya.. Bram telah ditunangkan dengan seorang nona dari keluarga kaya. Apa kau tidak tau itu?” Ardiya memandang Aruna dengan prihatin. Melihat Aruna terdiam, Ardiya melanjutkan. “See? Bahkan dia tidak bicara jujur tentang itu. Tuan Besar Dananjaya --ah maksudku, kakekku itu bahkan telah mengatur acara lamaran di minggu depan.” “A-apa?” Terasa ada yang menusuk hati Aruna. Tak dipungkiri, ia merasakan rasa sakit itu. “Runaa…” Ardiya terdengar merajuk. Ia setengah memutar tubuh agar bisa menghadap Aruna yang duduk di balik kemudi. “Tolong dengarkan aku… tinggalkan dia…” “Aku.. aku akan bicara padanya nanti,” jawab Aruna ragu. Ya, ia sendiri tidak yakin dengan kalimat yang ia ucapkan itu. Setelah dirinya dipanggil Sang Tuan Besar tadi siang, lalu mendengar berita acara lamaran Brahmana pada nona dari keluarga kaya, rasanya lebih dari cukup untuk membuat dirinya lemas tak berdaya. “Diya--” “Tolong,” sela Ardiya memohon. “Kau adalah temanku yang aku anggap paling dekat. Aku tidak ingin
BRAK! Fathan terlonjak kaget. “Tuan? Ada apa?” Ia bertanya pada Brahmana yang menggebrak meja tiba-tiba. Bukannya menjawab, Brahmana langsung berdiri dari kursi kebesarannya. “Reschedule meeting dengan delegasi Korea!” ujarnya sembari melalui Fathan. “Tapi Tuan--” “Lakukan saja perintah saya!” bentak Brahmana membuat Fathan terhenyak. “Ba-baik Tuan.” Ia ikut berbalik dan mengekori sang Bos Besar yang melangkah gusar. Brahmana memang tidak berlari. Namun langkah lebar dan cepatnya, menyatakan betapa CEO Dananjaya Group itu tergesa. Fathan jelas yakin, sesuatu pasti terjadi. Dan itu adalah tentang Aruna. “Cari dan lakukan apapun untuk mengetahui lokasi Aruna sekarang. Lakukan juga pengecekan rekaman semua CCTV di jalan dimulai dari tempat saya.” Brahmana mengeluarkan perintah. Intuisi Fathan memang benar. Ia pun segera mengangguk cepat. “Baik Tuan.” Brahmana masuk ke dalam lift khusus setelah Fathan menekan tombol buka. “Fathan.” Ia berbalik. Tatapannya terhunus kuat pada sa
Bentley Mulsanne milik Brahmana itu berhenti di tepi jalan satu daerah di pinggiran kota. Brahmana sengaja membawa Aruna ke suatu tempat untuk mereka menenangkan diri dan bicara. Ia bukan tipe pria yang senang menunda penyelesaian masalah. Terutama ketika hati dan pikiran Brahmana menjadi berantakan karenanya. Mereka saling berdiam untuk beberapa saat, meski mobil itu telah berhenti beberapa menit lalu. “Apa kau tidak ingin mengatakan sesuatu?” Brahmana membuka percakapan. Suaranya terdengar lebih berat dari biasanya. Aruna tahu, Brahmana tengah menahan sesuatu dalam dirinya. Namun ia bungkam, dengan jemarinya yang saling meremas. Ia bukan gelisah karena merasa bersalah. Ia juga memiliki amarah yang menyala dalam dadanya, karena Brahmana tidak mengatakan apapun tentang rencana lamaran itu. Bagaimana dengan dirinya? Apakah Brahmana hanya bermain-main saja dengannya, sebelum ia menikahi wanita dari keluarga kaya itu? “Runa…” Brahmana memalingkan wajahnya pada Aruna. “Kau sen
Dear GoodReaders... Author sampaikan permohonan maaf pada teman-teman Good Readers, karena satu dan hal lainnya, author pada hari Sabtu ini absen upload. Mohon bersabar, karena Author akan menggantinya di esok hari di jam sama ya.. Sambil menunggu, GoodReaders bisa membuka buku Author lainnya yang berjudul Istri Ku Sang Ratu Bumi. Teman-teman bisa klik di kolom pencarian dengan menggunakan judul tersebut, atau klik profil Author (Tentang Penulis) lalu klik judul bukunya. Kenali Aliya dan Einhard juga kedua sobat-sobat ganteng-nya dan ikuti juga kisah romance, persahabatan serta petualangan mereka berdua yang ngga kalah seru dari Aruna dan Agha-nya. Thanks to all GoodReaders, dan... Terima kasih atas pengertian kalian semua yaa... ^.^
