"Menjadi ibu pengganti Bella? Tapi Pak, aku ke sini bekerja untuk jadi pembantu," Jihan bersikukuh pada pendiriannya.
Darren menyeringai. "Siapa yang mengatakannya? Kalau aku butuh pembantu.""Bude-ku, pemilik Daycare," sahut Jihan.Kepala Darren nampak mengangguk mengerti. Tapi mulut tak juga bicara kembali, hingga membuat Jihan merasa sangat membutuhkan keputusan. Mata Darren memperhatikan Jihan cukup serius."Sebutkan saja berapa nominal uang yang kau inginkan. Jangankan rupiah, dollar juga aku bersedia membayarmu," ujar Darren masih berusaha membujuk Jihan."Sepertinya Pak Darren salah paham--""Salah paham dari mana? Jelas-jelas kau setuju aku bawa untuk jadi ibu Bella," potong Darren.Jihan menarik napas cukup panjang. Sepertinya ia butuh tenaga lebih untuk berdebat dengan pria yang Jihan kira bakal jadi majikannya, rupanya justru ingin menjadikan dirinya sebagai istri."Kata Bude--""Aku tidak peduli. Kau hanya harus tahu satu hal, aku tidak sembarangan membawa wanita ke rumah. Sekali bawa, maka aku serius padamu. Serius menjadikanmu ibu untuk Bella," potong Darren lagi dengan wajah tegas.Jihan sempat membisu sejenak, kemudian kembali bicara, "Pak. Aku datang benar-benar mau jadi pembantu, selain itu aku menolak."Darren tersenyum sinis. "Kau pikir aku akan membiarkanmu menolak? Kau salah Jihan, aku akan buat dirimu setuju bagaimana pun caranya.""Susan! Bawa Jihan ke kamar Bella," titah Darren pada salah satu pembantu yang terburu mendekat."Mari Nyonya," sebut pembantu yang sepertinya bernama Susan ini, wanita dengan rambut hitam pendek.Jihan menurut dan memilih mengikuti pembantu ini yang membawanya naik ke lantai atas. Membiarkan Darren seorang diri dengan mata menyorot tajam pada tubuh Jihan yang menjauh. Lantas pria itu mengambil ponsel dan tampak menelpon seseorang."Cari tahu tentang Jihan, jangan sampai hal secuil pun tertinggal."Sementara Jihan baru saja berhenti melangkah setelah tiba di depan sebuah pintu kamar. Pasti kamar yang dihuni oleh Bella. Jihan ada niatan untuk membuka pintu, tapi akhirnya urung. Sebab, Jihan hanya pembantu baru di rumah ini.Susan tersenyum melihat reaksinya. "Nyonya tidak usah cemas. Mulai sekarang Nyonya bisa keluar masuk ke mana pun di rumah ini."Jihan menoleh sedikit terkejut dan menggeleng keras. "Aku bukan Nyonya, panggil saja aku Jihan. Status kita sama kok, aku pembantu di sini."Susan masih tersenyum. "Wanita yang dibawa ke rumah ini oleh Tuan Darren, sudah dipastikan akan jadi Nyonya. Jika pembantu, maka pengurus rumah yang akan mencari."Jihan membisu. Sepertinya ia telah ditipu oleh bude-nya sendiri. Jelas-jelas kalau bude mengatakan Darren mencari pembantu, makanya Jihan menggunakan kesempatan itu untuk menjauh dari mantan suami, kemudian bekerja dan menghasilkan uang. Tapi, sekarang Jihan justru ditargetkan sebagai istri oleh Darren."Biasannya nona Bella akan mengamuk, kalau ada orang lain masuk kamarnya. Tapi sepertinya tuan ingin melakukan tes pada Nyonya," ujar Susan membuka pintu kamar Bella.Jihan mulai memasukinya. Sepertinya alasan Darren ingin memperistri Jihan, karena melihat Bella yang mau bicara dan terus saja mengikutinya. Jika ingin keluar dari rumah ini, Jihan mungkin hanya perlu membuat Bella marah dan membanting alat rumah.Setelah menunggu sekitar setengah jam. Jihan justru tertidur di sofa kamar Bella, sementara Bella berjongkok di depannya membuat Jihan terkejut dan terburu duduk dengan tegak. Mata Jihan menatap seluruh kamar, aman. Tak ada peralatan yang berserak karena dilempar. Bella tidak melakukannya pada kehadiran Jihan.Hingga Jihan terkejut begitu mendapati Darren berdiri di pintu kamar. "Pak Darren.""Enak tidurnya?" sindir Darren