Dear GoodReaders... Author sampaikan permohonan maaf pada teman-teman Good Readers, karena satu dan hal lainnya, author pada hari Sabtu ini absen upload. Mohon bersabar, karena Author akan menggantinya di esok hari di jam sama ya.. Sambil menunggu, GoodReaders bisa membuka buku Author lainnya yang berjudul Istri Ku Sang Ratu Bumi. Teman-teman bisa klik di kolom pencarian dengan menggunakan judul tersebut, atau klik profil Author (Tentang Penulis) lalu klik judul bukunya. Kenali Aliya dan Einhard juga kedua sobat-sobat ganteng-nya dan ikuti juga kisah romance, persahabatan serta petualangan mereka berdua yang ngga kalah seru dari Aruna dan Agha-nya. Thanks to all GoodReaders, dan... Terima kasih atas pengertian kalian semua yaa... ^.^
“Kamu ini kenapa?” Joe melempar jaket lalu mengambil kotak P3K dan menghampiri Ardiya yang duduk bersandar di sofa.“Apa yang terjadi, sampai bibirmu terluka gini? Kau benar-benar mabuk, kali ini?” Joe berdecak kesal. “That was afternoon, Dude! Bisa-bisanya kamu mabuk sore-sore gitu!”“Sudah, biar aku sendiri saja,” tolak Ardiya tatkala tangan Joe hendak mengulurkan antiseptik pada sudut bibir Ardiya.“Kamu lepasin pengunjung yang nekad mukul kamu ini?” Kening Joe berkerut. “Sangat bukan Kevin sekali.”Bukan tanpa alasan Joe berkata demikian.Ia mengenal dengan cukup baik seorang Kevin Ardi Dananjaya.Pria yang tumbuh dengan dimanjakan kedua orangtuanya --Harsa dan Melissa-- dan dengan dibekali fasilitas kemewahan yang seolah tanpa batas itu, bukanlah seorang pria yang akan melepaskan begitu saja siapapun yang menentang atau menyinggungnya.Apalagi sampai menyakit
“Kau tidak perlu membelikanku ini, Agha…” keluh Aruna sambil memandangi ponsel keluaran terbaru yang ia tahu berharga dua digit. “Kau sudah banyak membelikanku barang-barang. Aku bisa membeli yang biasa saja dengan uangku sendiri.” Brahmana hanya tersenyum menanggapi keluhan dari Aruna itu. Tangannya masih sibuk membolak-balik beberapa dokumen. Mereka berdua kini berada dalam mobil Brahmana untuk menjemput Maira di sekolahnya. Entah mengapa Brahmana bersikeras mengirim supir untuk menjemput Aruna di kediamannya, lalu kembali ke kantor dan mereka bersama-sama menuju sekolah Maira. “Kau terlihat sibuk.” Aruna memperhatikan Brahmana yang tengah berkutat dengan beberapa berkas di tangannya. “Ya, sedikit,” jawab Brahmana cukup singkat. “Kalau memang sibuk, lalu mengapa kau maksa ikut jemput Mai? Bukannya lebih baik kau fokus saja selesaikan dulu pekerjaanmu?” Aruna berdecak. “Mengapa sampai repot-repot memutar seperti ini?” Fathan yang mengambil peran sebagai supir di depan, memas
Langkah tungkai panjang Brahmana menghantarnya tiba di mansion milik Dananjaya tua.Hari itu Brahmana menerima panggilan dari sang kakek melalui asistennya. Kebetulan sekali, Brahmana pun ingin menyampaikan beberapa hal pada sang kakek.Langkahnya kemudian berhenti di depan dua daun pintu besar ruang kerja milik sang kakek.Pintu terbuka setelah Brahmana mengetuk.“Kalian boleh keluar.” Brahmana berujar pada dua pelayan yang berdiri di dekat pintu setelah ia masuk ke dalam ruang kerja tersebut.Kedua pelayan itu melirik pada asisten Dananjaya yang berdiri dekat meja kerja besar sang penguasa Dananjaya Group.Nuh --asisten Dananjaya Tua itu mengangguk.Kedua pelayan tersebut lalu membungkukkan badan pada Brahmana dan bergegas keluar dan menutup pintu perlahan.Brahmana memutar tubuh menghadap meja besar di ujung ruangan luas itu.Telah tampak di matanya, Dananjaya Tua yang duduk di kursi kebesaran miliknya den