“Kamu ini kenapa?” Joe melempar jaket lalu mengambil kotak P3K dan menghampiri Ardiya yang duduk bersandar di sofa.“Apa yang terjadi, sampai bibirmu terluka gini? Kau benar-benar mabuk, kali ini?” Joe berdecak kesal. “That was afternoon, Dude! Bisa-bisanya kamu mabuk sore-sore gitu!”“Sudah, biar aku sendiri saja,” tolak Ardiya tatkala tangan Joe hendak mengulurkan antiseptik pada sudut bibir Ardiya.“Kamu lepasin pengunjung yang nekad mukul kamu ini?” Kening Joe berkerut. “Sangat bukan Kevin sekali.”Bukan tanpa alasan Joe berkata demikian.Ia mengenal dengan cukup baik seorang Kevin Ardi Dananjaya.Pria yang tumbuh dengan dimanjakan kedua orangtuanya --Harsa dan Melissa-- dan dengan dibekali fasilitas kemewahan yang seolah tanpa batas itu, bukanlah seorang pria yang akan melepaskan begitu saja siapapun yang menentang atau menyinggungnya.Apalagi sampai menyakit
“Kau tidak perlu membelikanku ini, Agha…” keluh Aruna sambil memandangi ponsel keluaran terbaru yang ia tahu berharga dua digit. “Kau sudah banyak membelikanku barang-barang. Aku bisa membeli yang biasa saja dengan uangku sendiri.” Brahmana hanya tersenyum menanggapi keluhan dari Aruna itu. Tangannya masih sibuk membolak-balik beberapa dokumen. Mereka berdua kini berada dalam mobil Brahmana untuk menjemput Maira di sekolahnya. Entah mengapa Brahmana bersikeras mengirim supir untuk menjemput Aruna di kediamannya, lalu kembali ke kantor dan mereka bersama-sama menuju sekolah Maira. “Kau terlihat sibuk.” Aruna memperhatikan Brahmana yang tengah berkutat dengan beberapa berkas di tangannya. “Ya, sedikit,” jawab Brahmana cukup singkat. “Kalau memang sibuk, lalu mengapa kau maksa ikut jemput Mai? Bukannya lebih baik kau fokus saja selesaikan dulu pekerjaanmu?” Aruna berdecak. “Mengapa sampai repot-repot memutar seperti ini?” Fathan yang mengambil peran sebagai supir di depan, memas
Langkah tungkai panjang Brahmana menghantarnya tiba di mansion milik Dananjaya tua.Hari itu Brahmana menerima panggilan dari sang kakek melalui asistennya. Kebetulan sekali, Brahmana pun ingin menyampaikan beberapa hal pada sang kakek.Langkahnya kemudian berhenti di depan dua daun pintu besar ruang kerja milik sang kakek.Pintu terbuka setelah Brahmana mengetuk.“Kalian boleh keluar.” Brahmana berujar pada dua pelayan yang berdiri di dekat pintu setelah ia masuk ke dalam ruang kerja tersebut.Kedua pelayan itu melirik pada asisten Dananjaya yang berdiri dekat meja kerja besar sang penguasa Dananjaya Group.Nuh --asisten Dananjaya Tua itu mengangguk.Kedua pelayan tersebut lalu membungkukkan badan pada Brahmana dan bergegas keluar dan menutup pintu perlahan.Brahmana memutar tubuh menghadap meja besar di ujung ruangan luas itu.Telah tampak di matanya, Dananjaya Tua yang duduk di kursi kebesaran miliknya den
Mobil yang membawa Brahmana, tiba di hotel bintang lima milik keluarga Robert.Fathan yang menemani Brahmana saat ini, turun mendahului Brahmana. Seorang laki-laki berseragam menghampiri mobil yang dikendarai CEO Dananjaya Group itu dan membukakan pintu sembari setengah membungkuk.Brahmana keluar dengan langkah mantap lalu berjalan masuk lalu mengikuti karpet merah tebal dari lobby menuju ke lift dengan didampingi Fathan dan dua orang bodyguard. Tidak lama setelah rombongan itu masuk dalam lift, Brahmana memiringkan kepalanya ke kanan, di mana Fathan berdiri satu langkah di belakang dirinya.Menerima kode itu, Fathan melangkah maju.“Sudah kamu pastikan semua siap?” tanya Brahmana pada Fathan.“Sudah Tuan.”Brahmana mengangguk. Lalu pandangannya kembali ke depan.Pintu lift terbuka, langsung menampilkan seseorang berseragam lainnya yang telah menunggu.Orang itu langsung merentangkan tanga