dengan wajah datar.Jihan hanya mengangguk kecil saja. Padahal ini rumah orang lain, harusnya Jihan tidak terbiasa, Jihan justru tertidur tanpa sadar. Darren menatap Bella yang begitu antusias pada Jihan."Bella, keluar sebentar. Ada yang ingin papa bicarakan pada Mamamu," pinta Darren membuat Jihan terkejut, terutama atas panggilan itu.Bella mengangguk dan berlari keluar dari kamar begitu saja. Sementara Jihan segera berdiri dari duduknya begitu melihat Darren yang mendekat, kemudian pria ini duduk di sofa. Jihan tentu saja memilih mundur dan menjaga jarak."Aku dengar kau diselingkuhi oleh suamimu, parahnya dia kakak tirimu sendiri," singgung Darren membuat Jihan menatap."Apa Pak Darren mencari tahu tentangku?"Darren tersenyum sinis. "Informasi tentangmu, bagiku hanya perlu menjentikkan jari."Benar. Darren adalah orang kaya, hanya untuk mendapatkan informasi receh dari Jihan harusnya tidaklah sulit. Darren menggeser secarik kertas yang sejak tadi dipegang ke atas meja."Tanda tangani kontrak pernikahan ini," ujar Darren terdengar memerintah."Pak, sudah berapa kali aku bilang. Kalau tujuanku setuju ke sini karena ingin bekerja sebagai pembantu.""Ya tentu. Kau di sini bertugas menjadi ibu Bella, merawatnya. Dan tentunya aku akan membayarmu setiap bulannya," sahut Darren terdengar santai."50 juta tiap bulan," mulut Darren mulai menawar sampai membuat Jihan menoleh terkejut.Meski sempat tertarik. Tapi yang jadi masalah, bukan terletak pada gajinya kurang besar. Itu nominal yang tak pernah Jihan lihat apalagi miliki sebelumnya. Hanya saja ... menjadi istri dari Darren, sepertinya bukanlah pilihan yang bagus."Memangnya, kau tidak ingin balas dendam?" tanya Darren berhasil menyita perhatian Jihan."Balas dendam?"Darren menatap Jihan lebih serius. "Ya. Bukankah hatimu sakit mendapat perlakuan buruk dan suamimu selingkuh dengan kakakmu sendiri."Jihan tak memungkiri hal itu. Bukan hanya sakit, tapi hatinya seperti remuk dan mati rasa. Tapi ... apakah Jihan bisa membalas dendam pada Abian dan Yuna? Melalui pria ini yang menawarkan kesepakatan pernikahan dengannya."Pikirkan dengan baik-baik. Aku lebih kaya dari mantan suamimu, menginjak mereka tak perlu kau habiskan tenaga. Kau juga tak akan kelaparan, di rumah ini kau bisa makan sampai perut rasanya mau meledak," tutur Darren terdengar sangat membujuk."Kau yakin? Tidak ingin membalas setiap perbuatan mereka berdua dengan cara yang setimpal? Menjadi ibu Bella, banyak keuntungan yang akan kau dapatkan," tawar Darren membuat Jihan menatap serius."Tapi, aku baru saja bercerai Pak," dan Jihan masih berusaha mencari alasan.Hingga Darren menyeringai. "Yang aku butuhkan istri kontrak, ibu untuk Bella. Bukan sebagai penghangat ranjangku."Jihan membisu kembali, membuat Darren mengulurkan pena ke arah Jihan. Mata Jihan pun menatap ragu pada pena ini. Tangannya ingin meraih, tapi ... apakah keputusannya sudah benar? Membalaskan rasa sakitnya pada Abian dan Yuna."Bergabung denganku, rasa sakitmu terbalaskan dan hidupmu menjadi mewah," ujar Darren terus membujuk."Hanya dengan status istri dariku, harusnya cukup bagimu untuk pamer pada mereka," tutur Darren lagi.Meski Jihan berpikir tak akan sudi untuk bertemu lagi, jika sampai harus berpapasan, Jihan memilih memutar jalan. Tapi, sampai kapan ia harus menghindar? Sepuluh tahun? Hingga tutup usia? Rasa sakit di hati begitu membekas dengan baik. Sampai Jihan rasanya ingin menenggelamkan Yuna dan Abian dari dunia."Hanya ibu pengganti saja kan, Pak?" tanya Jihan memastikan.Tangan Jihan mengambil pena dari Darren, lantas mulai berjongkok hanya untuk menorehkan secuil tanda tangannya pada kertas ini. Tapi, tanggung jawabnya sangat luar biasa. Menjadi ibu dari anak yang berkebutuhan khusus, serta istri dari pengusaha kaya yang kerap muncul di berbagai media.Mata Jihan menatapi kontrak yang telah sah ditanda tangani oleh kedua pihak dengan ekspresi terkejut. Jihan telah lalai. Jihan lupa siapa sosok Darren Gerald di khalayak umum."Pak. Apakah aku harus tampil di berbagai acara sebagai istri bersa
