Part 64Wijaya mengirimkan pesan pada orang suruhannya. [Awasi terus dan laporkan semuanya padaku] [Baik, pak bos]Wijaya berpikir sejenak. Apa yang harus dilakukannya saat ini. Karena ia tak mungkin berdiam diri setelah Mariana menginjak-injak harga dirinya.Wanita yang dulu begitu agresif menggodanya, kini justru dingin. Mobil berwarna hitam itu melesat pergi meninggalkan area perkantoran. Mobil berbelok ke kompleks perumahan dimana ayah dan ibunya tinggal. Di halaman, tampak sang ibunda tengah menyapu. Bu Samira langsung tersenyum kala melihat putranya datang."Wijaya, kau datang lagi ke sini? Apa kau sedang ada masalah?"Bambang Wijaya langsung menghela napas berat. Lalu menunjukkan video Mariana bersama seorang lelaki."Inilah perangai menantu pilihan Mama. Hanya karena aku tidak bisa memberi keturunan dia bermain api di belakangku, Ma! Apa yang harus kulakukan?"Bu Samira tampak shock melihat itu semua. "Mama tak menyangka Mariana tega seperti itu.""Ratu tega. Kalau begini
Part 65Sasya tersenyum lega karena pada akhirnya, ia kembali menghirup udara bebas. Perempuan itu langsung meninju lengan Farish. "Rish, thank you banget ya udah bantu gue! Thank you lu udah cariin pengacara handal untuk gue! Ya meskipun gue jadi punya utang budi sama lu! Pokoknya terima kasih Farish ganteng!"Farish tertawa lirih mendengar ucapan Sasya. "Iya, gue lakukan itu demi ...""Demi-kian!" celetuk Sasya, hingga akhirnya mereka tertawa bersama.Keduanya kini berada dalam satu mobil yang sama hendak pulang ke rumah Sasya. Sepanjang perjalanan diwarnai oleh obrolan ringan. Hingga Sasya menepuk-nepuk lengan Farish. Ia tak percaya dengan apa yang dilihatnya."Rish, berhenti Rish, sebentar!" tukasnya."Ada apa?""Rish, itu kan yang lagi jalan anak gue!" cetusnya lagi seraya menunjuk ke tempat dimana Alvaro berada.Farish mengikuti arah tunjuknya. Ia pun melihat bocah lelaki tampan berjalan, diikuti seorang wanita cantik berjalan terburu-buru."Kurang ajar banget istrinya Putra!
Part 66"Tunggu, Hana!" Seorang lelaki datang mendekat. Ia tersenyum ramah pada mereka."Pak Farish? Ada apa?""Haha, tadi aku gak sengaja lihat kalian, makanya turun dan memastikan venar atay tidak.""Ya, memangnya ada?" "Halo jagoan! Masih ingat sama Om?" sapa lalaki itu dengan senyum sumringah.Iya pun langsung mengangkat tangannya, Alvaro menyambut tangan lelaki itu dengan menepuknya."Om Fayis?""Ahaha, ganteng, masih ingat ya! Kok kalian mau naik taksi? Sopir kalian gakqq jemput?""Enggak Om, soalnya lagi sibuk anter daddy.""Emang daddy kemana, Jagoan?""Lagi keluay kota," sahut bocah lelaki itu dengan polos.Hana jadi tak enak sendiri mendengarnya."Alvaro, sudah yuk kita pulang, udah siang nih! Maaf ya, Pak Farish kami harus pulang dulu, kami permisi," sahut Hana menyela obrolan mereka."Its oke, gak masalah. Jadi kalian tetap mau naik taksi? Atau mau kuantar?" Farish sengaja menawarkan diri meski tahu jawaban Hana seperti apa."Tidak perlu, Pak Farish, kami naik taksi saj
Part 67"Hana, aku hanya ingin bertemu anakku. Bagaimana kalau posisinya diubah, kau seorang ibu yang dilarang bertemu dengan anakmu sendiri? Bagaimana perasaanmu? Sakit bukan?"Hana masih terdiam. Hingga sebuah panggilan menghenyakkannya."Mommy!" panggil Alvaro yang berlari ke arahnya.Sasya tersenyum dan hendak meraih bocah tampan itu. Tapi Alvaro langsung bersembunyi dibalik tubuh Hana."Tante jahat mau ngapain?" tanyanya takut-takut."Sayang, Alvaro ... ini mommy, bukan tante.""Tante jahat peygi! Jangan datang kesini!" teriak Alvaro lagi.Menyadari anak sambungnya tidak nyaman dengan situasi ini, Hana pun segera mengambil sikap. "Maaf ya, Mbak Sasya, mbak dengar sendiri kan Alvaro bilang apa? Tolong tinggalkan kami."Sasya seolah tak peduli dengan perkataan Hana. Ia masih berusaha membujuk Alvaro."Alvaro, Sayang ... mommy punya mainan nih untukmu, ayo main sama mommy!" tandasnya lagi.Alvaro makin mengeratkan pelukannya di tubuh Hana. "Gak mau! Aku gak mau!"Hana menghela napas