Mobil yang membawa Brahmana, tiba di hotel bintang lima milik keluarga Robert.Fathan yang menemani Brahmana saat ini, turun mendahului Brahmana. Seorang laki-laki berseragam menghampiri mobil yang dikendarai CEO Dananjaya Group itu dan membukakan pintu sembari setengah membungkuk.Brahmana keluar dengan langkah mantap lalu berjalan masuk lalu mengikuti karpet merah tebal dari lobby menuju ke lift dengan didampingi Fathan dan dua orang bodyguard. Tidak lama setelah rombongan itu masuk dalam lift, Brahmana memiringkan kepalanya ke kanan, di mana Fathan berdiri satu langkah di belakang dirinya.Menerima kode itu, Fathan melangkah maju.“Sudah kamu pastikan semua siap?” tanya Brahmana pada Fathan.“Sudah Tuan.”Brahmana mengangguk. Lalu pandangannya kembali ke depan.Pintu lift terbuka, langsung menampilkan seseorang berseragam lainnya yang telah menunggu.Orang itu langsung merentangkan tanga
Melissa tertawa tanpa henti sepanjang perjalanan pulang menuju rumahnya. Sang suami --Harsa, menatap risih pada istrinya itu. “Diamlah, kau berisik sekali,” sungut Harsa mengomentari tingkah istrinya. “Kau yang diam. Apa kau tidak bisa lihat suasana hatiku yang sangat senang?” Melissa mendelik pada Harsa. “Kamu menertawakan sesuatu yang sesungguhnya tidak lucu,” protes Harsa. Ia membuang muka ke arah jendela mobil yang dikendarai seorang supir. “Apa kamu benar-benar polos?” Melissa menggelengkan kepalanya. “Tidakkah kamu lihat satu kesempatan bagus terhadap kejadian tadi?” “Kesempatan bagus apa? Bagaimana bisa acara pertunangan yang gagal disebut bagus?” Melissa berdecak jengkel. “Cucu tersayang ayah telah melakukan hal yang membuat malu ayah.” “Menurutku itu tidak terlalu membuat malu. Apa kamu tidak lihat muka serakah Robert tadi? Jelas-jelas dia sendiri senang dan dia juga yang membatalkan pertunangan dan memilih menerima tawaran kerjasama dari Bram!” dengkus Harsa. Melissa
“Kat!”Seruan suara seorang wanita tidak lantas membuat pemilik nama itu menoleh.Wanita cantik yang mengenakan dress tanpa lengan itu tetap asyik menatap gelas berkaki di tangan, sambil menggoyangkannya perlahan.“Hey Kat!” Dini menggoyangkan tangannya ke depan wajah Katrina.“Apa sih!” gerutu Katrina malas.“Kok ngelamun gitu?” Dini lalu mengambil tempat duduk di samping Katrina, begitu juga dengan Bella yang datang bersama Dini.Bella duduk di hadapan Katrina dan Dini.“Gue kagak ngelamun.” Katrina meneguk cairan kekuningan di dalam gelas berkaki itu.Dini dan Bella saling melempar tatap.“Eh iya, jadi kapan acara pertunanganmu dengan CEO DG itu?” Bella bertanya antusias.“Iya, bener Kat. Kemaren kan pertemuan keluarga kamu dan keluarga Dananjaya. Jadi gimana? Ceritain dong!” Tak kalah semangat, Dini pun melempar tanya.P
Bangunan bergaya klasik terpampang di hadapan Aruna. Wanita muda itu kemudian melirik pria bertubuh tinggi dan atletis yang berdiri di samping kirinya. “Kau melemparku ke salon selama berjam-jam dan membelikan serta memintaku memakai gaun ini, hanya untuk makan?” cetus Aruna dengan alis menurun. Pria tampan itu memiringkan kepalanya. “Ya,” ucapnya singkat. “Restoran ini berkonsep fine-dining.” “Aku tahu apa itu fine dining. Aku hanya gak nyangka harus mengorbankan waktu sebanyak itu untuk makan.” Aruna menggelengkan kepalanya. “Kau tidak suka makan di tempat seperti ini?” Brahmana melirik Aruna. “Bukan itu,” cetus si wanita. “Waktu kita itu, akan lebih berharga jika kita habiskan berdua. Rasanya kesal, berjam-jam aku membuangnya di salon…” Tangan kanan Brahmana meraih tangan Aruna dan menyisipkan jemarinya di setiap sela jemari wanita muda yang telah berdandan rapi itu. “Kau merindukanku?” “Waktu denganmu sangat berharga, Agha…” Aruna membalas remasan jemari Brahmana saat meng