Setelah Lara mengetahui bahwa rencananya gagal, dia merasa agak kecewa. Namun ketika mengingat bahwa orang yang paling menderita dalam hal ini adalah Audrey, Lara menenangkan dirinya dan berusaha menghibur putrinya, "Audrey, jangan buru-buru. Pasti akan ada cara."Audrey mengangguk dengan tidak fokus. Pada saat ini, Dash yang tengah berbaring di ranjang mulai menggerakkan tangannya dan membuka matanya. Sejak demam tinggi saat itu, Dash terus mendapat suntikan obat dari rumah sakit. Bagaimanapun, demam tinggi sangat berpengaruh terhadap kondisi tubuh manusia.Namun, obat-obatan itu tentu memiliki efek mengantuk yang sangat kuat sehingga Dash menjadi lebih sering tidur. Beberapa hari ini, Dash hanya terbangun beberapa jam, lalu tertidur kembali. Dia tidak lagi terlihat ceria dan bersemangat seperti biasanya. Oleh karena itu, Audrey sangat menghargai beberapa jam di saat Dash terbangun. Saat melihatnya bangun, Audrey tersenyum lembut dan mengelus dahi Dash. "Dash, kamu sudah bangun? Giman
Awalnya dokter itu mengira Christian adalah ayah kandung Dash. Namun setelah diuji kecocokan, ternyata keduanya bukan ayah dan anak kandung. Hal ini juga membuat dokter sangat bingung. Ketika mengungkit soal Zayden, raut wajah Audrey menjadi semakin muram. Dia menggeleng dan berkata, "Kami sudah cerai lama."Melihat hal ini, dokter hanya mengernyit dan berkata, "Nona Audrey, kalau kamu tidak mau Dash menjalani kemoterapi, sebaiknya cepat hubungi ayahnya. Sebagai ayah kandung, persentase kecocokannya juga pasti akan lebih tinggi dari orang lainnya. Mau bagaimanapun, orang itu tetap ayahnya. Nona Audrey, di saat seperti ini kamu harus mengutamakan keselamatan nyawa anakmu."Audrey menunduk dan bergumam, "Lalu bagaimana kalau sampai dia juga nggak cocok?""Kalau begitu masih ada cara lainnya, yaitu transplantasi sel darah punca tali pusar. Kalau kamu melahirkan anak lagi dengan ayahnya, kalian bisa menggunakan tali pusar anak itu untuk mengobati penyakit Dash. Tentu saja, keputusan ada di
Baik itu menyuruh Zayden mendonorkan sumsum tulang ataupun melahirkan anak lagi, Audrey harus mencoba segala cara. Selama bisa menyembuhkan penyakit Dash, Audrey rela melakukan semuanya. Setelah memikirkannya dengan matang, Audrey segera menelepon Zayden.Pada saat ini, Audrey baru menyadari bahwa ternyata dia mengingat nomor telepon Zayden dengan begitu jelas. Padahal Audrey telah menghapus semua kontaknya saat pergi waktu itu, tapi kini dia malah bisa mengingatnya dengan intuisi. Setelah nada sambungnya berbunyi beberapa kali, tangan Audrey meremas ponselnya dengan gugup.....Di sisi lain, Zayden sedang melihat-lihat gaun pertunangan di toko busana pengantin. Setelah Zayden menyetujui pertunangannya dengan Shania, Felya sangat gembira mendapat kabar tersebut. Dengan perintah dari Felya, Keluarga Moore memutuskan untuk mengadakan sebuah acara pertunangan yang sangat megah dan menyebarkan berita ini ke publik.Selanjutnya, Shania sendirilah yang mengatur semua detail tentang pertunang
Perkataan Shania ini meski terdengar tidak ada salahnya, tetapi membuat Zayden merasa gusar. Audrey ternyata hanya mengingatnya jika sedang berada dalam masalah. Apakah Zayden hanya sebuah mainan yang bisa digunakan sesuka hati bagi Audrey? Jika posisi mereka masih seperti dulu, Zayden mungkin akan membantunya. Namun sekarang, Audrey tidak usah banyak berharap."Kamu yang angkat saja," kata Zayden sambil memicingkan matanya dan menyerahkan ponselnya kepada Shania. Shania merasa kaget dan bertanya, "Aku yang angkat? Nggak terlalu baik, 'kan?""Statusmu sekarang adalah tunanganku, mengangkat telepon dari wanita lain juga tidak masalah, 'kan?" Zayden kembali menyodorkan ponselnya kepada Shania. Shania merasa kegirangan dalam hati. Awalnya dia masih khawatir Audrey akan mengatakan sesuatu yang membuat Zayden berubah pikiran. Kali ini dia tidak akan membiarkan Audrey punya kesempatan seperti itu.Shania menekan tombol jawab telepon. Sebelum dia sempat bicara, Audrey telah berkata dengan ter