"Pak Darren ... tolong pakai dulu bajunya," ujar Jihan mengingatkan sembari menggeliat, berusaha lepas tanpa membuka matanya.Darren menatap sinis. "Sejak tadi aku pakai baju, tidak polosan. Pikiranmu saja yang kotor."Tubuh Jihan sedikit terhuyung ketika pinggangnya dilepaskan kasar oleh Darren. Perlahan Jihan mulai melepaskan kedua tangannya, mata ini menatap Darren yang memakai kaos putih. Darren sendiri tampak memilih set piyama tidur, lantas mulai memakainya."Mau sampai kapan melihatku seperti itu?" sindir Darren berbalik dan menatapnya lagi."Seka air liurmu," titah Darren dengan nada datar.Jihan tertegun dan merasa sangat malu, sebab ketahuan melihat Darren dengan pandangan terpaku. Kemudian tangan benar-benar menyeka bibirnya, padahal Darren hanya menyindir saja. Hal itu membuat mata Darren menyipit melihat tingkah dari Jihan.Tapi, Darren tampak mengabaikannya dan mulai bicara, "meski aku membawamu dan memberimu status ibu untuk Bella. Bukan berarti kau bisa melewati batas.
"Kenapa aku harus membawakan makanan setiap hari?" tanya Jihan meminta penjelasan.Darren tersenyum sinis, membuat Jihan yang semula menatap, kini mulai menurunkan pandangan. Jika memang Darren mencari tahu tentang dirinya, maka harusnya sudah tahu. Kalau Jihan sudah tak ingin ada hubungan dengan mantan suaminya itu."Bukankah kau ingin balas dendam? Kau harus tunjukkan dirimu sebagai Nyonya Gelard."Jihan terdiam. Memang ia ingin melakukan hal itu, tapi rasanya ini semua terlalu cepat. Jihan tidak mau bertemu dengan Abian dalam waktu dekat, takut hatinya kembali goyah meski sudah membenci. Bagaimana pun, Abian adalah cinta sekaligus suami pertama untuk Jihan."Oh, Bella sudah selesai makan ya?" tanya Jihan dengan antusias saat mendengar suara sendok diletakkan di atas meja.Bella mengangguk sebagai respon dari pertanyaannya.Sedang Darren menatap tajam. "Apa kau tuli? Aku memintamu untuk mengantar makanan, kenapa tidak menjawab?"Jihan terdiam sejenak, kemudian menatap suami kontrakn
Makan siang dengan ... Darren Gerald. Otak Jihan dipenuhi oleh perkataan itu. Sementara Abian sudah melempar senyum pada Darren dengan tangan menggenggam erat dirinya. Hingga mata Darren menyipit."Bisa lepaskan tanganmu? Wakil ketua tim," tutur Darren dengan nada dingin.Jihan menatap mantan suaminya ini. Wakil ketua tim? Bukankah sewaktu di perusahaan lama, Abian adalah seorang manajer. Kenapa bisa diturunkan begitu perusahaan diakusisi? Sementara Abian menatap sedikit kesal, tapi tak bisa sepenuhnya menunjukan ekspresi itu pada Darren."Maaf Pak Darren. Ini istri saya, dia datang karena ada janji untuk makan siang dengan saya, iya kan Jihan?"Darren tersenyum sinis atas pengakuan dari Abian. "Istri? Apa kau pria yang suka menjilat ludah sendiri?"Abian masih tetap tersenyum. "Maksudnya bagaimana Pak Darren?"Tubuh Darren mendekat hanya untuk melepaskan genggaman Abian padanya dengan paksa. Lantas, tangan ini mulai digenggam oleh Darren. Rasa hangat yang Jihan rasakan membuat netran