Part 68"Habis dari mana saja kau, Mariana? Jam segini baru pulang?"Mariana hanya tersenyum masam. "Cari kesenangan.""Apa maksudmu?""Sudahlah, Mas, jangan mempermasalahkan hal ini, aku juga tak pernah mempermasalahkanmu.""Mariana, tapi ini tidak benar. Kamu tak boleh seperti ini, kau masih punya suami, harusnya kamu menghormatiku!""Ya sudah kalau begitu kita bercerai!"Bambang Wijaya makin emosi dibuatnya. "Kamu enteng sekali berkata cerai?""Memangnya kenapa? Bukankah itu yang kamu mau?"Hampir saja Wijaya melayangkan tamparan di pipi Mariana. Hingga sebuah ketukan pintu menyadarkannya.Wijaya mendengus kesal. Sangat kesal. Ia segera berlalu menuju pintu dan membukanya. Rupanya Mahesa, sang kakek yang mengetuk pintu."Kakek? A-da apa?" tanya Wijaya kaget. Tumben sekali pria itu belum tidur dan malah datang ke kamarnya."Kakek yang harusnya tanya pada kalian, kenapa malam-malam ribut? Kalian bertengkar?""Ah, itu, anu Kek, kami--"Mariana datang mendekat, lalu berdiri di samping
Part 69"Jangan seenaknya sendiri dong, Pak, masa sisa tagihan kami tidak dibayar? Dan kalian datang ke sini untuk apa? Cuma jadi penonton saja?""Iya, iya, harap tenang, bapak-bapak, ibu-ibu, kami sedang mengupayakannya. Kami usahakan agar hak bapak dan ibu sekalian dibayarkan secepatnya. Tapi semua ini butuh proses, jadi jangan memperkeruh suasana dulu."Putra terpaksa setuju dengan persyaratan dari mereka, demi membebaskan Lian dan kepala proyek.Sementara itu, masalah lain muncul saat bapak dari seorang gadis yang dibawa kabur menuntut."Tunggu dulu, Pak, apa benar putri bapak diculik oleh Bama? Atau keduanya suka sama suka dan tak ada paksaan dari pihak Bama?""Tidak, itu bohong! Putriku gadis yang baik-baik, dia tidak akan melakukan hal rendahan seperti itu!""Kami minta ganti ruginya! Jangan mentang-mentang kalian orang kaya dan kami ini orang miskin maka kalian berlaku seenakmya.""Iya, Pak, iya, tenang, tenang, kami juga masih berupaya untuk solusi yang terbaik. Mohon jangan
Part 70Bama melenggang pergi dari gerai ATM link. Perasaannya benar-bemar kesal.Lelaki paruh baya itu masuk ke dalam mobilnya lalu berteriak. "Aaarrggh, sialan!" Napasnya memburu, dadanya naik turun menahan amarah. Berkali-kali, ia memukul stir bundar itu. Frustasi."Ini pasti gara-gara Putra! Ini pasti ulahnya! Ayaah, kenapa kau tega membekukan kartu ATM dan kartu kreditku! BRENGSEK!!"Seketika kepalanya terasa berdenyut. Apa yang harus dia katakan pada sang kekasih hati, kalau sekarang dia tak punya modal uang lagi? Sekali lagi, Bama mengambil napas dalam-dalam."Hah, apa yang harus kukatakan pada Yolanda? Dia pasti akan marah bila tau aku sudah tak punya apa-apa lagi. Ia mengambil dompetnya lalu memeriksa uang cashnya yang hanya tersisa beberapa lembar uanh warna pink itu. "Hah! Sial! Kalau cuma segini sih, cuma cukup untuk beberapa hari doang!" gerutunya seraya mengurut keningnya yang terasa penat."Yolanda pasti marah, bisa-bisa dia kabur dan aku yang ditangkap sama warga!"
Part 71Esok hari, sekira pukul 06.00 WIB, Putra sudah bersiap-siap. Ia sudah memakai baju kemeja warna hitam polos, tampak begitu rapi dan mempesona. Namun tak mengurangi kesan berwibawanya.Selain Putra, Derry pun sudah bersiap-siap untuk pulang dan kembali ke Jakarta. Sementara untuk Lian, dia masih ditugaskan untuk mengawasi proyek itu.Mobil mewah itu mulai melaju membelah jalanan. Putra mulai bernapas dengan lega, proyek yang bermasalah dan hampir saja hancur, bisa diselamatkan kembali.***"Mommy, ini udah hayi apa?" tanya Alvaro. Wajahnya nampak cemberut dan tidak bersemangat. Sering kali menanyakan keadaan sang ayah."Sabtu, Sayang.""Kapan daddy pulang? Katanya cuma sebentay di luay kota?""Hmmm, iya, Alvaro sabar ya, Daddy masih banyak pekerjaan. Mungkin pulangnya besok."Alvaro mendongak menatap ibu sambungnya. Ada secercah harapan dalam binar matanya."Beneyan, Mommy?""Iya, Sayang.""Vayo udah yindu beyat."Hana ternganga mendengar kosakata anak tirinya itu. "Varo udah r