Shania juga terkejut, dia tidak pernah melihat Zayden semarah ini. Audrey benar-benar memiliki pengaruh besar terhadap suasana hati Zayden. Setelah ketakutannya berlalu, Shania diam-diam merasa bersyukur bahwa dia yang menjawab telepon dari Audrey tadinya. Kalau tidak, entah apa yang akan terjadi."Zayden, tenangkan dirimu." Shania langsung maju dan menarik tangan Zayden. "Kalau memang terjadi sesuatu pada Audrey, atau mungkin dia berubah pikiran ... aku akan merestui kalian. Kamu jangan semarah ini, lukamu masih belum pulih."Zayden menarik napas dalam-dalam dan berusaha menenangkan diri. Kemudian, dia menatap Shania dan menjawab, "Tenang saja, apa pun alasannya, aku tidak akan mengubah keputusanku. Acara pertunangan tetap berjalan sesuai rencana."Meski berkata demikian, Zayden tidak bisa lagi duduk untuk melihat-lihat gaun dengan tenang. "Kamu lanjutkan saja melihat gaunnya. Aku masih ada urusan, aku pergi dulu."Tanpa memberi kesempatan bagi Shania untuk menghalanginya, Zayden lang
Audrey berdiri di sana dan memikirkan kata-kata Zayden yang kejam tadi. Setelah cukup lama, Lara yang mengkhawatirkannya akhirnya keluar. Melihat Audrey yang berdiri lorong, Lara buru-buru mendekatinya. "Audrey, kamu sudah membahasnya dengan Zayden? Bagaimana hasilnya?"Audrey langsung tersadar kembali. Padahal dia ingin tersenyum agar ibunya tidak khawatir, tetapi dia sama sekali tidak bisa melakukannya. Dia hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan tak berdaya."Dia nggak mau bantu?" Mendengar perkataan itu, Lara juga merasa sangat cemas.Dash adalah cucu kesayangannya. Dia menyaksikan pertumbuhan Dash sejak bayi hingga sekarang. Jika terjadi sesuatu dengan Dash, Lara juga tidak akan sanggup menerimanya."Dia sudah akan tunangan dengan orang lain, jadi menyuruhku jangan mengganggunya lagi," kata Audrey dengan nada sinis."Apa? Secepat itu mau bertunangan dengan wanita lain?" Lara langsung merasa Zayden ini benar-benar bukan pria yang baik. Namun jika ingin menyelamatkan nyawa Dash, m
Zayden membuka jendela mobil agar bau rokoknya menyebar dan baru memanggil Caleb untuk mengantarnya kembali ke perusahaan. Luka di tangannya masih belum sembuh, tetapi dia sudah kembali bekerja seperti sebelumnya. Menyibukkan diri dengan pekerjaan justru membuatnya jarang memiliki waktu senggang untuk memikirkan orang dan hal-hal yang seharusnya tidak dipikirkan.Caleb segera tiba dan mengantar Zayden ke perusahaan dengan mobil.....Beberapa jam kemudian, pesawat yang dinaiki Audrey mendarat di Slastin. Dia melihat kota yang baru saja dia tinggalkan dan terasa sangat familier, suasana hatinya terasa rumit. Awalnya, Audrey mengira dia tidak akan kembali lagi ke sini setelah kepergiannya sebelumnya. Tak disangka, dia akhirnya kembali ke tempat itu lagi karena dipaksa situasi.Setelah tercengang sejenak, Audrey menahan kembali emosinya yang berlebihan. Setelah berpikir sejenak, dia pergi Grup Yuwono dengan taksi. Sekarang, dia tidak tahu di mana Zayden berada karena dia telah diblokir Za
"Kamu sudah memilih untuk pergi waktu itu, untuk apa kembali lagi sekarang? Apa kamu nggak merasa malu?" Caleb juga sudah kehilangan kesabarannya yang biasanya. Setiap kata-katanya penuh dengan sindiran.Wajah Audrey menjadi pucat dan hendak mengatakan sesuatu, tetapi Caleb tidak ingin menyia-nyiakan waktu untuk berbicara dengan Audrey lagi. "Nona Audrey, mengingat pertemanan kita dulu, sebaiknya kamu sendiri yang pergi. Tidak enak dilihat kalau kamu terus ribut di sini dan aku suruh orang langsung mengusirmu. Silakan ...."Caleb mempersilakan Audrey untuk pergi. Audrey tentu saja enggan pergi, tetapi melihat tindakan Caleb, beberapa satpam di belakang juga mendekat. "Pak Caleb, apa perlu kamu bertindak ...."Melihat situasi itu, Audrey hanya bisa berpura-pura akan pergi. Saat baru berjalan dua langkah, dia mendengar perkataan Caleb yang tegas kepada para satpam itu. "Kalau lihat wanita ini kelak, langsung suruh dia pergi dan jangan banyak bicara dengannya. Mengerti?""Baik, kami menge