Bab 48Prasangka"Kedatangan saya ke sini, ingin meminta maaf atas kesalahan yang dibuat oleh anak saya! Saya sangat malu sekali!" ucap Pak Narwan kepada besannya, Bu Laila. Tetap didampingi oleh adik kandungnya. Topa. Nada suara lelaki paruh baya itu sangatlah terdengar berat di telinga Bu Laila.Mendengar itu, Bu Laila menghela napas sejenak. Menata hati yang berkemelut hebat. Ingin sekali melampiaskan emosinya. Ingin sekali memaki kasar lelaki di depannya ini, karena anaknya telah menggores luka yang sangat tajam, di hati anak perempuannya. Tapi ia urungkan. Ia sadar kalau masalah yang terjadi, bukan salah Pak Narwan. Tapi memang salah Anton. Tak seharusnya melampiaskan kekesalannya itu kepada Pak Narwan."Tenang Laila! Tenang! Ingat di sini Pak Narwan tak salah apa-apa. Dia sudah baik berani datang ke sini, untuk meminta maaf, atas kesalah yang bukan ia lakukan, tapi anaknyalah yang bersalah! Bukan lelaki di depanmu ini yang salah," ucap Bu Laila dalam hati. Dengan hati yang masih
Bab 49Arsilla dan Tarfi'ah"Astagfirullah ... ada apa sih ini?" ucap Razmi bingung. Bingung melihat Arsilla ribut dengan Tarfi'ah. Sama sekali tak paham. Kenapa mereka bisa tengkar hebat seperti itu. "Intinya cemburu, Mbak," sahut orang yang mendengar pertanyaan Razmi tadi. Seketika kening Razmi melipat. Lebih tepatnya mencerna. "Hah? Cemburu? Kenapa?" tanya Razmi lagi. Karena semakin penasaran. Cemburu dalam hal apa? Karena setahu Razmi memang Tarfi'ah tak ada sangkut paut dalam hal apa pun. "Nggak tahu, sih tepatnya gimana. Yang harusnya cemburu kan Mas Tamam ya, wong dia yang selingkuh sama ... eh, maaf!" jelas tetangga itu, baru nyadar kalau yang diajak bicara adalah Razmi, istri dari Anton. Hingga dia hanya bisa nyengir. Razmi menarik napasnya kuat-kuat. Kemudian mengembuskannya pelan. Paham betul maksud dari tetangganya itu. "Nggak apa-apa, Bu. Iya, makanya saya juga bingung, kenapa Mbak Arsilla yang cemburu, harusnya kan Mas Tamam yang cemburu," balas Razmi. Tetangganya i
Bab 50ENDINGHanya karena ego, semua hancur. Hanya karena nafsu, semua lebur. Hanya dan hanya semua menjadi musnah. Cinta dan kasih sayang dipertaruhkan. Bahkan rumah tangga yang dulu sangat indah, nyaman dan tentram, hancur begitu saja. Tak ada lagi sisa cinta. Tak ada lagi sisa kasih sayang. Hanya dalam hitungan detik, semua hilang begitu saja. Lenyap tak tersisa. Cinta yang dulu sangat kuat, kini hancur berkeping-keping. Cinta yang dulu dirasa sangat indah, kini rasa itu sudah tiada. Rasa itu telah sirna. Hanya waktu yang bisa menjawabnya. Yang tertinggal hanya kenangan. Kenangan baik maupun buruk, yang tertinggal hanya goresan. Goresan tajam yang mengenai hati, entah sampai kapan akan hilang. Karena luka itu terlalu dalam. Sekali lagi hanya waktu yang bisa menjawab. Karena luka itu, sudah meninggalkan rasa sakit yang sangat luar biasa. Trauma. Ya, bisa dibilang seperti itu. Ada rasa trauma jika ingin kembali. Kembali dengan orang yang sama. ***************************"Jad
Bab 1Kilas Masa Lalu"Mas, kalau kamu mau menikah lagi, aku ikhlas. Aku cukup sadar diri, aku tak bisa memberikan kamu keturunan," ucap Tarfi'ah entah sudah berapa kalinya dia ngomong seperti itu. Cukup membuat Tamam engap mendengarnya. Karena dia tak suka, istrinya ngomong seperti itu. Tamam menarik napasnya sejenak. Hatinya kesal dan sesak jika istrinya ngomong seperti itu. Tapi dia juga tak mau meninggikan nada suaranya. Karena itu pasti akan melukai perasaan perempuan yang lagi rapuh itu. "Dek, please, jangan bahas itu terus. Mas capek dengarnya. Apa kamu nggak capek bahas itu terus? Lagian kan ada Nabilla. Dia kan anak kamu juga," balas Tamam. Tarfi'ah menelan ludahnya sejenak. "Aku tahu, tapi aku merasa tidak sempurna menjadi perempuan," balas Tarfi'ah. Tamam mengusap wajahnya pelan. Semakin sesak jika dia mendengar itu. "Nabilla itu dari kecil sudah kamu asuh. Aku yakin dia sangat sayang sama kamu, mungkin baginya kamu itu sudah bukan ibu sambungnya lagi, tapi sudah ibu ka