Jihan tertegun dengan tatapan dari ibu Darren yang terang-terangan tidak menyukai dirinya. Harusnya tadi Jihan tidak usah bersuara. Sementara Darren melirik ke arahnya dengan serius."Bawa Bella ke kamarnya dan tidurkan lagi jika masih ingin tidur," titah Darren membuat Jihan mengangguk.Tubuhnya mulai berjalan melewati ibu Darren, meski Jihan harus menundukkan wajah dan terus menuntun Bella. Sementara ibu Darren yang bernama Stella itu, melemparkan tatapan tajam pada Jihan yang menaiki anak tangga."Katakan, dari mana kau dapatkan wanita miskin itu," celetuk Stella berhasil membuat hati Jihan mencelos.Kata miskin itu tetap tak akan hilang, meski Jihan menikah secara resmi dengan Darren sekali pun. Jihan menyadari hal itu. Tapi, berhubung Jihan dengan Darren hanya kontrak saja, tak benar-benar ada ikatan serius. Jihan berusaha mengeluarkan omongan Stella dari otaknya.Darren memastikan Jihan sudah menjauh dulu baru bicara, "tidak penting dari mana asalnya, aku hanya butuh kemampuanny
"Bercerai?" ulang Darren dengan mata mendelik tajam.Jihan sendiri sedikit merinding mendapat respon ini setelah menawarkan sebuah perceraian, tepatnya belum ada satu jam setelah pernikahan. Bella sendiri berhenti bermain ponsel, kepala mendongak dengan mata menatapnya. Cerai. Kata itu menghuni otak Bella dengan baik.Hingga tak lama Bella menangis keras, membuat Jihan tersentak. Sementara Darren mendengkus kesal dan ingin mengambil alih Bella dari Jihan. Tapi, Bella malah berbalik dan memeluk dirinya erat, bahkan ponsel terjatuh ke bawah kursi.Jihan panik, sementara tangan Darren terulur untuk mengelus punggung Bella. Dapat Jihan lihat, Darren menatap begitu lembut pada Bella. Sisi yang pertama kali dirinya lihat."Mama sama Papa tidak akan cerai Sayang," tutur Darren dengan pelan.Jihan tertegun. Benar, ia telah lupa, meski Bella hanya anak kecil tapi memiliki cara berpikir seperti orang dewasa. Jihan telah melakukan kesalahan hingga membuat mata Darren menajam saat menatapnya. Jih
"Namamu Jihan kan?"Jihan yang semula sibuk menyuapi Bella saja, perhatiannya langsung teralihkan pada wanita berwajah jutek tadi. Jihan memilih tersenyum."Benar," sahutnya.Wanita ini menyeringai. "Kau mengenal Darren di mana? Permalam kau dibayar berapa?"Seketika senyum di wajah Jihan langsung luntur. Jika saja wanita yang baru saja bicara dengannya hanya orang asing, maka Jihan akan menegur. Sayangnya ... wanita ini bagian dari keluarga Darren dan Jihan tak ada keberanian sama sekali. Hingga Jihan tersentak saat tangannya digenggam oleh Darren."Luna, jangan keterlaluan bisa? Aku setuju ke sini bukan hanya ingin mengenalkannya pada keluarga, tapi juga membantu bisnis suamimu yang terancam bangkrut ini," sungut Darren membuat Jihan membisu dengan pandangan takjub."Membantu? Bukankah itu memang sudah sewajarnya, sebab Daniel kan kakakmu," sahut wanita yang ternyata bernama Luna, tapi nampak tak takut meski berhadapan dengan Darren.Bahkan perdebatan terus saja berlanjut, bukan han
"Aku ingin tidur di kamar ini."Jihan membisu. Jika Darren menginginkan kamar ini, maka artinya Jihan harus pergi. Membiarkan sang pemilik aslinya menempati kamar ini. Jihan langsung mengangguk mengerti."Baiklah kalau Pak Darren ingin tidur di sini."Ketika tubuh Jihan berjalan ke arah pintu, tangan Darren langsung meraihnya. "Kau mau ke mana?"Jihan menatap tangannya yang masih dicengkram ini. "Aku mau tidur di kamar Bella.""Kau di sini saja," sahut Darren.Jihan langsung menatap sofa di sisi ranjang, bentuknya tidak begitu panjang. Sekali pun tubuh Jihan tidak terlalu tinggi, tapi jika tidur di atasnya pasti tak cukup. Kemudian pagi harinya punggung akan terasa sakit.Terlalu sibuk dengan pemikirannya sendiri. Jihan tak menyadari tatapan Darren yang begitu tertarik pada tubuhnya hingga berakhir dengan menelan ludah. Jihan baru tertegun saat Darren mendorongnya ke arah sofa."Pak, aku tidak bisa tidur di--"Mata Jihan melotot sempurna, ketika Darren menyudutkannya ke sofa dengan bi