Bab 2Siapa Yang Nabilla lihat?"Kamu kenapa? Kok nampaknya gelisah gitu?" tanya Tamam kepada istrinya. Tarfi'ah. Ya, sedari tadi Tarfi'ah memang mondar mandir nggak jelas. Entah sudah berapa kali dia menghampiri pintu. Menunggu. "Emm, nunggu Nabilla. Kok tumben jam segini dia belum pulang, kalau waktunya pulang tapi dia belum sampai rumah, aku kepikiran, Mas," jawab Tarfi'ah. Tamam ikut memandang ke arah Tarfi'ah memandang. "Mungkin masih ada urusan. Anak kita itu sekarang udah dewasa. Bukan anak kecil lagi, jangan terlalu dikhawatirkan seperti itu!" balas Tamam. Tarfi'ah sedikit nyengir mendengarnya. "Justru dia sudah besar, Mas, makanya aku semakin khawatir. Dia itu perempuan, parasnya cantik, pernah tua mana yang tak cemas? Walau aku hanya ibu sambung, tapi tetap saja aku khawatir dengannya," ucap Tarfi'ah. Tamam menghela napas panjang. "Iya, Sayang, tapi jangan khawatir, dia sudah dewasa. Tadi pamit ke aku, katanya mau ke rumah sakit jiwa sama Farhan. Mungkin lama di sana,"
Bab 3Siapa yang menolong Nabilla?"Mas, aku telpon Nabilla, nggak aktif nomornya. Tumben," ucap Tarfi'ah memberitahu suaminya. Dia belum tenang, kalau anak tirinya itu belum sampai rumah. "Iyakah?" tanya balik Tamam. Lebih tepatnya untuk memastikan. Karena dia belum menelpon anak semata wayangnya itu. "Serius, Mas, coba deh telpon kalau nggak percaya, duh ... aku benar-benar khawatir ini," balas Tarfi'ah semakin khawatir. Tamam menarik napasnya kuat-kuat. Melihat istrinya cemas seperti itu, cukup membuatnya ikutan cemas dan khawatir. Tanpa mikir panjang lagi, Tamam segera meraih hapenya. Segera mencari nomor anaknya. Segera dia menghubungi nomor anak perempuannya itu. Berharap nomor anaknya itu aktif. "Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, atau berada di luar jangkauan. Cobalah beberapa saat lagi!" Seperti itu tanggapan operator. "Iya, ya?" ucap Tamam menarik telponnya dari telinganya. Ia buang napas secara kasar. Untuk sedikit melegakan hatinya. "Duh .... nggak punya nomor
Bab 4Saling Memulai"Owh dia yang namanya Nathan. Ganteng juga!" ucap Farhan dalam hati. Mengawasi William dari ujung kaki sampai ujung kepala. Memeriksa lebih tepatnya. Karena selama ini, dia cukup penasaran dengan Nathan. Lelaki yang sering Nabilla ceritakan.William yang mengaku sebagai Nathan, membuang tangan Zahira kasar. Menatap Zahira dengan tajam. Menunjukan ekspresi tak suka dengan perbuatan Zahira itu. Cukup membuat Zahira nyengir sejenak."Jangan kasar!" ucap William tanpa menyebutkan nama. Karena dia tak tahu, siapa Zahira. Tak nama perempuan yang ia pegang tangannya itu."Kamu masih ingat aku?" tanya Zahira. William tetap memberikan ekspresi santai. Agar tak ada yang curiga kalau dirinya bukan Nathan. Apalagi sampai Nabilla yang curiga."Aku Zahira. Kamu masih ingat aku, kan?" ucap Zahira lagi. William mengulas senyum tipis. Seolah mendapatkan jawaban atas keingintahuan dia siapa nama perempuan yang ada di hadapannya ini. Tapi, dia tetap terlihat santai."Owh dia namanya
Bab 5Berlanjut"Alhamdulillah, akhirnya kamu sampai rumah juga," ucap Tarfi'ah, saat melihat anak tirinya itu sudah sampai rumah. Nabilla mengulas senyum manja ke arah bundanya itu. Memainkan bibir manjanya sejenak. Tarfi'ah menyambutnya dengan penuh cinta. Seolah anak kandungnya sendiri. "Kenapa, Bunda? Kangen, ya?" ledek Nabilla kemudian melepas jaketnya."Kayak nggak tahu bundamu saja. Dia itu kalau jam pulang kamu nggak sampai-sampai rumah, mondar-mandir ngelihatin pintu. Sambil ngedumeeell terus," balas Tamam. Nabilla semakin melebarkan bibirnya. Perasaan sayang dan tulus dari bundanya itu memang sangat ia rasakan. Cukup membuatnya sangat amat bersyukur memiliki ibu sambung sebaik Tarfi'ah. "Lah ... namanya juga punya anak gadis. Cantik lagi, siapa yang tak khawatir? Kalau sampai rumah tepat waktu kan, nggak bikin bunda senam jantung," sahut Tarfi'ah. Nabilla kemudian memeluk manja ke bundanya itu."Masya Allah ... bunda memang the best pokoknya. Tapi tenang saja, Nabilla ini